Nonton Bal-balan di Kampung Senayan

Bagikan/Suka/Tweet:

Oyos Saroso H.N.

Gus Dur (almarhum) pernah mengibaratkan DPR sebagai Taman Kanak-Kanak (TK). Pengisi DPR pun, dengan demikian, adalah para siswa Taman Kanak-Kanak. Tentu saja, ketika itu, komentar Gus Dur membuat para anggota DPR berang.

Mat Katrok punya istilah  lain. Menurut Mat Katrok, para anggota DPR RI yang mengisi Gedung DPR RI di Senayan sana adalah para makelar. Ialah para makelar suara rakyat.

“Setelah mendapatkan suara rakyat dalam Pemilu, lalu terpilih sebagai anggota Dewan, suara itu mereka pakai untuk jual beli. Tentu, harga suara anggota Dewan akan berbeda dengan suara rakyat yang dibeli calon anggota Dewan menjelang Pemilu!” kata Mat Katrok, beberapa bulan lalu, di Warung Kopi Sugemi di pojok Kota Bandarlampung.

Tentu, istilah yang dilontarkan Mat Katrok membuat Karto Celeng hitam legam wajahnya (muka Mat Katrok tidak mungkin merah padam karena wajahnya memang tidak putih atau kuning langsat–OSHN).

“Setan kamu ya!” pekik Karto Celeng, ketika mendengar lontaran istilah untuk menggambarkan para anggota DPR.

“Kalian itu tidak netral! Kalian iri kan sama saya?!” Karto Celeng makin  mathus-mathus. Mulutnya makin tampak menyot.

“Sabar Kang…” Plin berusaha menahan amarah Karto Celeng.

“Itu kan cuma istilah. Guyonan aja…” Plan menambahkan.

 

 ***

“Tuh kan ….apa saya bilang? Mereka itu makelar semua! Termasuk Karto Celeng!” ujar Mat Katrok sambil duduk jegang di Warung Kopi Sugemi.

“Maksudmu yang acara rapat paripurna MPR semalam?” tanya Plin dan Plan, nyaris bersamaan.

“Yo’i…”

“Dari mana sampeyan tahu kalau mereka makelar?” tanya Plin.

“Ya dari voting tertutup itu!”

“Lho…kan votingnya tertutup. Dari mana sampeyan bisa tahu?” Plan mendesak.

“Wuih…kalian itu enggak pernah paham ya? Voting tertutup itu sejak zaman cindil abang yang menjadi jalan tol buat jual beli suara. Istilah kerennya: transaksi. Tentu saja, lobi-lobi sudah dilakukan beberapa jam sebelumnya. Dengan voting tertutup, pemberi suara tak perlu khawatir akan diciriin sama orang lain, terutama oleh orang sekubu atau lawan politik yang pura-pura jadi kawan,” Mat Katrok makin berapi-api.

“Wah, enggak fair dong?” ujar Plin.

“Yang penting bukan fair atau tidak. Yang penting tujuan tercapai dan tidak melanggar prinsip-prinsip demokrasi!”

“O, gitu ya? Pantesan saja Koalisi Indonesia Hebat yang semula diprediksi menang justru keok!” ujar Mas Sonto.

“Keok terus karena pekok! Hahahhahaa…” Mas Loyo menimpali, diiringi tawa berderai.

“Hust! Jangan menambah duka Koalisi Indonesia Hebat dong…” kata Mat Katrok.

“Lho…kata sampeyan  kita mesti pandai menghibur diri sendiri. Sampeyan juga yang bilang, kalau menonton demokrasi di Senayan bayangkan  saja sedang nonton bal-balan (sepak bola) di kampung. Jangan terlampau serius!” kata Mas Loyo.

“Tidak serius pun gajinya sudah gede kok…” ujar Plin.

“Apa lagi serius….” Plan menimpali.

“Hua hahahahahaha…. Untung saja Karto Celeng enggak ada di sini. Kalau dengar, dia bisa ngamuk!” kata Mat Katrok. “Tapi ngemeng-ngemeng benar juga lho kalok para anggota DPR, DPD  dan MPR itu pemain bal-balan…”

“Sampeyan mau bilang bahwa skor sudah 5-0 untuk Koalisi Merah Putih kan?” sergah Plin.

“Tepat! Istilah 1-0, 2-0, 3-0 dan seterusnya itu kan istilah dalam sepak bola. Nah, para wakil rakyat itu sudah menunjukkan bahwa mereka pintar main bola. Kalau mereka bodoh dan loyo, tentu skor akan imbang 0-0! Hahahahahaha….. ” tawa Mat Katrok berderai.

Baca Juga: Karto Celeng Jadi Caleg
Baca Juga: Hidup DPR! Hidup Karto Celeng!
Baca Juga: Masha & The Bear dan Cara Rileks Melihat Drama di Senayan