TERASLAMPUNG.COM– Hebat! Itulah satu kata yang pas untuk menggambarkan prestasi novelis Lampung, Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie. Setelah menjadi juara kedua pada Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahun 2014, para akhir 2016 ini penulis muda Lampung ini berhasil menjadi juara pertama untuk lomba serupa.
Ziggy menjadi satu-satunya juara, karena Dewan Juri yang terdiri atas Bramantyo, Seno Gumira Ajidarma, dan Zen Hae memutuskan tidak ada juara kedua dan juara ketiga.
Novel Ziggy yang kali ini diikutkan dalam lomba DKJ berjudul Semua Ikan di Langit. Novel tersebut memukau para juri dan berhasil menyisihkan ratusan novel lain karya sastrawan di seluruh Indonesia.
BACA: Juara Sayembara Menulis Novel DKJ, Ini Komentar Editor tentang Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Dewan juri tidak memilih pemenang-pemenang di bawahnya karena ada perbedaan mutu yang tajam antara pemenang pertama dan naskah -naskah lainnya.
Meski demikian, dewan juri memilih sejumlah naskah yang masih menunjukkan sejumlah keunggulan. Adapun empat naskah unggulan yang dipilih yakni berjudul Lengking Burung Kasuari karya Nunuk Y Kusmiana, Tanah Surga Merah karya Arafat Nur, Curriculumvitae karya Benny Arnas, dan 24 Jam Bersama Gaspar karya Sabda Arman Dio.
Zen Hae, salah satu Dewan juri mengatakan, ada 343 naskah yang masuk dalam perhelatan dua tahunan itu. “Dari jumlah ini, 317 naskah diantaranya lolos persyaratan administrasi dan bisa berkompetisi dalam ajang ini,” ujar sastrawan Zen Hae dalam keterangannya.
“Dari jumlah ini, dewan juri menilai kondisi umum naskah bacaan bermasalah, baik dari tata bentuk novel maupun dalam soal penggunaan bahasa Indonesia sebagai media sastra,” katanya.
Sementara itu, Seno Gumira Ajidarma, menyebut di antaranya, adanya keinginan kuat untuk menjelaskan dengan cara hampir mengutip, dialog yang tidak lentur, pencerita yang tidak jelas posisinya, riwayat kekerasan dan luka Indonesia, membicarakan banyak hal.
BACA: Karya Sastrawan Lampung Ziggy Zezyazeoviennazabrizkie Masuk 10 Besar Kusala Sastra 2016
“Sehingga novel sebagai sebuah karya sastra kehilangan kesatuan cerita. Seakan-akan seluruh isi dunia hendak dituangkan ke dalam novel, dan kehilangan daya di tengah cerita,” papar Seno Gumira yang juga merupakan cerpenis garda depan Indonesia.
TL/Christian Heru Cahyo Saputro