Asal-Usul Nama Pahoman di Kota Bandarlampung

Stadion Pahoman, salah satu ikon di Kota Bandarlampung. Foto: Teraslampung.com/Isbedy Stiawan ZS
Bagikan/Suka/Tweet:

Isbedy Stiawan ZS | Teraslampung.com

Bandarlampung–Pepatah lama menyebutkan gajah mati menyisakan gading harimau meninggalkan belang. Namun bagi manusia, dia meninggal namanya kekal.

Begitulah Hoffman, warga Bandarlampung memiliki bengkel kendaraan berat (dan mobil) di jalan yang kini bernama Jalan Radin Intan. Ada yang menyebut Hoffman adalah keturunan Belanda, namun sumber lain meyakini pengusaha bengkel kendaraan berat ini berasal dari Jerman.

Hoffman adalah pengusaha bengkel mobil dan kendaraan berat amat terkenal kala itu. Bengkel tersebut berada yang kini menjadi Toko Buku Fajar Agung. Area Bengkel Hoffman termasuk luas: dari Toko Buku Fajar Agung hingga Fajar Net dan menjorok ke dalam. Karena Bengkel Hoffman itu, kawasan di sekitarnya disebut Rawa Bengkel.

Pak Hoffman tidak menetap di tempat usahanya itu. Rumahnya sekitar 5 kilometer dari bengkelnya, persisnya ke arah Stasiun RRI Tanjungkarang.

Sebelum nama jalan atau kawasan ada, penamaan pun sesuai dengan apa yang mudah ditandai. Misalnya Gedong Air, karena adanya penampungan air milik Hindia Belanda—kini PDAM Way Rilau. Atau Pejagalan, rumah potong hewan yang juga dibangun pada masa Belanda.

Pahoman di GoogleMap

Jalan Baru juga punya nama karena sebuah tanda. Dahulu, warga di Jalan Baru tersebut banyak memiliki sado, maka disebutlah Umbul Sado. Begitu pula Umbul Kapuk lantaran banyak warga di sana memberi jasa membuat kasur. Padahal di daerah ini, hanya ada satu-satunya pohon kapuk (randu) persis di atas bukit yang kini disulah menjadi Hotel dan Resto Bukit Randu di Kebon Jeruk, Bandarlampung.

Demikian pula Pahoman. Menurut cerita turun-temurun, kawasan ini mulanya tidak bernama (noname).

Kemudian masyarakat saat itu, yang notabene keturunan Banten, jika hendak ke daerah sekitar ini cukup menyebut dekat (rumah) Pak Hoffman.

Misalnya, kata Hazairin, apabila ada yang bertanya tujuannya hendak ke kawasan ini maka orang itu akan menyebut rumah Pak Hoffman.

Akhirnya, lama-kelamaan lantaran kebiasaan menjadi nama kawasan. Sementara Pak Hoffman, karena lafal yang terus-menerus disebut, jadilah Pahoman. Huruf “k” dan “ff” hilang tak tersebut lagi.

Adapun rumah Pak Hoffman sebenarnya berada di Jalan Gatot Subroto kini, diperkirakan di sebelah SMAN 10 Bandarlampung.

Hazairin dari komunitas Vesva Owners Club Lampung yang semasa kecil menetap di Jalan Haji Mas Mansyur Rawalaut menambahkan, dulu rumah Pak Hoffman berbeda dibanding rumah-rumah warga lainnya di sana.

Ada ciri pada kediaman Pak Hoffman, yaitu semacam cerobong asap di atasnya. Sehingga puluhan meter kita berada, rumah milik warga keturunan Belanda dapat dilihat jelas.

Ini menurut Hazairin. Sedangkan salah satu warga etnik Lampung di Gedungpakuon, menjelaskan, Pahoman bermula adalah huma (kebun) bagi orang Lampung Gedungpakuon. Pahoman, kata dia, berasal dari kata “pahuma” yang berarti kebun atau ladang.

Kala itu, warga ingin mendandai daerah yang belum memunyai nama itu, dengan nama seorang warga yang kesohor. Satu-satunya warga yang bertempat tinggal di daerah ini adalah Pak Hoffman, pemilik bengkel mobil. Nah, tatkala seseorang bertanya mau ke mana atau tinggalnya di mana? Maka jawabannya: “Sekitar (rumah) Pak Hoffman.”

Bertahun-tahun kemudian karena tersosialisasi, “Pak”  menjadi “Pa” sedangkan “Hoffman” kesebut “Homan”. Akhirnya menjadi Pahoman, hingga sekarang. Pahoman saat kini merupakan kelurahan, masuk Kecamatan Telukbetung Utara.

Hoffman sendiri sudah lama tiada, tempat tinggalnya pun di sekitar SMAN 10 Bandarlampung sudah tak bertanda. Tetapi, namanya mengekal sebagai kawasan, yaitu Pahoman.

Sementara itu, Bengkel Hoffman pada masa itu terkenal se-Bandarlampung. Pak Hoffman otomatis pula dikenal oleh masyarakat di kota ini. Bangunan dan pemilik, sama-sama memberi sumbangan bagi kota ini.

Sayangnya Bengkel Hoffman yang memiliki ciri bangunan peninggalan kolonial Belanda tergusur karena kepentingan modernisasi. Seperti juga Asrama Tentara yang kini menjadi Toko Gramedia, Markas CPM atau Gedung Bengkok yang kini menjadi kawasan pertokoan dan hotel, Bengkel Hoffman pun dijadikan Toko Fajar Agung-Fajar Net. Hanya tersisa sedikit pada bangunan di bagian belakang Fajar Net.

Kemudian rumah Hoffman di Pahoman, memiliki cerobong asap, sudah tidak bertanda. Sebenarnya sangat banyak bangunan berciri dan tua usianya, nyaris sudah habis. Kota Bandarlampung kehilangan heritage tangible.

Belakangan Pahoman dikenal sebagai kawasan “Menteng”-nya Bandarlampung. Entah lantaran penduduk di daerah ini dari keluarga pejabat atawa kalangan elite, atau disebabkan hal lain.

Pahoman berkembang pesat. Di daerah ini ada stadion olahraga dan kolam renang. Pendidikan pun banyak: Xaverius, Teladan, serta sekolah menengah pertama dan atas baik negeri maupun swasta.

PT Pos juga berpusat di Pahoman. Sekretariat salah satu partai politik juga berada di daerah ini. Semasa Orde Baru, di Jalan Gatot Subroto Pahoman ada dua sekolah “mencetak guru” yaitu SPG Negeri 1 dan SPG Negeri 2.

Di daerah ini juga tumbuh subur kafe, hotel, rumah makan, dan sebagainya. Pahoman tak berjalan di tempat namun maju pesat, seiring perkembangan kota ini.*