JAKARTA, Teraslampung.com — Berbagai sarana infrastruktur penopang ketahanan pangan dan sarana pemenuhan ekonomi masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) telah terbangun. Hal ini sebagai bagian dari realisasi kerjasama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) dengan FAO dan ILO untuk mempercepat pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kerjasama Kementerian Desa dengan FAO dan ILO telah disahkan melalui penandatanganan Project Document Decent Work for Food Security and Sustainable Rural Development (DWFSSRD): Support to Selected Coastal Communities along the Seaweed Value Chain di Kantor Perwakilan FAO Indonesiadi Gedung MH Thamrin, Jakarta Pusat, 29 Mei 2015.
“Kami langsung tindaklanjuti kerjasama DWFSSRD itu dengan membangun sumur bor dan embung di Kabupaten Sumba Timur dan TTS senilai Rp2,5 miliar tahun 2016,” ujar Menteri Desa Marwan Jafar di Jakarta, Kamis (28/4).
Penjelasan ini disampaikan Menteri Marwan saat menerima kunjungan Mark Smulders selaku perwakilan FAO dan Franscaesco d’Ovidio sebagai ILO Country Office for Indonesia and Timor Leste.
Dalam pertemuan itu dijelaskan bahwa masalah kekeringan, kesulitan air bersih, irigasi, dermaga, serta sarana wirausaha di NTT sedikit demi sedikit mulai teratasi. Sebab di pihak FAO dan ILO, mereka telah mendukung penyedian infrastruktur pada empat kabupaten di NTT dengan nilai investasi USD 7,7 Juta untuk pembangunan embung, pengadaan PLTS, pembangunan sumur bor tenaga surya untuk irigasi pertanian, pembanunan dermaga, sarana pendidikan, peningkatan kapasitas wirausaha, dan lainnya.
Menteri Marwan menegaskan, implementasi poin-poin kerjasama dengan FAO dan ILO memang belum maksimal karena keterbatasan dana. Karena itu, program akan difokuskan pada satu daerah sebagai pilot project demi mengoptimalkan intervensi kerjasama kedua belah pihak. Selanjutnya, Marwan mengaku pihaknya tengah melakukan pembicaraan dengan Islamic Development Bank (IDB) sebagai donor untuk membiayai program kerjasama tersebut.
“Kiranya FAO dan ILO tetap berkomitmen untuk melanjutkan implementasi proyek ini, meski dana belum maksimal. Kita perlu konsistensi dan konsentrasi penuh dalam mewujudkan ketahanan pangan dan pengurangan kemiskinan secara berkelanjutan pada masyarakat pedesaan yang paling rentan dan kurang beruntung, yang salah satunya berada di provinsi NTT,” beber Marwan.
Mark Smulder menyambut positif paparan yang disampaikan oleh Menteri Marwan. Dari hasil pertemuan tersebut, Mark mengaku akan mempelajari beberapa hal yang memungkinkan untuk mendapatkan bantuan dari FAO. Menurut pihaknya, infrastruktur di Indonesia terutama di kawasan timur yang belum memadai menjadi perhatian serius hingga saat ini.
“Yang masih menjadi tantangan dan kendala hingga saat ini adalah infrastruktur yang kurang memadai. Ini harus menjadi perhatian,” kata Mark.
Adapun Franscaesco memberikan tanggapan terkait focus intervensi pada satu pilot project yang digagas oleh Menteri Marwan Jafar. Hal itu menurut Frans dapat mewujudkan langkah yang lebih konkret untuk mengentaskan kemiskinan dan daerah-daerah yang membutuhkan bantuan.
“Ide membuat satu pilot project dalam rangka membentuk desa maju sangat bagus untuk diterapkan. Ini bisa langkah konkrit sekaligus focus pemerintah pada daerah yang ada dalam kemiskinan serta membutuhkan bantuan,” ujar Franscaesco.
Kerjasama Kementerian Desa dan FAO dan ILO dalam bentuk Decent Work to Food Security and Sustainable Rural Development (DWFSSRD) hingga saat ini telah melakukan beberapa hal di NTT, diantaranya pelatihan kewirausahaan bagi 600 petani di Kabupaten Kupang, peningkatan akses pasar bagi para petani, pembangunan serta bimbingan pembibitan rumput laut di Sumba Timur. Kerjasama ini selanjutnya diharapkan dapat merambah ke aspek yang lebih luas, seperti pendistribusian dan pemanfaatan dana desa yang efektif dan efisien di tingkat masyarakat desa.