TERASLAMPUNG.COM — Sejak dua hari terakhir publik di Indonesia dihebohkan dengan beredarnya kabar Menteri ESDM Arcandra Tahar berkewarganegaraan Amerika Serikat (AS). Publik yang kebetulan WNI yang bermukim di AS sangaat yakin kebenaran kabar itu dan mendesak Presiden Joko Widodo segera bersikap. Desakan itu dijawab Presiden Jokowi malam ini (15/8/2016) dengan memberhentikan Arcandra Tahar sebagai Menteri ESDM.
Pengangkatan Arcandra Tahar sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggantikan Sudirman Said adalah sebuah kesalahan besar. Kesalahan itu makin terbukti ketika belakangan diketahui bahwa Arcandra Tahar ternyata memiliki dua kewarganegaraan. Selain status WNI yang belum dilepas, Arcandra juga sudah menjadi warga negara Amerika Serikat (AS).
Made Supriatma, peneliti dan pengamat politik yang sedang menyelesaikan program doktor di AS, menilai ada persoalan besar di balik masalah kewarganegaraan ganda Arcandra Tahaar. Menurut Made, ada usaha terorganisir untuk membela soal kewarganegaraan
“Dr. Arcandra Tahar. Bahkan orang sekaliber Jendral AM Hendropriyono, mantan Ka BIN, ikut turun gelanggang. Jendral Luhut Binsar Panjaitan bahkan berjanji akan membolduzer mereka yang ‘mengganggu kerja Menteri ESDM.’ Semakin saya dalami persoalannya, makin jelas bagi saya bahwa soalnya semata bukan dwi-kewarganegaraan (dual citizenship),” kata Made.
Menurut Made, ada banyak preseden dalam politik Indonesia soal kewarganegaraan ini. Ia pun mencontohkan Presiden Habibie pernah dipertanyakan apakah dia memegang kewarganegaraan Jerman dan Jendral Prabowo Subianto yang juga sempat dicurigai memiliki kewarganegaraan Yordania.
Sementara netizen mempersoalkan alasan Presiden Jokowi mengangkat Arcandra yang masih belum jelas kewarnegaraannya menjadi menteri di kabinetnya.
“Kalau dia benar warga AS, apa kata dunia? Iru artinya kita dalam bahaya, karena akan banyak rahasia Indonesia dipakai untuk AS,”kata Imam Syah di catatan Facebooknya.
“Orang AS bisa jadi menteri, ini bukti bahwa Jokowi kurang lihai dan tidak kuat. Kalau kuat, mestinya ada tim yang memberikan pertimbangan dan menyeleksi berkas persyaratan,” imbuh Imam.
Sementara Tomi Lebang, mantan jurnalis Tempo yang kini menjadi penulis, dalam statusnya di akun Facebook, Senin pagi menulis: “Tak ada jalan lain bagi Presiden selain memberhentiknnya. Bukan mengundurkan diri.”