Oyos Saroso HN/Teraslampung.com
DESA Way Panas barangkali hanya sebuah noktah di peta Kabupaten Tanggamus, Lampung. Meskipun sudah berdiri sejak 19 Agustus 1930dan kini berpenduduk 1.300-an kepala keluarga, Desa Way Panas nyaris tanpa sentuhan pembangunan oleh Pemerintah Kabupaten Tanggamus.
Puluhan tahun sebagai desa definitif di wilayah perbatasan Kecamatan Wonosobo dengan Kecamatan Kotaagung, baru beberapa tahun terakhir desa itu memiliki balai pekon (balai desa). Itu pun bukan karena kebaikan hati Pemkab Tanggamus, tetapi karena semangat gotong royong warga desa untuk iuran Rp 250 ribu/kepala keluarga.
Semangat kegotongroyongan itulah tampaknya yang membuat desa ini tetap eksis. Semangat gotong royong pula yang membuat Desa Way Panas kita memiliki balai kesehatan dan Taman Pendidikan Al Quran (TPA).
Kepala Pekon (Desa) Way Panas, Idham Kholid, menuturkan semangat gotong royong yang dimiliki warganya sudah berawal sejak pertama kali desa itu dibuka dan dibangun oleh tiga orang dari Sumatera Selatan dan satu orang dari Tulangbawang, Lampung. Tiga pria dari Sumatera Selatan yang membuka Desa Way Panas adalah Kurung Jeli Panglima, Adam, dan Saikin. Sedangkan prila asal Tulangbawang adalah Sehaya Raja Alam.
Idham Kholid, Kepala Pekon Way Panas. (Foto Supriyanto) |
Masuk ke wilayah Way Panas pada awal 1930-an, mereka berempat awalnya membuka kebun kopi. Anak keturunan mereka kemudian beranak pinak di desa itu. Bersamaan dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan kebun kopi dan cokelat, warga dari wilayah lain pun turut mewarnai Desa Way Panas.
“Komposinya sekarang justru pendatang asal Jawa Barat lebih dominan dibanding suku Lampung asli. Mereka yang berasal dari tanah Sunda ada 40 persen, 50 persen dari Sumatera Selatan, dan sisanya asli Lampung dan pendatang dari Jawa Tengah,” kata kepala desa yang lulusan Sekolah Pendidikan Olahraga (SGO) pada tahun 1989 itu, Minggu siang (5/7/2015).
Idham Kholid mengaku, meskipun orang Lampung minoritas, selama ini tidak pernah ada gesekan antarwarga yang dilatarbelakangi masalah suku. Warga desa rukun dan selalu kompak jika diajak gotong royong, Yang membanggakan, kata Idham Kholid, kecuali dalam hal bahasa, warga suku tertentu tidak mau menonjolkan adat istidiatnya dominan dibanding suku lain.
Puskesmas yang dibangun secara swadana oleh warga Way Panas |
“Kalau acara pernikahan, adat yang dipakai adalah tata cara nasional. Tidak memakai adat Sumsel, Sunda, Lampung atau Jawa. Soal bahasa, kami saling belajar. Semua warga desa yang berasal dari Sunda bisa berbahasa Lampung. Sebaliknya, warga Lampung asli sedikit-sedikit bisa berbahasa Sunda,” kata Kholid.
Tentang desa yang nyaris tanpa sentuhan Pemkab Tanggamus, Idham Kholid tidak mau berkomentar. Namun, seorang warga Desa Way Panas membeberkan rahasia desanya nyaris terkucil karena selama ini ditinggalkan Bupati Bambang Kurniawan.
“Warga kampung kami mungkin dinilai menjadi pendukung Fauzan Sya’ie, saingan Bambang Kurniaan pada pilkada beberapa tahun lalu. Makanya, jalan desa yang pernah dirintis pembangunannya oleh Pak Fauzan tidak dilanjutkan oleh Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan. Bapak bisa lihat sendiri bagaimana rusaknya jalan menuju kampung kami,” kata warga.
SD Negeri Way Panas, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus. |
Menurut warga Desa Way Panas itu, banyak penduduk di kampungnya mendukung Fauzan Sya’ie pada Pilkada hampir sepuluh tahun lalu karena ketika Fauzan menjadi Bupati Tanggamus telah berbaik hati membangun jalan desa.
“Bahkan Pak Fauzan yang memimpin langsung pembangunan jalan, Dia menggulung celana panjangnya sambil memimpin warga desa memasang batu-batu kali,” katanya.
Idham Kholid mengaku sebenarnya dirinya berharap juga disambangi para mahasiswa yang sedang mengadakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Namun, kata dia, harapan itu hingga kini masih menjadi mimpi.
“Sejak dulu hingga sekarang belum pernah ada mahasiswa KKN di desa kami,” katanya.
BACA JUGA: Sumber Air Panas, Kekayaan Desa Way Panas yang Belum Dieksplorasi