Manfaat Penyakit

Bagikan/Suka/Tweet:

Nusa Putra*

Semua kita ingin sehat. Terus sehat. Tanpa secuil pun penyakit. Karena penyakit itu sangat tidak mengenakkan. Apalagi sekarang, berobat sangat mahal. Sering makan obat juga berbahaya, sebab pada dasarnya obat itu adalah racun. Obat untuk darah tinggi misalnya, bila terlalu sering dikonsumsi, akan membawa akibat pada organ lain seperti jantung dan hati.

Penyakit juga membuat kita tidak nyaman dan tidak berdaya. Menghalangi atau mengganggu kewajiban kita untuk beribadah atau bekerja mencari rezeki. Penyakit juga kerap meninggalkan bekas yang menjadikan kita merasa kurang percaya diri atau kehilangan sebagian kekuatan. Pokoknya penyakit itu sangat tidak nyaman, dan sangat tidak kita inginkan. Itulah sebabnya kita selalu berusaha dan berdoa agar diberikan kesehatan jiwa raga.

Namun, adakah manusia yang bisa bebas dari penyakit? Rasanya tidak. Ada saja penyakit yang nyamperin kita, meski penyakit ringan seperti masuk angin atau gatel-gatel. Apalagi sekarang ini, makin sulit bagi kita menghindari penyakit. Lingkungan dan cuaca sering kali kurang bersahabat. Udara dan air yang makin tercemar serta beragam makanan dan minuman yang disusupi bahan-bahan kimia berbahaya. Kini dikenal istilah radikal bebas yang jika nyusup ke tubuh akan sangat berbahaya bagi kesehatan, bahkan nyawa.

Keadaan akan semakin buruk bila kita juga sangat sibuk dan berada di bawah tekanan pekerjaan. Kita akan mengalami stres. Berdasarkan penelitian, kini diketahui bahwa stres adalah pemicu dan pemacu berbagai penyakit berbahaya seperti kanker. Stres bisa menjadi
pemantik bagi meledaknya pembuluh darah yang berakibat stroke. Dengan demikian penyakit agaknya sama sekali tak memiliki nilai positif bagi manusia.

Apakah penyakit memiliki manfaat atau tidak, sangat tergantung pada bagaimana kita menyikapinya. Dalam Islam misalnya ada ajaran yang menyatakan sikap sabar menghadapi penyakit bisa menambah pahala. Penyakit juga bisa mengurangi dosa. Jadi, ketabahsabaran saat penyakit menggerogoti kita rupanya bisa memiliki nilai tambah. Dalam kaitan ini kita bisa memahami mengapa Nabi Ayub menderita penyakit menahun. Penyakit itu juga ternyata menjadi ujian dan cobaan bukan saja bagi Nabi Ayub, juga bagi orang di sekitarnya. Apakah mereka sabar dan setia. Meski penyakit itu sangat tidak menyenangkan dan amat menyiksa, namun bila dihadapi dengan sabar dan positif bisa memicu pendakian spiritual.

Bagi  yang sehat, kesadaran akan penyakit bisa mendorong agar  berhati-hati, menjaga makanan, kebersihan dan membiasakan hidup sehat. Menjaga agar terdapat keselarasan antara kerja dan istirahat.

Kekhawatiran pada serangan jantung atau terkena stroke bisa
mendorong atau memaksa kita untuk menjaga makanan terutama yang mengandung kolesterol negatif dan rajin berolah raga. Ketidaksudian  terhadap penyakit diabetes akan memotivasi kita untuk menjaga makanan dan minuman yang mengandung gula.

Apalagi tatkala  sadar bahwa orang tua atau kakek nenek  memiliki penyakit yang dapat diturunkan, semestinya kita sangat hati-hati untuk menjaga diri agar tetap dalam keadaan sehat. Maknanya, kesadaran akan penyakit merupakan langkah awal yang penting untuk menjaga kesehatan secara disiplin dan konsisten.

Bila sedang sakit, kita biasanya baru menyadari keadaan tubuh dan diri dengan cara yang lebih mendalam. Inilah aku dan badanku, sedang tak berdaya. Dalam keadaan sakit biasanya kita baru menyadari betapa selama ini kita telah menyiksa dan menzalimi tubuh dengan pekerjaan yang melampaui batas. Kita seakan dihentakkan dengan kasar bahwa dalam rentang waktu yang panjang kita telah seringkali memaksakan diri untuk memenuhi berbagai target yang sebenarnya tidak layak dikejar. Sakit memaksa kita untuk istirahat dan merenungkan semua kegiatan dan beragam target yang selama ini ternyata telah meremukkan tubuh dan kemanusiaan kita. Penyakit seringkali menyadarkan bahwa selama ini kita adalah orang yang lara karena diatur oleh beragam kuasa yang tidak peduli pada batas-batas kemanusiaan kita.

Penyakit bagai lampu merah bagi orang yang sedang ngebut mengejar waktu yang tak bertepi. Suka atau tidak harus berhenti dan memberi kesempatan pada orang lain untuk melintas. Lampu merah mestinya membuat kita menyadari berapa kecepatan yang tadi kita pacu, kecepatan yang bisa mengantarkan kita ke liang lahat dengan cara yang tragis.

Penyakit memberi kita kejutan, laksana secara tak sengaja menggigit lengkuas yang  dikira daging saat sedang asyik menikmati kare kambing. Gigitan itu mestinya menyadarkan kita bahwa kare kambing yang nikmat ini bisa jadi pemicu sejumlah serangan mendadak penyakit bagi tubuh yang rentan ini. Itulah fungsi hakiki penyakit, mengingatkan dengan cara yang tak menyenangkan bahwa sebagai manusia melekat dalam kemanusiaan kita sejumlah keterbatasan yang memang harus kita terima dengan mengembangkan sikap hati-hati. Sebagai manusia kita memang lemah dan rentan. Kita jarang mengingat dan menyadari fakta ini bila sedang tenggelam dalam pekerjaan. Penyakit membantu kita untuk menyadarinya.

Bila mengidap penyakit seperti diabetes atau darah tinggi. Penyakit itu dapat menjadi semacam satpam bagi kita untuk mengembangkan sikap hati-hati dan waspada. Penyakit yang melekat ini senantiasa menjaga kita agar sangat hati-hati dalam segala hal tentang penyakit dan kesehatan. Itulah sebabnya orang yang memiliki penyakit tertentu seringkali berumur panjang dalam keadaan yang relatif lebih baik dibanding orang yang selama ini merasa sehat terus dan tiba-tiba kolaps, tersungkur tak berdaya secara mendadak sontak mendapat serangan jantung atau stroke.

* Dr. Nusa Putra, S.Fil adalah dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Tulisan-tulisan inspirasi Nusa Putra bisa dibaca di http://paknusa.blogspot.com/