TERASLAMPUNG.COM — Perayaan HUT Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) kali ini berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Selain dimeriahkan dengan Car Free Day, HUT AMAN juga dihadiri Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo, di Jakarta, Minggu (7/8).
Terlihat di kemeriahan acara itu tokoh demokrasi-budayawan Wimar Witoelar. Wimar duduk di kursi roda dan didorong oleh Mendes Eko Putro Sandjojo.
Menteri Eko Putro Sandjojo mengatakan, Indonesia kaya dengan aneka adat dan budaya. Sebab itu, kata Eko, masyarakat adat harus sejahtera secara ekonomi, agar adat dan budaya dapat terus dilestarikan.
“Kementerian Desa sudah membentuk Pokja (Kelompok Kerja) masyarakat sipil yang memiliki mandat penguatan masyarakat adat. Selain itu, kita juga menggalakkan one village one product (satu desa satu produk) agar masyarakat adat di desa dapat mandiri dan mampu secara ekonomi. Kalau mereka mampu secara ekonomi, mereka akan mampu melestarikan adatnya,” kata dia.
Menteri Eko menjelaskan, one village one product adalah program yang akan mengembangkan satu unggulan dalam satu desa. Sistem ini dipercaya mampu menarik investor untuk berinvestasi mengembangkan ekonomi desa.
“Apa yang dimaksud dengan produk unggulan, adalah economic of skill. Kita bisa tarik investor datang ke situ. Kalau produksi produk unggulan fokus dan dalam skala besar, investor akan senang, tapi kalau skala kecil investor akan berat untuk berinvestasi,” ujarnya.
Menurutnya, masyarakat adat adalah bagian penting dari komponen negara. Ada sekitar 70 juta orang masyarakat adat, yang jika diberdayakan, akan menjadi potensi yang sangat besar. Terkait hal tersebut, Kemendes PDTT juga telah membentuk Kelompok Kerja (Pokja) masyarakat sipil, di mana salah satu mandatnya adalah untuk penguatan masyarakat adat.
“Desa-desa kita ini unik, dan masing-masing memiliki karakter yang berbeda. Ada desa yang berpotensi menjadi desa wisata melalui adat dan budayanya, jangan sampai kita salah kasih program,” ujarnya.
Meski demikian, Menteri Eko emngakui, hal yang menjadi penghambat saat ini adalah kesulitan desa dalam mensosialisasikan produk-produk unggulannya.
“Untuk itu, kita juga menjalin kerjasama dengan kementerian-kementerian lain, pengusaha juga. Pengusaha bisa bantu lewat CSR-nya. Tapi selain CSR, desa-desa kita juga butuh transfer knowledge (pengetahuan), terutama di bidang manajemen,” ujarnya.