BANDARLAMPUNG — Warga Pasir Gintung mengecam keras dan menolak terkait pemberitaan yang beredar di media dan tindakan yang dilakukan oleh PT. KAI. Berita yang tersebar tidaklah benar sesuai dengan fakta yang dilapangan. Berita yang beredar solah mengada-ngada tanpa ada konfirmasi kepada warga dan fakta sebenarnya. Bahwa tidak adanya penyerahan rumah pada tahun 2015 dari pemilik rumah a.n Hi. Suwandi. Bahwa kronologi yang terjadi di lapangan adalah :
- Bahwa pembongkaran awalnya dilakukan pada Pukul 09.15 WIB pada tanggal 3 Juni 2018 yang mulanya dilakukan oleh beberapa orang petugas PT.KAI.
- Bahwa proses pembongkaran yang dilakukan oleh petugas dari PT. KAI tersebut tanpa adanya komunikasi dan pemberitahuan kepada RT dan Kepala Lingkungan.
- Bahwa dengan adanya pembongkaran yang dilakukan oleh PT. KAI tanpa adanya pemberitahuan, hal tersebut memancing warga untuk berkumpul.
- Setelah warga berkumpul dan melihat pembongkaran akhirnya warga ikut membantu pembongkaran yang dilakukan oleh PT. KAI.
POSISI KASUS YANG TERJADI
LANDASAN GROONKART KLAIM PT.KAI
Groonkart adalah Peta yang dibuat pada saat Indonesia masih di Jajah oleh Belanda (Kompeni), dahulu dikelola oleh Staat Spoorwegen (SS) Perusahaan perkeretaapian Belanda. Sehingga setelah Indonesia Merdeka pada Tahun 17 Agustus 1945 maka Hak-Hak Barat (Hak Eigendom, Hak Erfpacht, dan Hak Opstal) telah dikonversi Kepemilikan nya menjadi kewenangan Pemerintah Indonesia yang telah Merdeka, Artinya setelah Indonesia Merdeka maka HAK-HAK BARAT TIDAK BERLAKU LAGI DI INDONESIA.
PENGATURAN SISTEM PERTANAHAN DI INDONESIA.
Indonesia telah Merdeka, sebagai Negara Hukum maka pengaturan Pertanahan di Indonesia diatur Dengan Ketentuan UU No. 05 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria dimana Hak Atas Tanah dijamin, diakui dan disahkan oleh Badan Pertanahan Nasional RI dengan mengkonversi HAK-HAK BARAT (Hak Eigendom Menjadi Hak Perseorangan menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM), Hak Erfpacht menjadi Hak Guna Usaha (HGU), dan Hak Opstal menjadi Hak Guna Bangunan (HGB), artinya Groonkart Peta yang dibuat zaman Belanda bukan Bukti Kepemilikan yang diakui dan dijamin oleh system Hukum Pertanahan di Indonesia.
- Dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebidjaksanaan Selandjutnja. Dalam Pasal 1 dinyatakan :
Hak penguasaan atas tanah Negara sebagai dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1953, jang diberikan kepada Departemen-departemen, Direktorat-direktorat dan Daerah daerah Swatantra sebelum berlakunja Peraturan ini sepandjang tanah-tanah tersebut hanja dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri dikonversi mendjadi hak pakai, sebagai dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria, jang berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan itu oleh instansi jang bersangkutan.
- Dalam Ketentuan Pasal 1 Kepres No 32 TAHUN 1979 TENTANG POKOK-POKOK KEBIJAKSANAAN DALAM RANGKA PEMBERIAN HAK BARU ATAS TANAH ASAL KONVERSI HAK-HAK BARAT diberikan Jangka Waktu selama 20 Tahun sejak berlakunya UU Pokok Agraria Tahun 1960, berikut Bunyi Pasalnya :
Pasal (1) Tanah Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai asal konversi hak Barat, jangka waktunya akan berakhir selambat-lambatnya pada tanggal 24 September 1980, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, pada saat berakhirnya hak yang bersangkutan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.
Artinya selama 20 Tahun sejak berlakunya UU Pokok Agraria, Pemerintah, BUMN atau Instansi yang akan menguasai Tanah Negara wajib mendaftarkan nya ke Kementrian Agraria (BPN) dan mendaftarkan nya ke Kementrian Keuangan RI agar dapat didaftarkan menjadi Aset Negara.
PT.KAI sampai saat ini tidak pernah mendaftarkan dan menguasai Tanah-tanah dan Perumahan yang telah dihuni Masyarakat sehingga masyarakat yang telah menghuni lahan dan perumahan tersebut berhak memilikinya berdasarkan ketentuan Pasal 24 Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah masyarakat yang menghuni dan mengelolanya selama lebih dari 20 tahun atau lebih tanpa sengketa dapat memilikinya.
DPD RI MENGELUARKAN SURAT NOMRO DN.860/260/DPDRI/VII/2017 TENTANG KOORDINASI RENCANA SERTIFIKASI LAHAN DI PINGGIR REL KERETA API DI BANDAR LAMPUNG
Atas pengaduan masyarkat terkait permasalahan lahan di sepanjang rel kereta api yang di klaim oleh PT. KAI. DPD RI menindak lanjuti hal tersebut yaitu bahwa foto copy peta tanah (groundcart) yang dijadikan dasar dokumen kalim PT. KAI sesungguhnya bukan merupakan alas hak bagi PT. KAI dalam mengkalim lahan-lahan yang sudah di tempati oleh warga sepanjang rel kereta api di Bandar Lampung selama 20 tahun lebih. Bahwa DPD RI sudah berkoordinasi dengan Kepala BPN Kota Bandar Lampung yang disepakati bahwa lahan-lahan yang sudah di tempati oleh warga masyarakat tersebut pada dasarnya dapat disertifikasi sesuai dengan UU Agraria no. 5/1960 sebagaimana amanat rapat pimpinan DPD I bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN RI.
KOMISI IV DPRD PROV.LAMPUNG MENGELUARKAN SURAT PENGHENTIAN SOSIALISASI, PENGUKURAN DAN PENARIKAN UANG SEWA OLEH PT.KAI.
Atas pengusiran dan pengutan uang sewa yang dilakukan oleh PT.KAI Tanjung Karang dan membuat resah dikarenakan melibatkan Oknum Kepolisian dan TNI Lampung sehingga Masyarakat mengadukan persoalan ini Ke Wakil Rakyat DPRD Prov.Lampung dan diagendakan Hearing pada Tanggal 05 Desember 2017 bertempat di Komisi IV DPRD Prov.Lampung dihadiri Oleh Masyarakat Pasir Gintung, Sawah Brebes, Lanuhan Ratu, Kota Baru, Garuntang dan masyarakat Bumi Waras.
DPRD Prov. Lampung mengeluarkan kebiajakan yang membela masyarakat dengan mengeluarkan surat No : 005/1953/III.I/2017 perihal : Penghentian sosialisasi, Pengukuran dan Penarikan Uang Sewa Oleh PT.KAI yang memuat :
- Bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas, agar pihak PT.KAI mengutamakan aspek persuasive dan menekan seminimal mungkin mengurangi terjadinya ketegangan dengan pihak masyarakat.
- Sambil menunggu keputusan dari pihak yang berwenang, kami sarankan untuk menghentikan, menunda dan menangguhkan terlebih dahulu pelaksanaan sosialisasi pengukuran dan penarikan uang sewa lahan kepada masyrakat pada areal yang disengketakan.
- Guna kelancaran proses negosiasi diharapkan saudara PT. KAI dapat memberikan copy bukti Groundkart yang telah di outentifikasi oleh pejabat yang berwenang kepada pihak LBH Bandar Lampung
Faktanya bahwa setelah dikeluarkan surat penghentian sosialisasi, Pengukuran dan Penarikan Uang Sewa Oleh PT.KAI yang dilakukan oleh DPRD Prov. Lampung, PT. KAI masih malakukan pengusiran terhadap 2 warga pasir gintung yang tinggal di Lokasi Jl. Manggis.
Berdasarkan hal-hal diatas maka dengan ini LBH Bandar Lampung menyatakan :
- Hentikan Sosialisasi, pengukuran dan pemungutan uang sewa yang dilakukan oleh PT.KAI Tanjung Karang.
- Hentikan kriminalisasi warga pasir gintung yang memperjuangkan lahan tempat tinggalnya
- Meminta kepada DPRD Provinsi Lampung untuk memanggil semua pihak yang terkait yaitu PT. KAI, Kapolda Lapung, Kapolresta Bandar Lampung, Kapolsek TKB, Danrem, Dandim, Pemerintah Daerah Provinsi Lampung, Bpk Gubernur Lampung, Wali Kota Bandar Lampung, dan BPN Lampung untuk menyelesaikan persoalan masyarakat agar mendapatkan Haknya secara Hukum.
Hormat Kami,
LBH Bandar Lampung
MUHAMAD ILYAS
Kadiv SIPOL LBH Bandar Lampung