Aryanto Yusuf
Kegiatan “Be Smart” SMPN 17 Bandarlampung |
Hanya dua pihak yang mengetahui detail pengelolaan dana bantuan operasional sekolah di sekolah, yakni kepala sekolah dan Tuhan. Demikian keluhan orangtua murid, guru, dan bahkan wakil kepala sekolah yang disampaikan kepada Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait dengan ketertutupan pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) di sekolah. Pertanyaan mengapa masih ada pungutan sekolah dan berapa anggaran pembelian buku pelajaran sering tidak terjawab.
UUD 1945 secara tegas telah mengamanatkan tanggung jawab pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia tanpa pengecualian, keadilan akan hak mendapatkan pendidikan harusnya bisa dirasakan oleh seluruh warga negara namun faktanya masih banyak anak bangsa yang belum mendapatkan hak pendidikan dengan sewajarnya dengan segala argumentasi dan alasan yang dikemukakan oleh pemerintah sebagai pengelola kepentingan umum di negara ini.
Salah satu bentuk pertanggungjawaban pemerintah untuk perduli pada urusan pendidikan adalah dengan alokasi 20 % dana pendidikan di APBN dan APBD walaupun kenyataan anggaran sampai saat ini bisa di perdebatkan, apakah benar 20% itu benar-benar sudah terpakai untuk operasional belajar mengajar (KBM) atau anggaran tersebut sudah termasuk anggaran rutin, kenyataannya justru 20 % anggaran tersebut didominasi justru oleh belanja rutin yang tidak ada hubungannya secara langsung dengan kegiatan belajar dan mengajar (KBM).
Naiknya anggaran BOS tidak lepas dari tanggung jawab negara sesuai amanat pembukaan UUD 1945 “mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum”.
Maka, Depdiknas memiliki banyak program untuk pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan seperti BOS. Dalam Pasal 34 (Ayat 2) UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Ditegaskan lagi dalam ayat (3), Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Belum optimalnya penggunaan dana pendidikan termasuk BOS dan masih banyaknya terjadi pelanggaran juknis dana BOS baik di sengaja untuk di korupsi atau tidak disengaja karena lemahnya pengetahuan SDM pengelola dana BOS di sekolah-sekolah adalag bentuk nyata perlu ada evaluasi, pemantauan, dan pendampingan (asistensi) kepada sekolah – sekolah SD dan SMP penerima dana BOS agar bisa mengelola dana BOS dengan baik sesuai juknis dan berdaya manfaat jelas untuk kepentingan peserta didik.
Lemahnya sistem pengawasan dan pengontrolan menjadikan siapa pun wajib dan harus melaporkan bila gejala penyimpangan terjadi. Oleh karena itu pemeriksaan aliran BOS oleh tim monitoring dan evaluasi (Monev) jangan hanya sekali. Perlu kebijakan inspeksi mendadak (sidak) sebab kebiasaan Monev sering bisa dibaca oleh pelaku pelaksana pendidikan. Publikasi online service sebagai kebutuhan dengan proaktif “pengawalan” bisa dilakukan melalui berbagai media (papan pengumuman, media cetak, audio dan televisi) serta dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara luas, dalam hal ini adalah dengan memberdayakan semaksimal mungkin keterlibatan partisipasi masyarakat warga pendidikan yaitu komite sekolah dan orang tua murid.
Maka, demi meyelamatkan BOS, pemerintah daerah, institusi pendidikan bersama masyarakatnya harus proaktif, bertanggung jawab dalam pengelolaan melalui pengawasan (monitoring). Bila diketahui ada penyimpangan segera lapor kepada aparat berwenang atau langsung ke KPK yang sudah bermitra dengan Depdiknas. Sebab KPK akan menggunakan sistem online real time, supaya masyarakat dapat memantau aliran dana BOS secara langsung. Oknum penilap dana, segera dipublikasikan bila terbukti bersalah berdasar keputusan tetap pengadilan.
Salah satu penyebab utama maraknya penyelewengan dana BOS adalah minimnya partisipasi dan transparansi publik dalam pengelolaannya. Pengelolaan dana BOS selama ini mutlak dalam kendali kepsek tanpa keterlibatan warga sekolah, seperti orangtua murid, komite sekolah, guru, dan masyarakat sekitar sekolah. Partisipasi warga sekolah dibatasi hanya dalam urusan pembayaran uang sekolah.
Di luar urusan tersebut, warga sekolah tidak boleh ikut campur. Pemahaman pihak sekolah dan dinas pendidikan atas partisipasi publik ini perlu diluruskan. Partisipasi publik merupakan syarat mutlak untuk menekan kebocoran dana pendidikan. Partisipasi publik harus senantiasa dimunculkan, bahkan dilembagakan, sampai pada tingkat pengambilan keputusan kebijakan strategis sekolah. Warga sekolah seharusnya berperan menentukan kondisi masa depan sekolah lima atau sepuluh tahun mendatang. Oleh karena itu, mereka juga didorong untuk terlibat merumuskan kebijakan sekolah mulai perencanaan, pengalokasian, sampai pengelolaan anggaran sekolah.
Mengapa Masyarakat Harus Berpartisipasi?
Warga sekolah seharusnya berperan menentukan kondisi masa depan sekolah lima atau sepuluh tahun mendatang. Oleh karena itu, mereka juga didorong untuk terlibat merumuskan kebijakan sekolah mulai perencanaan, pengalokasian, sampai pengelolaan anggaran sekolah. warga sekolah dapat mencermati pengelolaan dana sekolah lebih dalam. Warga sekolah dapat melihat seluruh dokumen pencatatan dan pelaporan keuangan sekolah. Hal ini dimungkinkan karena Komisi Informasi Publik (KPI) telah memutuskan dokumen SPJ dana BOS adalah dokumen terbuka sepanjang telah diperiksa oleh lembaga pemeriksa dan disampaikan kepada lembaga perwakilan.
Partisipasi dan keterbukaan informasi publik akan menguntungkan sekolah. Selain dapat menekan kebocoran anggaran, pihak sekolah juga dapat mengajak orangtua murid untuk menghimpun dan mengerahkan sumber daya untuk menutupi kekurangan sekolah dan meningkatkan mutu pendidikan. Melalui TAP BOS orang tua, guru, dan masyarakat berhak mengetahui apa dana itu dikelola dengan baik sesuai dengan peruntukannya dalam rangka peningkatan mutu pendidikan Tapi nyatanya hanya sedikit sekali orang tua siswa yang memahami apa itu dana BOS dan bagaimana mengawasi penggunaannya. Untuk mewujudkan TAP program BOS Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah (RKAS) yang disusun oleh pengelola BOS, dewan Guru dan komite sekolah, harus dipublikasikan kepada masyarakat melalui media pemberitahuan yang ada disekolah.
Dalam RKAS tertuang prioritas anggaran sekolah selama satu tahun ajaran, dan apa saja peruntukan dana dari tiga sumber utama keuangan sekolah, baik itu BOS, APBD, maupun sumbangan sukarela orang tua siswa (dana komite). Publik, terutama warga sekolah, dapat memanfaatkan putusan ini guna mendapatkan informasi pengelolaan dana sekolah. Mereka juga dapat menggunakan putusan ini untuk menilai apakah penggunaan dana sekolah sudah wajar atau tidak.
Deskripsi Kegiatan Pemantauan
Hasil dari kajian dan diskusi yang cukup lama, akhirnya diputuskan salah satu SMP yang menerima dana BOS akan dipantau yaitu SMP Negeri 17 Bandarlampung, SMP Negeri 17 ini dipilih dengan beberapa pertimbangan. Antara lain secara kualitas SMP Negeri 17 adalah salah satu SMP yang cukup berpotensi untuk menjadi salah satu sekolah bermutu. Pertimbangan lainnya adalah manajemen sekolah ini cukup baik dan terbuka dengan masukan dari publik luar sekolah, ada beberapa dewan guru dan anggota komite yang secara langsung bisa ikut terlibat dalam semua kegiatan di sekolah ini. secara umum SMP 17 ini adalah sekolah dengan fasilitas yang cukup baik namun di dominasi oleh mayoritas siswa yang berasal dari keluarga miskin.
Proses pemantauan telah dilakukan beberapa kali, dimulai dari proses perkenalan dan penjelasan sampai pada proses permintaan dan kolekting data dan semua berjalan dengan baik, pihak SMP 17 cukup menerima dengan baik dan ramah kedatangan pemantau dan respon positif untuk mau mendukung pelaksanaan program pemantauan dan asistensi pengelolaan dana BOS oleh pihak luar sesuai dengan ketentuan Juknis BOS tahun 2010.
Bentuk respons positif dari SMP 17 adalah adanya kesediaan dari pihak sekolah untuk secara mudah mau menyerahkan data–data terkait dana BOS dan data sekolah lainnya kepada pihak pemantau sehingga kebutuhan data bisa terpenuhi selain itu pihak sekolah juga mau terlibat dalam beberapa proses kegiatan yang dilakukan.
Responden yang diminta memberikan informasi oleh pemantau juga secara terbuka dan jujur mau memberikan keterangan dan informasi yang dibutuhkan pemantau melalui wawancara dan quisoner. secara umum tidak ditemukan kendala berarti dalam proses pemantauan di SMP 17, kondisi ini bisa di jelaskan karena adanya kepercayaan dari pihak sekolah kepada pemantau, hubungan komunikasi yang baik dan telah terjalin memudahkan proses pemantauan dan pengumpulan data.
Dari proses pemantauan dan komunikasi yang telah dilakukan, didapatkan beberapa data dan informasi terkait dana BOS. Informasi yang di dapat melalui proses wawancara dan quisioner adalah informasi dari kepala sekolah, bendahara sekolah, ketua Komite sekolah, dan beberapa wali murid (3 wali murid) dari masing-masing tingkatan kelas, yaitu kelas 7 – 9.
Sementara data sekunder yang didapat sesuai dengan surat permintaan data yang diajukan oleh pemantau termasuk beberapa data pendukung lainnya seperti profil sekolah dan lain-lain, data tersebut telah di kumpulkan di secretariat KoAK.
Kesimpulan dan Saran
Secara umum pemantauan yang dilakukan belum bisa dikatakan telah mampu mengubah paradigma pengelolaan dana BOS di sekolah. Sebab, waktu dan intensitas pemantauan cukup pendek. Perlu ada pendampingan dan asistensi lebih lanjut dengan waktu yang panjang serta dengan membangun pelibatan partisipasi wali murid secara kelembagaan sehingga pemantauan dalam bentuk pengawasan bisa berlangsung secara lebih kontinu.
Pelibatan siswa di level sekolah SMP juga perlu dilakukan sehingga para siswa SMP minimal bisa mengetahui fasilitas dan hak pendidikan yang mereka terima selama ini. Dengan begitu, bisa memicu dan membangun sikap kritis siswa sejak dini untuk lebih bertangggungjawab dengan masa depan pendidikannya dan masa depan sekolah yang lebih bervisi dan sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945, mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun, meskipun singkat efek yang didapat adalah pihak sekolah sebagai pengelola dana BOS mengetahui bahwa ada pihak luar yaitu masyarakat sipil yang juga konsen terhadap penyelenggaran pendidikan baik dari sisi mutu pendidikan maupun dari sisi penganggaran pendidikan, pihak sekolah sebagai pengelola dana BOS harus berpikir ulang jika hendak menyalahgunakan dana BOS untuk kepentingan di luar pendidikan atau melanggar aturan dan Juknis dana BOS.
Berkaitan dengan itu, kiranya perlu adanya rencana tindak lanjut dengan waktu yang cukup agar kegiatan ini berdaya guna lebih maksimal dan mampu memberikan efek yang baik bagi pihak sekolah sebagai pengelola dana BOS.
Dengan adanya panduan dan tols pemantauan yang lebih efektif, efisien, tepat, dan mampu mengidentifikasi aktor-aktor utama yang paling berpotensi menyalahgunakan dana BOS, pemantauan dana BOS akan berjalan lebih efektif. Dengan cara itu pula pihak sekolah akan mendapatkan dampak positifnya, yaitu dengan adanya pengelolaan dana BOS yang lebih profesional dan transparan.