Larangan Warung Jual Elpiji 3 Kg, Derita Warga di Lampung yang Tinggal di Daerah Tertinggal dan Terluar di Lampung

Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM–Kebijakan larangan penjulan gas elpiji “tabung melon” 3 kilogram terhadap warung pengecer yang berlaku pada awal Februari 2025, sangat memberatkan warga yang tinggal di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) di Provinsi Lampung.

Dampaknya, warga yang tinggal di daerah 3T ini harus menghadapi kesulitan untuk mendapat pasokan gas elpiji bersubsidi tersebut, ditambah lagi pasokan menjadi terbatas dan tingginya harga elpiji diatas HET (harga eceran tertinggi).

Seperti yang diungkapkan Safrudin, warga Pulau Sebesi, Desa Tejang, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, bahwa aturan larangan warung pengecer menjual gas elpiji 3 kilogram dirasa cukup memberatkan warga yang tinggal di daerah terpencil seperti dirinya dan warga lainnya di Pulau Sebesi.

“Keberatan kalau beli elpiji tidak boleh di warung pengecer dan harus ke agen atau pangkalan, karena agen atau pangkalan elpiji itu adanya di luar pulau,”kata Safrudin kepada teraslampung.com melalui panggilan WhatsApp, Kamis (6/2/2025).

Ia mengatakan, jika kondisi seperti ini, menunjukkan tantangan yang dihadapi masyarakat seperti dirinya dan warga lainnya yang tinggal didaerah terpencil di Pulau Sebesi untuk mendapatkan akses kebutuhan dasar elpiji, terutama dengan adanya perubahan kebijakan penyaluran elpiji tersebut.

Sementara, warga justru lebih sering membeli gas elpiji itu di warung pengecer ketimbang di agen atau pangkalan, lantaran jaraknya jauh dan harus keluar dari Pulau Sebesi menyeberangi laut ke daratan ke Dermaga Canti.

“Mayoritas warga memasak pakai elpiji. Selama ini warga yang tinggal disini (Pulau Sebesi), bergantung ke warung pengecer dekat rumah untuk beli gas elpiji “tabung melon” 3 Kg. Kami berharap, kebijakan larangan warung pengecer menjual gas elpiji itu segera dibatalkan oleh pemerintah,”kata dia.

Dikatakannya, harga elpiji “tabung melon” 3 kilogram di warung pengecer di tempat tinggalnya, dijual seharga Rp.27.000 dan Rp.28.000 per tabung.

“Masa iya cuma mau beli satu gas elpiji 3 Kg harus keluar pulau (daratan) menyeberang laut. Terus mau habis berapa biayanya, ongkos kapal ke Dermaga Canti Rp.27.000 dan belum lagi biaya ongkos ojeknya. Kalau seperti inikan, warga jadi tambah susah,”ungkapnya.

Akibat masalah pasokan gas elpiji ini, lanjutnya, jika stok di agen habis dan warung pengecer tidak dapat menjual gas elpiji, pastinya warga juga tidak akan mendapatkan pasokan gas elpiji tersebut.

“Kalau di agen atau pangkalan stok elpijinya banyak ya tentu tidak jadi masalah, tapi kalau nggak ada bagaimana? karena sudah jauh-jauh datang,”terangnya.

Ia menambahkan, warung pengecer yang menjual elpiji di tempat tinggalnya (Pulau Sebesi), dipasok dengan agen penyalur dari pulau terdekat dengan Gunung Anak Krakatau (GAK) dan agen yang berada tidak jauh dari Dermaga Canti. Biasanya, dalam seminggu sekali warung pengecer ini dipasok dengan agen penyalur.

“Agen penyalur berkeliling Pulau Sebesi memasok elpiji ke warung-warung pengecer. Beberapa hari belakangan ini memang, pasokan gas dari agen ke warung pengecer agak tersendat,”pungkasnya.

Secara geografis Pulau Sebesi, Desa Tejang, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan terletak di Selat Sunda atau wilayah Selatan perairan Lampung yang berdampingan dengan gunung berapi aktif yakni Gunung Anak Krakatau (GAK).

Untuk menuju ke wilayah Pulau Sebesi tersebut, warga harus menyeberangi laut menggunakan kapal melalui Dermaga Canti, Kecamatan Rajabasa dengan membutuhkan waktu kurang lebih selama dua jam.

Hal senada dikatakan Suhendra, Kepala Dusun (Kadus) Pulau Harimau, Desa Sumur, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Selatan mengaku jika kebijakan larangan warung pengecer jual elpiji 3 kilogram tentunya memberatkan bagi warga yang tinggal di daerah terpencil jika harus beli elpiji ke agen atau pangkalan yang jaraknya jauh.

“Kami warga yang tinggal di tempat terpencil, pastinya sangat keberatan kalau beli elpiji tidak boleh di warung pengecer dan harus ke agen atau pangkalan. Sementara agen atau pangkalan elpiji di Pulau Rimau tidak ada,”kata Hendra.

Jika harus beli elpiji itu di agen atau pangkalan, lanjutnya, maka harus keluar dari pulau menyeberangi laut dengan menumpang kapal menuju ke Dermaga Muara Pilu atau Dermaga Keramat dengan jarak tempuh sekitar 25 menit.

Harga elpiji di warung pengecer, Rp.27.000 dan Rp.28.000 per tabung. Kalu harus beli elpiji di agen yang ada diluar pulau, pastinya harus ada biaya tambahan lagi untuk ongkos kapal itu sebesar Rp.40.000.

“Harapannya, kebijakan larangan warung pengecer menjual elpiji tidak diberlakukan, agar warga tidak perlu jauh-jauh mendapat pasokan gas elpiji,”kata dia.

Tembus Hutan TNBBS dan Jalan Berlumpur Beli Gas Elpji 3 Kg

Begitu juga halnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah 3T lainnya, yakni di Pekon (Desa) Way Haru, Kecamatan Bengkunat, Kabupaten Pesisir Barat semakin merana dengan adanya kebijakan atau aturan baru yang melarang warung pengecer menjual gas elpiji 3 Kg.

Untuk bisa mendapatkan pasokan gas elpiji, warga desa setempat harus melalui medan yang berat atau ekstrem melintasi kawasan TNBBS (Taman Nasional Bukit Barisan Selatan) dengan jalan berlubang dan berlumpur, lantaran tidak bisa diakses dengan kendaraan roda empat dan sepeda motor standar.

Hadi, warga Pekon (Desa) Way Haru kepada teraslampung.com mengatakan, kondisi itu sebenarnya sudah dialami masyarakat di Pekon (Desa) tempat tinggalnya, sebelum adanya kabijakan larangan warung pengecer menjual gas elpiji subsidi 3 kilogram tersebut.

Diakuinya, selama ini warga mengandalkan warung pengecer untuk mendapat pasokan elpiji tersebut, karena di Pekon (Desa) Way Haru ini sendiri sama sekali tidak ada agen maupun pangkalan elpiji.

“Agen atau pangkalan elpiji itu adanya di Pasar Way Heni, dan jaraknya juga lumayan jauhnya dari kampung tempat tinggal kami,”kata Hadi.

Jarak antara Pekon Way Haru menuju Pasar Way Heni, kata Hadi, mencapai 20 kilometer lebih melalui jalan masuk di kawasan TNBBS (Taman Nasional Bukit Barisan Selatan), dengan kondisi jalan berlubang dan berlumpur sehingga sulit dan tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat (mobil) maupun sepeda motor standar.

“Untuk keluar dan masuk ke Pekon (Desa) Way Haru menggunakan gerobak sapi atau sepeda motor, tapi motornya juga yang sudah dimodivikasi untuk angkutan medan yang ekstrem. Jadi warga mengirim gas elpiji, ya itu pakai jasa gerobak dan ojek,”ungkapnya.

Dengan kondisi medan seperti itu, harga per tabung gas elpiji 3 kilogram melonjak hingga 3-4 kali lipat. Jadi sampai di Pekon (Desa) way Haru, harganya Rp.60.000 per tabung dan itu sudah termasuk dengan ongkosnya. Karena ongkos angkutnya, Rp.3.000 per kilogramnya.

“Harga itu bergantung dengan kondisi cuaca. Jika kondisi cuacanya musim panas (kemarau), harga gas elpiji 3 kilogram Rp.50.000. Tapi kalau kondisiya musim penghujan, bisa mencapai Rp.65.000 bahkan Rp.70.000 per tabungnya,”terangnya.

Menurutnya, kebijakan baru yang melarang warung pengecer menjual gas elpiji 3 kilogram, tentunya sangat memberatkan masyarakat karena pasokan juga menjadi terbatas, sehingga masyarakat akan kesulitan untuk mendapatkan gas elpiji bersubsidi tersebut.

“Kebijakan itu, pastinya memberatkanlah. Kami berharap, pemerintah bisa memperhatikan kesulitan masyarakat khususnya yang tinggal di daerah terpencil seperti kami ini,”harapnya.

Ia menambahkan, selain Pekon (Desa) Way Haru, ada tiga Pekon lainnya berdekatan dengan desanya yang juga termasuk sebagai daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) yakni Pekon Way Tiyas, Pekon Bandar Dalam dan Pekon Siring Gading.

“Untuk mencapai di empat Pekon (Desa) 3T ini, harus melalui jalan masuk di kawasan TNBBS dengan medan yang ekstrem berlumpur dan berlubang dan tidak bisa diakses oleh kendaraan,”pungkasnya.

Dari pantauan dan penelusuran teraslampung.com, gas elpiji “tabung melon” 3 kilogram bersubsidi yang dijual di warung eceran di beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dengan harga bervariatif dari harga Rp.24.000 hingga Rp.28.000. Bahkan ada juga yang dijual dengan harga tinggi, yakni Rp.34.000 dan Rp.35.000 per tabung.

Kegaduhan yang terjadi beberapa hari belakangan ini di Pulau Jawa terkait kebijakan kontroversial adanya larangan penjualan gas elpiji 3 kilogram di warung pengecer, tidak berpengaruh di Provinsi Lampung.

Hingga saat ini, tidak terlihat adanya antrean di jumlah agen atau pangkalan gas. Begitu juga di warung-warung pengecer yang menjual gas elpiji “tabung melon” 3 kilogram tersebut secara eceran.

Zainal Asikin / Teraslampung.com