Ngomongin dan Mengatasi (Tamu) Banjir yang Rajin Datang

Bagikan/Suka/Tweet:

Jauhari Zailani

Saya ngundang teman-teman ke Joglo, untuk ngopi. Setelah ngobrol ngalor ngidul tak bertema, akhirnya obrolan mengerucut pada tema banjir. Banjir yang menimpa lingkungan kami. Komplek BTN 02, Way Halim Permai, Bandarlampung.

Fokus di lingkungan kami saja. Karena jika membahas banjir yang melanda Lampung. Seluruh Lampung terdapat banyak titik yang terdampak banjir. Menjadi tidak fokus, apalagi kita tidak bisa berbuat apapun.

Teman mulai mengeluh. “Air yang sudah masuk kamar” kalau hujan datang,” kata Pak Dwirman.

“”Setahu saya, sejak 30 tahun lalu, jalan depan saya sudah banjir. Hujan dikit saja langsung banjir sepanjang jalan itu,” timpak Pak Thoib.

Bu Soraya yang tinggal di Jalan Alam Jaya juga menjerit, ” Hey, tolong kasih tahu, kalau naik mobil jangan ngebut. Kalau ada mobil lewat, airnya berombak dan masuk ke rumah!”

Itu keluhan warga RT 03.

Pak Adenan juga melaporkan bahwa air masuk hingga ke garasinya. Warga RT 05 yang lain, Pak Helmi, mengamini pendapat Pak Adenan. Kemudian ditimpali oleh warga se RT yang lain.

Bu Rokib bercerita karpetnya basah semua. Itu karena saat banjir bertandang ia  sedang tidak di rumah. Waktu pulang, karpet basah dan bau sekali.

“Beberapa hari saya harus menjemur karpet. Baru kali ini rumah kami kebanjiran,” kata Bu Rokib.

“Nah, saya menjadi saksi bahwa banjir kali ini memang melanda satu komplek kita. Malam itu, jam sepuluh malam kebetulan harus keluar. Kemudian saya rekam semua banjir. Saya simpan dan sudah saya share ke grup kita,” kata Hendry. seolah menjadi rangkuman keluhan warga kompleks kami.

***

“Mari kita inventarisir sebab musabab banjir di kompleks kita,” saya mulai agak serius,”silahkan bergantian ya, semua saja kita berbicara. Mulai dari pak Maman, silahkan. Saya mencatat dan merangkum ya.”

Pertama, banjir itu karena warga di jalan Griya Fantasi menutup siring di depan rumahnya, sehingga siring tak berfungsi dengan normal. Air tidak bisa masuk ke siring, dan jalan berubah menjadi sungai. Permukaan siring, berubah menjadi garasi mobil.

Demikian juga, lebih parah lagi, perubahan fungsi permukaan siring ini, terjadi juga di komplek kita yaitu di jalan Alam Gaya hingga jalan masuk komplek sebelah pos satpam, permukaan siring telah berubah fungsi menjadi halaman rumah dan halaman warung.

Kedua, lebih parah lagi, air dari seberang jalan Sultan Agung masuk juga ke komplek kita. Padahal dulu, dan semestinya begitu, air dari perumnas, perumahan puri dan PKOR tidak masuk ke komplek kita.

Semestinya, mereka (pemerintah) menyalurkan air tersebut langsung ke laut melalui siring sepanjang jalan Soekarno Hatta hingga ke Panjang, ke laut.

Ketiga, parahnya lagi, orang yang jualan duren dan degan membuang sampahnya ke siring. Sehingga iring di jalan Griya Fantasi mampet. Diperparah, oleh besi pipa air yang melintang di siring, menghalangi lajunya air hujan.

Terutama jika hujan, hujan membawa sampah dari hulu dan kemudian sampah itu nyangkut di besi tersebut. Konyolnya lagi, siring ditutup, sehingga susah dibersihkan sampahnya, jika kita hendak bersihkan.

Akhibat sampah-sampah tersebut, susah dibersihkan, setiap hujan selalu mampet lagi. Petugas dari pemda sudah berulangkali membersihkan. Tetap saja tersumbat. Dan kita terdampak banjir.

Terus bagaimana solusinya?

Pertama, kita gotong royong secara periodik membersihkan siring-siring di lingkungan kita. Bekerja sama dengan RT menggerakkan warga untuk bergotong royong.

Kedua, banyak warga yang suka rela menawarkan dana untuk membersihkan parit dan siring di lingkungan kita.

Ketiga, kita menghadap ke Walikota, karena hanya Pak Herman yang bisa menyelesaikan. Ini melengkapi laporan kita ke RT, ke Kaling, Ke lurah, dan ke Camat Way Halim.

Untuk menghadap ke Pak Herman, Pak UUN Hajar sudah mengerahkan anak buahnya melakukan riset singkat untuk membuat peta masalah “banjir di komplek’ kita.

***

Demikian ngopi dan ngobrol politik kita kali ini, ngobrol untuk menyelesaikan maslah di lingkungan terkecil kita. Lingkungan komplek saya tinggal.

Kita mesti belajar bertanggung jawab terhadap kompleks kita. Jangan selalu dan terlalu menuntut kepada pemerintah. Apalah guna kita ngoceh berbuih-buih tentang pilpres, kalau kita tak berbuat untuk lingkungan kita.