Feaby Handana
Empat jabatan pimpinan tinggi (kepala dinas) di lingkungan Pemkab Lampung Utara tak jua berganti tuannya meski telah lebih dari lima tahun lamanya. Padahal, lima tahun menjadi batas waktu untuk setiap jabatan yang ditempati oleh seorang pejabat pimpinan tinggi.
Keempat jabatan yang dimaksud ialah jabatan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Lalu, Kepala Dinas Koperasi, UMKM, dan Perindustrian, dan Kepala Dinas Perhubungan Lampung Utara.
Para petinggi pemkab yang menempati keempat posisi itu terhitung sejak tanggal 30 Desember 2016. Jika dihitung – hitung maka kelimanya telah menempati posisinya selama 5 tahun 27 hari (sampai hari ini). Dengan hitung – hitungan tersebut maka jelas masa jabatan dari kelima PPT itu telah lama habis. Bahkan, telah lewat dua puluh tujuh hari.
Habisnya masa jabatan dari keempat petinggi tersebut juga diakui oleh Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Lampung Utara. Meski begitu, mereka berempat masih berhak menempati posisinya masing – masing sampai saat ini.
Adapun alasannya dikarenakan keempatnya telah mendapat persetujuan perpanjangan masa jabatan dari bupati selaku Pejabat Pembina Kepegawaian. Perpanjangan ini dilakukan setelah melalui mekanisme yang diharuskan. Di antaranya hasil uji kompetensi jabatan yang menyatakan mereka masih layak di posisinya masing – masing.
Selain itu, pencapaian kinerja mereka selama menjabat juga dinilai baik. Persetujuan perpanjangan ini juga telah disampaikan pada Komisi Aparatur Sipil Negara atau KASN. Semua persyaratan mengenai perpanjangan masa jabatan itu diatur dalam Pasal 117 (2) Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Pasal 133 (2) di Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Singkat cerita, mereka masih sah sebagai ‘pemilik’ jabatan tersebut.
Menariknya, aturan mengenai batas masa jabatan seorang Pejabat Pimpinan Tinggi berikut peluang perpanjangan masa jabatan terlihat tidak begitu dikuasai oleh mereka. Kondisi ini tentu cukup menggelitik akal sehat kita semua. Sebab, sebagai pejabat, sudah seyogianya mereka lebih menguasai aturan tersebut. Toh, yang lebih berkepentingan terkait hal ini adalah mereka juga, dan bukannya orang lain. Apalagi, aturan berikut aturan turunannya bukanlah produk baru.
Aturan tentang batas waktu seorang Pejabat Pimpinan Tinggi menempati suatu jabatan secara tegas dijelaskan dalam Pasal 117 (1) Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Pasal 133 (1) di Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.
Aturan – aturan itu dikeluarkan pada tahun 2014 dan 2017. Kalaulah mereka mau sedikit meluangkan waktu untuk berselancar di dunia maya maupun bertanya pada instansi terkait, sudah barang pasti informasi seputar ini telah mereka kuasai di luar kepala.
Kembali ke persoalan perpanjangan masa jabatan tersebut, meskipun dibenarkan secara aturan, namun sejatinya perpanjangan masa jabatan ini berpotensi menimbulkan masalah. Potensi terjadinya masalah inilah yang hendak dicegah oleh tim kajian perumus aturan tersebut. Alhasil, masa jabatan diputuskan harus dibatasi paling lama lima tahun.
Pembatasan masa jabatan bisa jadi ditujukan untuk mencegah terjadinya kejenuhan akibat terlalu lama di posisi yang sama. Sebagai efek dominonya, kinerja mereka akan menurun drastis. Penurunan kinerja ini lamban laun pasti akan menulari bawahannya. Alhasil, program – program yang telah direncanakan menjadi tersendat. Kalau sudah begini, yang rugi kan pemkab dan masyarakat Lampung Utara juga. Bukannya daerah lain.
Perpanjangan masa jabatan itu juga dikhawatirkan akan menimbulkan pelbagai pemikiran negatif publik. Alam bawah sadar mereka kemungkinan besar akan menolak alasan – alasan di balik perpanjangan tersebut. Alam bawah sadar mereka lebih suka memilih alasan yang lebih masuk akal menurut mereka ketimbang pasrah dengan alasan yang telah disebutkan di atas. Meski tak diucapkan, kita tentu sudah dapat menerka ke mana arahnya.
Pemikiran seperti ini sejatinya tidak dapat disalahkan. Sebab, di luar Lampung Utara, mereka mendengar bahwa kebanyakan pejabat yang telah mencapai batas maksimal suatu jabatan dipindahtugaskan ke posisi yang baru, dan bukannya sebaliknya. Bahkan, Lampung Utara juga sempat mempraktikan hal tersebut pada tahun 2019 silam.
Syahbudin yang telah lima tahun menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Lampung Utara bertukar posisi dengan Kepala Bappeda Lampung Utara (Syahrizal Adhar). Meski akhir cerita dari karir Syahbudin sudah kita ketahui semua. Yang bersangkutan tersandung perkara korupsi bersama mantan Bupati Agung Ilmu Mangkunegara pada tahun yang sama.
Publik bukannya tak mendukung dengan kebijakan perpanjangan masa jabatan tersebut. Hanya saja, mereka khawatir kebijakan ini justru akan menjadi bumerang baik bagi pejabat tersebut maupun pemkab itu sendiri. Ibarat mengasuh anak – anak, kasih sayang yang berlebihan pada seorang anak bisa jadi justru akan menjerumuskan anak tersebut.
Mereka akan tumbuh menjadi anak yang manja dan tak segan berbuat semaunya. Kalau sudah begitu, petuah – petuah bijaksana tak akan laku pada mereka. Akan semakin runyam jadinya manakala ada anak lainnya mendapat perlakuan yang tidak sama dengan anak sebelumnya. Rasa cemburu pasti menggelora di dada mereka. Tingkah laku aneh, dan bahkan tak jarang aksi perlawanan akan mereka lakukan agar mendapatkan perlakuan yang sama. Meski analogi sederhana ini belum terbukti kebenarannya, namun hendaknya dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh setiap pemegang kekuasaan agar lebih matang dalam mengambil setiap keputusan. Dengan demikian, tak akan terjadi penyesalan di balik keputusan yang telah dibuat.