Asarpin*
Firas, dosen Institut Pertanian Bogor,
memilih berhenti mengajar di kampus untuk mendidik anak perempuannya, Zarah, di
rumahnya sendiri. Kita tak tahu persis alasannya, mungkin sang ayah tak ingin
mempercayakan anaknya di sekolah, dengan alasan yang juga tak begitu jelas.
Zarah didik dengan cara unik, dikenalkannya pada tumbuh-tumbuhan, diajaknya
melakukan observasi lapangan, meneliti fungsi fungi yang sanggup bertahan hidup
melampaui dua kiamat ketika bumi ditabrak asteroid. Si Ayah yakin bahwa fungi
adalah makhluk dengan kecerdasan yang melampaui manusia.
memilih berhenti mengajar di kampus untuk mendidik anak perempuannya, Zarah, di
rumahnya sendiri. Kita tak tahu persis alasannya, mungkin sang ayah tak ingin
mempercayakan anaknya di sekolah, dengan alasan yang juga tak begitu jelas.
Zarah didik dengan cara unik, dikenalkannya pada tumbuh-tumbuhan, diajaknya
melakukan observasi lapangan, meneliti fungsi fungi yang sanggup bertahan hidup
melampaui dua kiamat ketika bumi ditabrak asteroid. Si Ayah yakin bahwa fungi
adalah makhluk dengan kecerdasan yang melampaui manusia.
Dari fungi itu kemudian Firas membawa Zarah
mengenal pengetahuan tentang yang “gaib”. Ayahnya mengajaknya ke Bukit Jambul
yang misterius yang dijauhi orang. Sejak itu Zarah mulai tahu bahwa ayahnya
mencatat pertemuannya dengan makhluk yang tak datang dari bumi, alien, tapi
ayahnya merahasiakannya.
mengenal pengetahuan tentang yang “gaib”. Ayahnya mengajaknya ke Bukit Jambul
yang misterius yang dijauhi orang. Sejak itu Zarah mulai tahu bahwa ayahnya
mencatat pertemuannya dengan makhluk yang tak datang dari bumi, alien, tapi
ayahnya merahasiakannya.
Pada suatu hari ayahnya menghilang. Sejak itu, Zarah yang
terlanjur mengagumi ayahnya, terus mencarinya namun tak pernah ketemu. Zarah
akhirnya masuk sekolah dan sudah bisa diduga: ia tak betah dan di keluarkan
dari sekolah lantaran menjawab pertanyaan-pertanyaan guru yang dianggap
menyesatkan dan menghina agama beserta Kitab Suci.
terlanjur mengagumi ayahnya, terus mencarinya namun tak pernah ketemu. Zarah
akhirnya masuk sekolah dan sudah bisa diduga: ia tak betah dan di keluarkan
dari sekolah lantaran menjawab pertanyaan-pertanyaan guru yang dianggap
menyesatkan dan menghina agama beserta Kitab Suci.
Tanya : “Kamu ibadah di mana dong, Zarah?”
Jawab: “Di kebun”.
Tanya: “Kamu menyembah apa?”
Jawab: “Jamur”.
Pernah Zarah menyampaikan satu “teori”
mengenai kejadian manusia yang berbeda dengan versi Kitab Suci. Bagi gurunya, Bu
Aminah, Zarah menyimpang dari versi agama. Ketika Zarah mengatakan ajaran agama
belum tentu benar, Bu Aminah meminta muridnya itu diskors karena menganggap
Zarah melakukan penghinaan atas dirinya,
atas Alquran, dan atas Islam. Zarah mencoba memprotes.
mengenai kejadian manusia yang berbeda dengan versi Kitab Suci. Bagi gurunya, Bu
Aminah, Zarah menyimpang dari versi agama. Ketika Zarah mengatakan ajaran agama
belum tentu benar, Bu Aminah meminta muridnya itu diskors karena menganggap
Zarah melakukan penghinaan atas dirinya,
atas Alquran, dan atas Islam. Zarah mencoba memprotes.
“Kenapa Bu Aminah harus tersinggung dengan
ceriita saya? Kalau beliau nggak
percaya dengan cerita saya, saya juga nggak
marah”.
ceriita saya? Kalau beliau nggak
percaya dengan cerita saya, saya juga nggak
marah”.
Tapi keputusan untuk menskornya dari
sekolah sudah final. Kakek Zarah juga marah kepadanya. Maka Zarah pun
dipondokkan ke sebuah pesantren untuk “meluruskan imannya”. Tapi justru di
pesantren Zarah menemukan kesadaran baru dan pembebasan hingga ia jadi
pembangkang seperti ayahnya. “Aku adalah Firas berikutnya,” ucapnya.
sekolah sudah final. Kakek Zarah juga marah kepadanya. Maka Zarah pun
dipondokkan ke sebuah pesantren untuk “meluruskan imannya”. Tapi justru di
pesantren Zarah menemukan kesadaran baru dan pembebasan hingga ia jadi
pembangkang seperti ayahnya. “Aku adalah Firas berikutnya,” ucapnya.
Kisah di atas dituturkan Dee Lestari dalam
novel terbarunya, Partikel. Sebuah
tema yang menggugah dan tak
disangka-sangka. Dee memang produktif dan tampaknya belum ingin berhenti
merangkai episode Petir yang pertama
kali digarapnya sepuluh tahun lalu itu. Bahasanya kian mantap dan semakin arif.
Tak sia-sia ia meninggalkan dunia selebritas yang menjanjikan imbalan material
dan masuk ke dunia spiritual yang gelisah. Karya-karyanya kini berderet di
tokoh buku, yang beberapa menjadi tonggak penting proses kreativitasnya.
novel terbarunya, Partikel. Sebuah
tema yang menggugah dan tak
disangka-sangka. Dee memang produktif dan tampaknya belum ingin berhenti
merangkai episode Petir yang pertama
kali digarapnya sepuluh tahun lalu itu. Bahasanya kian mantap dan semakin arif.
Tak sia-sia ia meninggalkan dunia selebritas yang menjanjikan imbalan material
dan masuk ke dunia spiritual yang gelisah. Karya-karyanya kini berderet di
tokoh buku, yang beberapa menjadi tonggak penting proses kreativitasnya.
*Esais