Opini  

Mengapa Kepala Daerah Kesulitan Selesaikan Masalah Daerahnya?

Dr. Eng. IB Ilham Malik
Dr. Eng. IB Ilham Malik
Bagikan/Suka/Tweet:

Dr. Eng. IB Ilham Malik
Dosen Prodi PWK ITERA, Peneliti di Pusat Studi Kota dan Daerah (PSKD)

Saya sering bertanya, kenapa  perencanaan pembangunan sering tidak dapat tercapai? Memang sudah ada banyak upaya untuk menjawabnya, tetapi hal itu belum juga memuaskan saya untuk memahami dan memaklumi tidak tercapainya rencana pembangunan daerah. Padahal, rencana tersebut sudah disiapkan sejak lama, didiskusikan dengan cukup matang, tetapi hal itu tidak memberikan jaminan bahwa rencana yang dibuat untuk menyelesaikan masalah yang ada di daerah tersebut bisa tercapai.

Dari sekian banyak alasan yang bisa disampaikan terkait dengan gagalnya upaya untuk mencapai rencana yang sudah dibuat, saya melihat bahwa ada enam hal lainnya yang menyebabkan capaian tersebut tidak bisa diperoleh. Mungkin ini menambah daftar persoalan yang ada. Namun, bisa juga memberikan arahan pemahaman yang lebih kuat untuk melihat mengapa perencanaan pembangunan seringkali meleset atau tidak tercapai dengan baik. Hal ini juga perlu untuk di pahami karena sekarang kita memiliki beberapa calon kepala daerah yang baru, dan sebagian lainnya adalah kepala daerah petahana. Kita bisa melihat apa yang sudah mereka lakukan selama lima tahun sebelumnya.

Kita juga bisa melihat apa yang terjadi pada masa sebelum mereka memimpin, apakah kepala daerah sebelumnya juga gagal atau berhasil? Secara umum bisa kita katakan bahwa setiap kepala daerah sering masuk dalam kategori kepala daerah yang tidak mampu menyelesaikan masalah yang ada di daerahnya. Dan sayangnya, ketika mereka tidak mampu untuk mewujudkan apa yang mereka janjikan atau mereka tidak mampu menyelesaikan masalah yang ada di daerahnya, kita sebagai masyarakat sering memakluminya dan menganggapnya wajar.

Secara umum bisa kita katakan bahwa pemakluman dan kewajaran yang kita berikan kepada mereka adalah sesuatu yang bisa dimaklumi dan diwajarkan juga. Secara faktual hal itu adalah suatu hal yang benar. Namun,  dalam merespons setiap kepemimpinan, jika dasarnya adalah pemakluman dan kewajaran, maka tidak akan ada perubahan signifikan yang terjadi ketika muncul kepala daerah baru atau kepala daerah yang lama memimpin kembali. Karena akhirnya mereka juga tidak akan sebegitu seriusnya menyelesaikan masalah yang ada di daerah mereka. Karena mereka akan tahu, jika apa yang mereka janjikan itu tidak bisa tercapai atau jika mereka tidak bisa menyelesaikan masalah yang ada di daerahnya, hal itu akan dimaklumi dan diwajarkan oleh masyarakat. Masalah besar kita ada di sini, ketika pemakluman dan kewajaran itu disalahgunakan.

Saya melihatnya setidaknya ada enam hal yang menyebabkan kepala daerah setelah mereka terpilih berhadapan dengan masalah untuk mencapai janji mereka atau untuk menyelesaikan masalah yang ada di daerah mereka.

Enam hal tersebut adalah isu ekonomi politik, isu birokrasi, isu anggaran, isu regulasi, isu politik elektoral, dan nafsu pribadi.

Isu ekonomi politik berkaitan dengan pamrih yang harus diberikan kepada setiap pendukung yang telah berkontribusi dalam pemilihan kepala daerah yang mereka ikuti. Para pendukungnya akan menagih janji dan jika janji itu tidak bisa dipenuhi maka mereka akan dimusuhi oleh pendukungnya dan akan dianggap ingkar janji. Dan janjinya bisa dibayar dengan berbagai macam cara, ada yang mendapatkan posisi tertentu, tugas tertentu, dan sejumlah pekerjaan yang menghasilkan pendapatan tertentu. Ini akan menjadi salah satu masalah utama ketika kepala daerah tersebut terpilih dan kemudian dilantik. Dia akan berhadapan dengan masalah ini.

Kemudian isu birokrasi terkait dengan lambatnya birokrasi dan gemuknya birokrasi. Kepala daerah bisa saja memiliki ide tertentu yang dia sampaikan ke berbagai pihak. Tetapi ketika birokrasinya bekerja lambat, dan ada begitu banyak alasan yang membuat mereka tidak bergerak cepat, maka sebaik apa pun gagasan dan ide kepala daerah baru tidak akan bisa tercapai. Dan ini bukan berkaitan dengan siapa yang menjadi kepala daerahnya saja, tetapi siapa yang bercokol menjadi birokrat yang dekat dengan kepala daerah.

Karena para birokrat ini sudah melayani berbagai macam kepala daerah, maka mereka memiliki satu aliran yang tidak bisa digoyahkan yaitu aliran sistem birokrasi. Setiap kepala daerah yang lama maupun yang baru, akhirnya harus berdamai dengan kondisi birokrasi yang ada. Jika ini terus terjadi maka yang menang dalam setiap pemilihan kepala daerah adalah birokrasi. Karena siapa pun yang terpilih menjadi kepala daerah akan mereka kendalikan dari sistem birokrasi yang ada. Sehingga bisa kita katakan akan ada “partai birokrasi” di dalam tubuh pemerintahan.

Kemudian untuk isu anggaran ini berkaitan dengan keterbatasan anggaran yang ada di dalam anggaran pembangunan daerah. Dan biasanya semua pihak terjebak pada batasan ketersediaan anggaran yang ada. Padahal sebenarnya tersedia anggaran lainnya yang tidak tercantum di dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah, yang bisa dieksplorasi dan bisa didapatkan untuk menambah kemampuan daerah untuk membangun daerahnya atau menyelesaikan masalah yang ada di daerahnya.

Karena itu, kepala daerah harus mampu mengendalikan birokrasi yang ada dan juga kemudian mendorong berbagai macam upaya untuk mendapatkan sumber anggaran tambahan dari berbagai sisi sehingga tidak terjebak hanya pada ketersediaan anggaran yang sudah ada selama ini. Karena sumber anggaran lainnya di luar anggaran yang sudah tercantum sangatlah banyak dan itu harus bisa didapatkan baik dari pemerintah pusat, investasi dari pihak swasta atau lainnya yang bisa terus dieksplorasi bersama dengan pemerintah pusat.

Untuk isu regulasi ini berkaitan dengan adanya batasan regulasi yang sudah ada. Batasan ini yang saya maksud adalah adanya pembatasan yang sudah dibuat oleh regulasi atau masih belum adanya regulasi yang mengatur suatu hal yang ingin diwujudkan. Jadi, urusan regulasi juga memang masih berhadapan dengan masalah yang sangat besar. Anggaplah contoh ketika kita ingin suatu daerah memiliki angkutan umum. Ketika kita cek di setiap kabupaten dan kota yang ada di berbagai daerah, maka kita akan melihat bahwa ternyata belum ada regulasi dalam bentuk peraturan daerah yang dibuat oleh daerah bersama dengan parlemen nya, tentang wajibnya pemerintah daerah untuk mewujudkan dan menyediakan sistem angkutan umum. Padahal dalam penyediaan ini dia bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah di sekitarnya, dengan pemerintah pusat dan juga dengan pihak swasta yang selama ini sudah bergerak pada bidang penyediaan jasa angkutan umum.

Isu lainnya yang tidak bisa diabaikan adalah isu politik elektoral. Ini berkaitan dengan tuntutan untuk membuat kebijakan yang menyenangkan bagi para calon pemilih nya. Jika kita menyampaikan pikiran maka kita akan mengatakan bahwa kebijakan pembangunan yang disukai oleh masyarakat adalah kebijakan pembangunan yang sebenarnya yang bisa menyelesaikan masalah yang ada di daerah. Mengapa kita katakan jika ini dilihat dari sisi yang sempit adalah hal yang benar, karena memang masyarakat berhadapan dengan masalah tersebut secara langsung. Maka, kreativitas yang di kembangkan oleh kepala daerah yang baru, menjadi sangat terbatas. Padahal visi besarnya menjadi kepala daerah adalah menyelesaikan masalah dari akar masalah yang ada. Misalnya kemiskinan dan keterbelakangan terjadi karena investasi yang rendah sehingga tidak tersedia lapangan pekerjaan yang memadai dan gaji yang memadai.

Tugas kepala daerah adalah mengundang munculnya investasi besar yang tersebar di setiap daerahnya sehingga akan bisa menyerap tenaga kerja sebesar besarnya. Tapi bisa jadi ini tidak akan disenangi oleh masyarakat. Sebab, akan ada isu keberpihakan pemerintah kepada pihak investor atau swasta. Masyarakat akan berpandangan alangkah baiknya jika keberpihakan pemerintah itu ke masyarakat bukan ke investor. Padahal, ini adalah dua hal yang sangat berbeda. Dan ini juga yang akhirnya bisa menyebabkan langkah taktik kepala daerah menjadi terbatas.

Hal terakhir yang bisa menyebabkan visi pembangunan menjadi tidak tercapai adalah adanya keinginan untuk menjaga kekuasaan dengan memberikan kebijakan yang menyenangkan berbagai pihak. Dan ini berkaitan dengan kepemimpinan dinasti dan juga untuk memperkaya diri. Jika ini tidak dikelola  dengan hati-hati, maka ini bisa menimbulkan masalah yang cukup kompleks bagi daerah. Bukan saja pada masa kini tetapi juga bagi masa depan.

Inilah beberapa hal yang menurut saya akan menjadi hambatan dan tantangan bagi kepala daerah yang sekarang ini sudah terpilih walaupun masih menunggu hasil dari komisi pemilihan umum. Tapi setidaknya hasil yang diumumkan sekarang oleh lembaga survei membantu kita memahami dan mengerti siapa saja yang akan berpotensi menjadi kepala daerah. Kita juga perlu membaca kemungkinan atau tren pembangunan masa depan ketika mereka menjadi pemimpin yang definitif.***