Prof. Ariel Heryanto dalam Konferensi Kajian Komunikasi, Budaya, dan Media yang digelar oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII, Yogya, Rabu (10/12) |
YOGYAKARTA, Teraslampung.com– Masyarakat Indonesia sejak lama dikenal sebagai masyarakat yang kuat dalam membangun budaya bertutur kata atau budaya lisan dalam kehidupan sosial. Hal ini begitu membudaya di tengah masyarakat nusantara hingga ketika era kebebasan intelektualisme masuk ke tanah air pasca kemerdekaan, Indonesia seperti kelabakan untuk mendorong masyarakat agar tertarik pada budaya tulis.
Padahal seperti diketahui, untuk menjadi bangsa yang maju dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi layaknya negara-negara maju, masyarakat perlu dikenalkan untuk mencintai budaya tulis sebagai bagian dari hidupnya. Sebab menulis sendiri merupakan fondasi penting yang menghidupkan ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi. Sebuah gagasan atau ilmu yang dituangkan lewat tulisan akan dapat bertahan dan hidup di tengah masyarakat meski penulisnya telah lama meninggal.
Hal itu disampaikan Prof. Ariel Heryanto ketika berbicara sebagai pembicara utama dalam acara Konferensi Kajian Komunikasi, Budaya, dan Media yang digelar oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII pada Rabu (10/12) di kampus terpadu UII.
Prof. Ariel, akademikus Indonesia yang kini mengajar di The Australian National University, Australia, termasuk salah seorang dari segelintir akademisi Indonesia yang diakui kepakarannya dalam studi tentang Asia Tenggara di level internasional.
Menuut Prof. Ariel, faktor hambatan budaya ini merupakan salah satu penyebab mengapa Indonesia kurang dapat berbicara di forum-forum ilmiah internasional dan tertinggal dari segi literasi pendidikan dibanding negara-negara lain.
“Sangat disayangkan, berbagai kajian akademik tentang Indonesia yang banyak dibicarakan di dunia justru penulis dan ahlinya bukan orang asli Indonesia sehingga ketika ditulis jadi buku tentu bahasanya pun bukan Bahasa Indonesia tapi bahasa asing”, kritik Prof. Ariel.
Lebih menyedihkan , kata dia, karya-karya penting tentang Indonesia tersebut tidak banyak beredar di toko buku atau perpustakaan di Indonesia.
Oleh karena itu, Prof. Ariel berpendapat agar bangsa ini dapat bergerak maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, perlu ditekankan untuk membangun budaya tulis dan membaca di samping budaya lisan yang telah eksis di tengah masyarakat.
“Kita tentunya patut mempertanyakan mengapa mall dan pusat perbelanjaan yang super megah begitu mudah ditemukan di berbagai kota di Indonesia, namun pembangunan perpustakaan dan pusat literatur yang modern sangat minim perhatian”, tambahnya.
Ia membandingkan di berbagai negara maju perpustakaan yang lengkap dan nyaman nampak begitu diperhatikan oleh pemerintah, sementara pusat perbelanjaan di sana justru kalah megah dibanding Indonesia.
Konferensi Kajian Komunikasi, Budaya, dan Media merupakan even yang mempertemukan para peneliti, pemerhati media, dan akademisi yang concern terhadap kajian di ketiga bidang tersebut. Tahun ini konferensi mengangkat tema “Membayangkan Indonesia Baru” sebagai topik utama.
Menurut Ketua Prodi Ilmu Komunikasi UII, Muzayin Nazaruddin, MA tema ini sangat relevan dengan kondisi Indonesia kekinian. Indonesia baru saja mengalami gelombang kepemimpinan baru dalam menyongsong tantangan global yang semakin kompleks.
Tidak kurang sebanyak 114 judul makalah akan dipresentasikan oleh para penulis selama dua hari penyelenggaraan konferensi. Sementara, Rektor UII, Dr. Ir. Harsoyo, M.Sc menyambut baik diadakannya konferensi ini yang menurutnya dapat menjadi agenda ilmiah tahunan yang diadakan di UII.
sumber: uii.ac,id