TERASLAMPUNG.COM–Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Lampung menilai, kinerja sektor jasa keuangan di Provinsi Lampung pada triwulan III 2020 tetap terjaga sehingga mampu menopang pemulihan ekonomi yang berangsur membaik.
OJK mencatat bahwa berdasarkan data sektor jasa keuangan hingga September 2020, kinerja intermediasi meningkat dan indikator rasio keuangan utama tetap terjaga pada level yang terkendali.
Sementara menurut data BPS, pertumbuhan ekonomi Lampung meskipun masih terkontraksi namun telah menunjukkan tren perbaikan. Untuk terus mendukung tren positif ini OJK juga telah memperpanjang relaksasi restrukturisasi kredit hingga 2022.
Berdasarkan data pengawasan OJK di wilayah Provinsi Lampung, kredit perbankan per
September 2020 tumbuh 0,71% yoy dan 1,95% ytd, lebih tinggi jika dibandingkan dengan nasional yang tumbuh 0,12% yoy dan lebih tinggi dari bulan Agustus 2020 yang tumbuh 1,22% ytd.
Total kredit perbankan posisi September 2020 sebesar Rp67,26 T meningkat dibanding bulan Agustus 2020 sebesar Rp66,78 T. Kredit UMKM per September 2020 tumbuh 3,64% yoy dan 1,49% ytd, , lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan per Agustus 2020 yang tumbuh 0,24% ytd.
Sedangkan NPL di bulan September 2020 sebesar 2,69%, mengalami sedikit kenaikan dibandingkan Agustus 2020 sebesar 2,63%. Untuk dana pihak ketiga, mengalami pertumbuhan per September 2020 sebesar Rp54,22 T dibandingkan bulan Agustus 2020 sebesar Rp53,20 T.
“Perkembangan kinerja keuangan sektor perbankan yang positif ini dan adanya perbaikan pertumbuhan ekonomi baik di tingkat nasional maupun Daerah Provinsi Lampung menunjukkan kebijakan-kebijakan counterclycical yang diambil OJK bersama Pemerintah, Bank Indonesia dan LPS mampu meredam dampak pandemi covid 19 dan program pemulihan ekonomi nasional telah on the right track” ungkap Bambang Hermanto, Kepala OJK Provinsi Lampung pada Kegiatan pemaparan kinerja sektor jasa keuangan wilayah Lampung Triwulan III 2020, Rabu (11/11/2020) di Hotel Sheraton.
Hadir dalam acara tersebut Kepala OJK Provinsi Lampung Bambang Hermanto, Kepala Kanwil DJPb Provinsi Lampung Sofandi Arifin dan Herwan Achyar (OJK Lampung).
Menurut Bambang dari sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB), Perusahaan Pembiayaan per posisi September 2020 memiliki jumlah Piutang sebesar Rp7,90 T dengan 483.686 Kontrak, terdapat penurunan jumlah piutang sebesar Rp378 Milyar (4,56%) dibanding posisi Juni 2020 sebesar Rp8,28 T.
Bambang mengatakan, akibat pandemi Covid-19 ini, tingkat NPF posisi September 2020 sebesar 5,27% atau terdapat perbaikan NPF sebesar 0,64% jika dibandingkan dengan NPF posisi Juni 2020 yang sebesar 5,91%.
Menurut Bambang, untuk pelaksanaan program relaksasi kredit diperbankan per posisi Oktober 2020, jumlah debitur yang direstrukturisasi sebanyak 114.213 debitur (112.339 debitur bank umum dan 1.874 Debitur BPR) dengan total outstanding sebesar Rp6,93 T (Rp6,52 T Bank Umum dan Rp412,41 M BPR).
“Terdapat peningkatan sebanyak 108.441 Debitur (1.878,9%) dan outstanding sebesar Rp6,08 T (723,28%) dibanding pelaksanaan restrukturisasi per posisi April 2020. Hal ini menunjukkan program relaksasi di perbankan berjalan dengan baik,” kata dia.
Untuk Perusahaan Pembiayaan, per Oktober 2020, kata Bambang, jumlah piutang yang direstrukturisasi sebesar Rp3.919 miliar dengan 96.233 Kontrak. Terdapat peningkatan jumlah piutang yang direstrukturisasi sebesar Rp1.260 miliar (47,38%) dan sebanyak 19.778 Kontrak (25,87%) jika dibanding posisi bulan Juni 2020 (Rp2.659 miliar dengan 76.455 kontrak).
“Lembaga Keuangan Mikro (LKM) relaksasi sebesar Rp848 Juta dengan 90 Debitur. Modal Ventura terdapat 67 debitur dengan total relaksasi Rp8, 29 miliar,” katanya.
Bambang mengungkapan, pada masa pandemi Covid–19 ini, OJK terus mendukung dan fokus dalam upaya percepatan pemulihan ekonomi di daerah.
“Antara lain, pertama, melanjutkan implementasi relaksasi kebijakan restrukturisasi dalam POJK 11 sebagai langkah antisipasi untuk menyangga terjadinya penurunan kualitas debitur restrukturisasi akibat kondisi pandemi. Tentunya, perpanjangan restrukturisasi diberikan secara selektif berdasarkan asesmen bank untuk menghindari
moral hazard,” katanya.
Kedua, mempercepat gerak roda ekonomi di daerah-daerah guna menopang ekonomi nasional yang diantaranya dilakukan dengan menfasilitasi percepatan serapan government spending.
“Ketiga, mengoptimalkan peran industri keuangan secara berkelanjutan melalui dukungan pembiayaan kepada usaha padat karya dan atau konsumsi yang memiliki multiplier effect tinggi terhadap ekonomi,” tandasnya.