Nyuara Ram Nyuara: Pengantak Cutik

Bagikan/Suka/Tweet:

Udo Z. Karzi

HARA buyani
kidah. Adu lamon ga ram ngeribok ngucakko mati jalni nasib bahasa Lampung sai
mak kena iwoh. Payu ram tokko pai sunyinni wada. Masani ram sehuwon beguai
ngejaga, malah lebeh jak seno, ngebalakko bahasa Lampung nyin jadi bahasa
tehormat sebagai bahasa sai begaya, keren, rik gaul.
Gagal kuruk
koran, jadi Majalah Nyuara di Facebook. Tanno, syukor rik nerima nihan
Bang Oyos Saroso HN aga nampung karya-karya bebahasa Lampung di TerasLampung.com.

Nyuara
Ram Nyuara. Istilah “nyuara” ram injam jak Masnuna. Maestro dadi inji
ngucakko “nyuara” sebagai guai ngelantunko dadi atawa sastra lisan
Lampung barehni. Dadi tenggalan yaddo salah sai bentuk puisi tradisional neram
Lampung.
Ani Masnuna,
dadi yaddo napasni tenggalan. Nyin menalom nyuara, Masnuna perlu ngelatih badan
pakai cara ngelopko pudakni di wai sambil ngebaca dua. Ulahrasa rik ulahbadan
injido sai nyanini lancar nyuara unggal kata delom bait-bait dadi delom sang
rangkai napas sai kejung rik delom nada-nada sai langgar.
Kesetemonan!
Senodo sai aga neram akuk jak gawi nyuarani Masnuna. Naiya, sehuwon ngejaga
bahasa rik sastra Lampungdo sai aga titular jak rubrik lunik inji.
Nyuara ram
nyuara. Tantu, lain kik ingkah ngeluarko bunyi atawa nulisko kata-kata. Kidang,
kehagani jak rubrik inji aga laher karya-karya (sastra) sai imajinatif-kreatif.
Kik pak ngakuk jak bahan saka, sedapokni tikeni sentuhan sai lebih nyeni atawa
nyastra. Reno. 
Samakkungni, wat hal krusial sai musti kuucakko sebagai penanggung jawab
rubrik (jabrik). Nyin seragam rik makai prinsip sai lambang sai bunyi, huruf
/r/ trill (sai biasani titulis gh atawa kh) tetop titulis pakai huruf r. Tantu
riya ram tetap sadar bahwa neram basani nulis/ngebaca/cawa delom bahasa Lampung
jama huruf /r/-ni sai khas.
Dasar ilmiah sai tipakai yaddo jak Hilman Hadikusuma (Kamus Bahasa
Lampung
, 1994), Junaiyah H.M. (Kamus Bahasa Lampung-Indonesia,
2001), Moehammad Noeh (Pelajaran Membaca dan Menulis Huruf Lampung,
1971), William Marsden (History of Sumatra, 1811), H.N. van der Tuuk (Les
Manuscrits Lampongs
, 1868), rik James T. Collins (Melayu Bahasa Dunia,
2005 rik Bahasa Sanksekerta dan Bahasa Melayu, 2009), daleh
artikel-artikel sai ditulis ditulis Iqbal Hilal, Irfan Anshory, Fachruddin,
Imelda, Iwan Nurdaya-Djafar, rik Kiky Rizkhi Aprillia di koran inji.
Pakai ruang sai relatif melunik, tikehagako
rubrik inji ngisi cerbun buntak (cerita lunik), puisi, rik esai/artikel buntak.
Ulehni fokus jama “seni bebahasa”, tantu riya rubrik inji mak dacok
makai aksara Lampung. Asumsini, pelajaran had Kaganga adu tikeniko mit sanak SD
sampai SMP.
Sai terok
nutukk ngeramikko ruangan ini kirimko karya sepanjang maksimal 5.000 karakter.  Selamat bekarya. Tabik.*****

Nyuara Ram
Nyuara: Sekadar Pengantar

CAPEK deh!
Kita ini terlalu banyak mengeluh betapa nasib bahasa  Lampung seperti
kerakap di atas batu. Baiklah kita singkirkan segala keluh-kesah. Saatnya kita
bekerja sungguh-sungguh untuk menjaga, bahkan lebih dari itu mengembangkan bahasa
Lampung menjadi bahasa yang terhormat sebagai bahasa bergaya, keren dan gaul.
Urung masuk
koran, jadilah Majalah Nyuara edisi Facebook.
Kini, syukur dan terima kasih kepada Bang Oyos Saroso HN yang mau memuat karya berbahasa
Lampung di TerasLampung.com.
Nyuara Ram
Nyuara.  Istilah “nyuara” kita pinjam dari Masnuna, maestro
dadi. Masnuna menyebut nyuara sebagai aktivitas melantunkan dadi atau sastra
lisan Lampung lainnya. Dadi sendiri adalah salah satu bentuk sastra tradisional
Lampung.
Bagi
Masnuna, dadi adalah napasnya. Untuk nyuara, Masnuna perlu melatih diri secara
rutin dengan cara menenggelamkan wajahnya ke dalam air sambil membaca doa.
Olahrasa dan olahraga inilah yang membuatnya melantunkan tiap kalimat dalam
bait-bait dadi dalam satu untaian napas yang panjang dan dalam nada-nada yang
tinggi.
Kesungguh-sungguhan.
Itulah yang hendak kita tarik dari lakon nyuara-nya Masnuna. Ya, keseriusan
dalam menjaga bahasa dan sastra Lampunglah yang hendak ditularkan dari rubrik
sederhana ini.
Nyuara ram
nyuara. Tentu, bukan sekadar mengeluarkan suara atau menuliskan kata-kata!
Tetapi diharapkan dari rubrik ini akan lahir karya-karya (sastra) yang
imajinatif-kreatif. Jadi — maaf — bukan sekadar menyalin atau menulis ulang
dari karya-karya sudah ada. Kalaupun memang terpaksa mengambil bahan-bahan
tersebut, sebisanya diberi sentuhan yang lebih nyeni. Begitu.
Sebelumnya ada hal krusial yang hendak saya sampaikan sebagai penanggung
jawab rubrik (jabrik). Agar seragam dan dengan prinsip satu lambang satu bunyi,
huruf /r/ trill (yang biasa ditulis dengan gh atau kh) tetap ditulis dengan
huruf r. Tentu saja kita sadar tengah menulis/membaca/berbicara dalam bahasa
Lampung; dengan huruf /r/-nya yang khas.
 Dasar ilmiahnya yang dipakai untuk penulisan
ini adalah dari Hilman Hadikusuma (Kamus Bahasa Lampung, 1994), Junaiyah
H.M. (Kamus Bahasa Lampung-Indonesia, 2001), Moehammad Noeh (Pelajaran
Membaca dan Menulis Huruf Lampung
, 1971), William Marsden (History of
Sumatra
, 1811), H.N. van der Tuuk (Les Manuscrits Lampongs, 1868),
dan James T. Collins (Melayu Bahasa Dunia, 2005 dan Bahasa
Sanksekerta dan Bahasa Melayu
, 2009), juga artikel-artikel yang ditulis
Iqbal Hilal, Irfan Anshory, Fachruddin, Imelda, Iwan Nurdaya-Djafar, dan Kiky
Rizkhi Aprillia di koran ini.
Dengan ruang yang relatif kecil, diharapkan rubrik ini berisi cerpen
pendek (cerita mini), puisi, dan esai/artikel pendek. Dengan fokus pada
“seni berbahasa”, tentu saja rubrik ini tidak memungkinkan
menggunakan aksara Lampung. Asumsinya: pelajaran aksara Kaganga sudah diajarkan
ke siswa SD hingga SMP.
Bagi yang
ingin ikut meramaikan ruangan ini silakan kirim karya dengan panjang tidak
lebih dari atau 5.000 karakter. Selamat berkarya.Tabik. (UDO Z. KARZI)