TAJUK  

Lupakanlah WTP

Ilustrasi ©teraslampung.com
Bagikan/Suka/Tweet:

Sejak setahunan lalu media ini mengajak publik untuk jeli membaca fenomena pamer status laporan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang didapatkan pemerintah daerah dan lembaga pemerintah dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Bukan bermaksud melecehkan BPK, tetapi lebih karena WTP itu bukanlah prestasi yang layak dipamerkan. Apalagi dipamerkan dengan niat untuk menarik puja-puji dan kampanye dalam rangka pemilihan kepala daerah.

Kini, ketika auditor BPK terkena OTT KPK seolah kita baru sadar bahwa status WTP hanyalah biasa saja. Meskipun kasus OTT yang melibatkan auditor BPK dan pejabat Kemendes PDTT belum tuntas dan proses hukum kemungkinan masih panjang, kita bisa menyimpulkan bahwa patut diduga status WTP itu bisa dibeli. Ini sama halnya dengan heboh penghargaan Kota Adipura yang sempat membuat Walikota Bandarlampung Herman HN marah besar dan disusul dengan demontrasi di Jakarta. Kala itu juga berembus kencang dugaan penghargaan Kota Terbersih juga bisa dibeli. Bagaimana jual beli itu, hingga sekarang mak jelas.

Menurut Wikipedia, opini wajar tanpa pengecualian (biasa disingkat WTP) adalah opini audit yang akan diterbitkan jika laporan keuangan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material. Jika laporan keuangan diberikan opini jenis ini. Artinya, auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, perusahaan/pemerintah dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik, dan kalaupun ada kesalahan, kesalahannya dianggap tidak material dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan.

Bagi lembaga pemerintah atau lembaga publik yang dananya bersumber dari pemerintah — berarti memakai uang rakyat — opini WTP dari BPK penting. Sebab, dengan opini itu berarti pengelolaan keuangan di lembaga pemerintah atau lembaga publik itu beres. Setidaknya pelaporan keuangannya memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh BPK. Meski begitu, sejauh ini belum ada bukti sahih bahwa lembaga yang mendapatkan opini WTP benar-benar bebas dari korupsi.

Di sinilah WTP itu tidak perlu diagung-agungkan dan menjadi bahan jualan kampanye. Sebab, yang terpenting bukanlah status atau opini WTP. Yang lebih penting adalah apakah setiap sen uang negara sudah dialokasikan secara benar dan dapat dipertanggungjawankan. Yang lebih penting adalah apakah sebuah lembaga pemerintah atau lembaga publik sudah benar-benar tanpa ada korupsi.

Jika lembaga pemerintah atau lembaga publik korupsi — juga kolusi dan nepotisme — dalam pengelolaan keuangan masih merebak, maka lupakankah WTP. Berhentilah untuk membohongi mata melek publik.

Oyos Saroso H.N.