Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin pada acara Sarasehan Penganngulangan Radikalisme Berbasis Agama di Serang, Banten, Selasa. (dok Keementerian Agama). |
SERANG, Teraslampung,com — Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin mengatakan, tidak ada penafsiran agama yang tunggal dan justru sering beragam. Agama berasal dari Yang Mahasempurna.
“Sesuatu yang sempurna itu tidak mungkin bisa ditangkap secara sempurna pula oleh manusia yang sarat akan keterbatasan,” kata Menag saat memberikan sambutan sekaligus membuka Sarasehan tentang Penanggulangan Radikalisme Berbasis Agama di Provinsi Banten, Serang, Selasa (16/12).
Hadir dalam kesempatan ini, Dirjen Bimas Islam Machasin, Sesditjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin, Kakanwil Banten Moh Agus Salim, Ketua MUI Banten KH Romly, Rektor IAIN Banten Syibli Sarjaya, para Kakandepag, Kepala KUA, dan penyuluh agama.
“Karena kita terbatas. Justru karena keterbatasan yang ada pada diri kitalah diciptakan perbedaan agar antara satu dengan yang lain bisa saling mengisi sehingga kekurangan yang satu bisa dilengkapi kelebihan yang lain dan sebaliknya. Disitulah kelebihan dari perbedaan,” tegas Menag.
Menag menyayangkan munculnya fenomena kekinian yang sering memaksakan suatu penafsiran sebaga yang paling benar dan lainnya adalah salah. Menurutnya, fenomena yang kemudian disebut dengan radikalisme itu muncul menyertai era globalisasi.
“Dulu kita tidak menjumpai sesama muslim saling menumpahkan darah hanya karena perbedaan pemahaman, perbedan kita dalam menafsirkan ayat al Quran. Dan itu terjadi sekarang seperti terjadi di Suriah dan Irak. Hanya karena beda madzhab saling bunuh antara satu dengan yang lain,” terang Menag.
Hal seperti itu, lanjut Menag, tidak menutup kemungkinan terjadi di masyarakat kita, karena agama memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menggerakan orang. “Bagaimana menyikapi perbedaan inilah yang menjadi tantangan kita,” katanya sambil mengingatkan tentang pentingnya toleransi.
Jika masyarakat tidak mempunyai toleransi dalm menyikapi perbedaan, maka kata Menag bangsa ini akan mengalami ancamana disintegrasi yang luar biasa. Untuk itu, yang diperlukan ke depan adalah bagaimana masyaraka Indonesia bisa hidup bertoleransi dan saling menghargai dalam menyikapi perbedaan. “Toleransi bukan saling meleburkan diri di antra yang berbeda, tapi cukup saling menghormati dan menghargai,” tambahnya.
Menag menambahkan bahwa melalui kegiatan ini, Kemenag ingin mendapat masukan dari seluruh peserta tentang bagaimana memberikan pemahaman agama yang lebih moderat. Bukan agama dalam pengertian formal yang seringkali memunculkan perbedaan.
Sebelumnya, Dirjen Bimas Islam Machasin mengatakan bahwa Kementerian Agama merasa bertanggung jawab untuk ikut bersama-sama dengan masyarakat dalam menanggulangi paham radikalisme yang tidak hanya merugikan masyarakat, tapi juga Islam dan Indonesia. Menurut Machasin, sekarang ini ada pemahaman yang keliru tentang Islam dan karenanya sarasehan ini dilakukan.