Menari Bersama Anak-anak Berkebutuhan Khusus

Bagikan/Suka/Tweet:
Oleh Yuli
Nugrahani*
Penampilan difabel pada ajang Consultation of Peace and Reconsiliation in Asia Today di Lat Krabang, Bangkok, 6 – 12 April 2015. (Ist)
Tahun ini aku
mendapat kesempatan untuk menghadiri pertemuan Consultation of Peace and
Reconsiliation in Asia Today di Lat Krabang, Bangkok, 6 – 12 April 2015.
Pertemuan ini dihadiri oleh 40 orang perwakilan negara-negara seAsia dan
diselenggarakan oleh Office of Human Development (OHD) Federation of Asean
Bishop’s Conference (FABC). Dari Indonesia selain aku yang mewakili Komisi
Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKP-PMP) Bishop’s Conference
of Indonesia, juga hadir Sri Palupi dari Ecosoc Rights Institute.
Pertemuan ini
menarik bagiku karena beberapa alasan. Pertama, aku bertemu dengan orang-orang dari
berbagai negara yang sudah pernah bertemu denganku sebelumnya dalam jaringan justice
and peace workers seAsia. Pertemuan ini menjadi sarana untuk merekatkan
persahabatan antar negara tidak secara resmi kenegaraan, tapi lewat jaringan
dan simpul non pemerintah. Ya, para peserta memang berasal dari
organisasi-organisasi non pemerintah khususnya yang berbasis dalam Gereja
Katolik.
Alasan kedua,
setiap negara yang hadir mempunyai kesempatan untuk menyampaikan
masalah-masalah keadilan dan perdamaian serta bagaimana alternatif pemecahannya
lewat jaringan ini. Ini kesempatan menarik untuk menceritakan dan mendengar
permasalahan-permasalahan spesifik yang terjadi pada negara-negara di Asia.
Pada bagian akhir pertemuan ada rangkuman dari seluruh pertemuan sehingga kita
melihat juga bagian-bagian yang sama-sama dialami oleh tiap negara di Asia.
Alasan ketiga mengapa
pertemuan ini menjadi sangat menarik bagiku adalah tempat pertemuannya di
Camillian Pastoral Care Center (CPCC). Alasan ketiga inilah yang membuatku
ingin menulis artikel ini. Terletak di Lat Krabang, sekitar 30 menit perjalanan
dari Bandara Svarnabhumi Bangkok, tempat ini sudah memikat hatiku sejak pertama
kali mendatanginya sekitar tiga tahun yang lalu.
Jika pada
kesempatan pertama dulu aku tidak punya banyak waktu untuk untuk
menjelajahinya, pada kunjunganku yang kedua ini, aku mempunyai banyak waktu
untuk mengulik lebih jauh tentang tempat ini. CPCC terletak di jalan
Luangphang, Kumthong, Lat Krabang. Daerah pinggiran yang dekat dengan Bangkok
tapi tidak terlalu dekat dengan ibu kota Thailand itu. Cukup ramai, tapi tidak
seramai Bangkok.
Tempat
pertemuan adalah salah satu gedung yang dikelola oleh CPCC sebagai salah satu
badan usahanya. CPCC adalah sebuah yayasan yang dikelola oleh para pastur
Camillian yang memberikan perhatian dan pendidikan pada anak-anak berkebutuhan
khusus (diffable/dissable) seperti penyandang cacat fisik maupun mental, yatim
piatu, terlantar dan yang hidup dengan HIV/AIDS. CPCC menawarkan
berbagai macam kegiatan untuk program pendidikan, rehabilitasi fisik,
meditasi, pelatihan keterampilan dasar hidup sehari-hari, kegiatan sosialisasi, terapi seni, hidroterapi, pelatihan ketrampilan dan kegiatan terapi lainnya.
Mereka ada yang tinggal di CPCC ada juga yang pulang ke
keluarga mereka jika rumahnya berada dalam distrik yang dekat dengan lokasi
CPCC.
Detail-detail
dari tempat ini cepat sekali menarik perhatian karena seluruh rancangan
bangunan yang begitu manusiawi dan ramah pada semua orang khususnya untuk
anak-anak kebutuhan khusus. Walaupun gedung pertemuan terpisah dengan gedung
untuk perawatan dan pembinaan mereka, gedung pertemuan ini pun menjadi gedung
yang leluasa dijejalahi oleh anak-anak berkebutuhan khusus itu karena seluruh
fasilitasnya yang mudah untuk diakses oleh mereka semua.
Contohnya, saat
aku baru tiba, turun dari taksi bandara, sopir menghentikan mobil persis di
teras depan. Aku tidak kesulitan untuk membawa koperku karena di samping
tangga, ada jalan landai melingkar yang bisa kupakai untuk menyeret koper.
Karena cukup landai, anak-anak dengan kursi roda pasti dengan mudah dapat naik
atau turun melaluinya.
Setelah
resepsionis menunjukkan kamar dan memberikan kunci kamar, aku naik ke lantai 3
dengan lift. Lift dilengkapi huruf Braille di bawah tombol-tombol angka. Selain
itu juga dilengkapi dengan suara, sehingga mereka yang tidak bisa melihat
dengan mudah dapat  menemukan lantai mana
yang dituju.
Kamar yang aku
pakai sama dengan kamar-kamar lain dalam gedung itu. Ruangan-ruangan yang luas
yang memudahkan mereka bergerak dalam kursi roda atau alat bantu lain. Setiap
kamar terdapat meja, lemari dan dua tempat tidur dengan jarak satu sama lain
cukup lebar untuk memudahkan gerak anak-anak atau orang yang berkebutuhan
khusus.
Setiap kamar
mandi juga dilengkapi kursi plastik bagi mereka. Jadi, mereka bisa berpindah ke
kursi plastik dan mandi dengan seluruh fasilitas yang ada. Di dinding juga
dipasang pegangan-pegangan besi untuk membantu mereka bergerak dengan lebih
mudah dan mandiri.
“Mereka itulah
yang memiliki tempat ini,” ujar seorang pendamping anak celebral palsy (CP)
ketika melihatku tengah kagum dengan lempeng-lempeng besi pada bagian pintu
yang tidak rata. Lempeng-lempeng itu membuat tidak ada lagi ketakutan anak-anak
yang menggunakan kursi roda akan terguling karena perbedaan tinggi lantai.
Mereka dapat dengan mudah melewati pintu dengan kursi rodanya.
Sebagian besar
dari anak-anak yang dibina dalam CPCC berasal dari keluarga-keluarga tidak
mampu. Sebagian dari mereka tinggal dalam rumah besar CPCC sebagai satu
keluarga. Satu sama lain mempunyai relasi sebagai kakak adik yang saling membantu
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan harian.
“Kalung ini
harganya 200 bath. Kami membuatnya sendiri.” Ujar seorang anak dalam bahasa
Inggris terbata-bata menawarkan sebuah kalung terbuat dari kulit kerang. Kalung
yang bagus itu kuambil, dan mereka berseri-seri menerima uang pembeliannya. Ya,
itu salah satu cara mereka mendapatkan dana selain dari para donatur, lembaga funding
maupun dari pemerintah setempat.
Pada malam
terakhir pertemuan OHD, mereka diundang untuk hadir bergabung dengan peserta
pertemuan. Mereka rupanya sudah berlatih keras untuk menampilkan pentas yang
menarik. Tarian, lagu dan juga melukis dalam iringan musik.
Pada satu
kesempatan, anak-anak yang luar biasa itu membawakan tari tradisional Thailand
yang sederhana dan indah. Jangan bayangkan gerak tari itu sama dengan para
penari lain. Mereka memiliki gerak dan ekspresi yang unik, berbeda dari orang
kebanyakan. Aku tahu mereka telah bekerja sangat keras untuk gerakan-gerakan
itu. Gerakan-gerakan yang mengajak semua orang untuk ikut menari. Serta merta
hal itu menimbulkan rasa haru membayangkan mereka telah berusaha mengalirkan
diri mereka lewat seni.
Hatiku, otakku,
dan tubuhku ikut menari bersama mereka. Aku ingat banyak  manusia-manusia lain di Indonesia maupun di
negara lain di dunia tidak mempunyai kesempatan seindah mereka mendapatkan
fasilitas pendidikan dan perkembangan. Mereka memiliki kebutuhan khusus yang
perlu diperhatikan untuk mengembangkan dirinya, tapi siapa yang tidak? Setiap
manusia memiliki kebutuhan khusus yang harus dihormati dalam kehidupan maupun
pendidikan supaya berkembang sesuai dengan kekhasannya masing-masing. ***
(Ditulis
menjelang Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2015)


* penyair, cerpenis, dan pekerja sosial