Orang Miskin

Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh: Dahta Gautama *

“Orang miskin membantai orang miskin”. Itu yang terbetik dalam pikiran saya. Ketika pada suatu pagi, saya menyaksikan dua orang penarik becak, berusaha saling membunuh. Menghunus golok dan saling menyerang.

Mereka saling ingin ‘menghabisi’, bukan tanpa alasan. Setelah saya tanya, usai perkelahian yang akhirnya, berbuntut di kantor polisi itu. Keributan yang terjadi antara mereka berdua karena soal penumpang.

“Dia, kemarin merebut penumpang saya. Padahal saat itu, jatah saya yang narik. Saya emosi, mas.. Apalagi anak saya sedang sakit. Butuh dana ke dokter dan saya tidak punya uang. Saya pusing dan panik,” jelasnya kepada saya.

Ada apa ini. Begitu mudahnya, orang untuk saling membunuh. Perkelahian, yang berakhir pada kasus pra pembantaian dua orang tukang becak tadi, sekadar instrumentalia saja. bahwa sesungguhnya, selain mereka, setiap hari ada orang miskin yang dibunuh orang miskin.

Di perempatan jalan, di terminal, di pasar. Mereka para agen bus, sopir, kuli angkut dan beragam jenis ‘orang miskin’ lainnya.

Saya teringat, ucapan teman penyair. Ia bilang, “Pada suatu masa akan terjadi pembunuhan terkeji, terhadap sesama orang miskin!”.

Dikatakan teman penyair itu, bahwa pelaku kebijakan bangsa ini, adalah ‘biang’ pelaku pembunuhan massal di negeri ini. Saya, kemudian menjadi mafhum, bahwa apa yang terjadi akhir-akhir ini adalah bagian dari pembunuhan massal.

‘Orang miskin’ disuruh antri hanya untuk sekadar mengambil uang empat ratus ribu di kantor pos (dana konpensasi BBM). Ada yang pingsan bahkan mati (dua korban meninggal antri dana konpensasi, sampai pada hari ini adalah Yatirah, 67 tahun, warga Solo, Jawa Tengah dan Cicih, 79 tahun, warga Tasikmalaya, Jawa Barat) karena antri dari pagi dan perut dalam kondisi kosong.

“Ini upaya pemerintah menghewankan manusia. Kenapa tidak dengan cara lain agar masyarakat bisa sejahtera.” Tulis teman penyair di akun facebooknya.

Lolong anjing, memecah gelap. Serupa lonceng kematian. Dan orang-orang itu, berarak ke lengang satu menuju ke lengang yang lain. Yang didapati cuma: perih.

Orang miskin, minum darah di jalan. Dari rasa sakit, ia menyanyikan lagu kebangsaan. Sungguh, negeri yang telah ternistakan oleh program-program dan umbar janji. Ia telah menggambar angin. Menggambar warna kecemasan. Dan menciptakan angin beliung, menggulung orang-orang miskin.



* Penulis adalah Orang Biasa.