Para mahasiswa Iran berunjuk rasa di depan Kantor Kedubes Arab Saudi di Teheran, Minggu sore (3/1/2015) waktu setempat. (Foto: New York Times/AP) |
TEHERAN, Teraslampung.com — Setelah pemerintah Arab Saudi mengeksekusi mati ulama Syiah, Sheikh Nimr al-Nimr, Sabtu kemarin (2/1/2016), gelombang unjuk rasa terjadi di sejumlah tempat di Iran dan Arab Saudi. Sementara ancaman untuk membalas atas eksekusi tokoh Syiah itu juga disampaikan Kementerian Luar Negeri Iran.
Dalam aksinya,Minggu (4/1/2015) para pendemo di Iran menyerbu dan membakar Kedutaan Besar Saudi Arabia di Teheran. Hal itu terjadi sebagai bentuk protes keras terhadap pemerintah Arab Saudi yang telah menghukum mati seorang ulama Syiah, Sheikh Nimr al-Nimr.
Baca: Pemerintah Arab Saudi Eksekusi Mati Ulama Syiah
Gerakan demonstrasi itu dilakukan oleh milisi mahasiswa Basij yang punya kaitan dengan pasukan elite Iran Pengawal Revolusi. Milisi mahasiswa itu menyerukan demonstrasi besar Minggu sore di depan Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran,.
Sementara itu, Kantor berita AFP melaporkan pemerintah Iran tidak main-main dengan ancamannya.
AFP mewartaan Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Hossein Jaber Ansari, mengutuk keras eksekusi itu. Apalagi eksekusi dilakukan setelah Iran berulang kali meminta pemerintah Arab Saudi yang mayoritas Sunni untuk mengampuni Sheikn al-Nimr.
Dilansir kantor berita Iran, IRNA, Hossein Jaber Ansari mengritik cara Saudi memperlakukan para tokoh dan pengikut Syiah.
“Pemerintah Saudi mendukung gerakan teroris dan ekstremis, namun menanggapi kritik di dalam negeri dengan penindasan dan eksekusi. Pemerintah Saudi akan menghadapi risiko setimpal menyusul kebijakannya ini,” tulis IRNA.
Menurut Hosein, eksekusi terhadap Sheikh al-Nimr yang sedang memperjuangkan tujuan politik dan agamanya smenunjukkan parahnya ketidakbertanggungjawaban dan kekuarangakalan pemerintah Arab Saudi.
Nimr (56) adalah tokoh utama penganjur demonstrasi yang pecah pada 2011 di provinsi bagian timur Saudi yang bermayoritas Syiah . Unjuk rasa yang dianjurkan tokoh Syiah itu dilakukan karena pemerintah Arab Saudi melakukan peminggiran (marginalisasi) terhadap warga minoritas Syiah.
Aliran Syiah di Arab Saudi termasuk minoritas. Sedangkan di Iran, Syiah menjadi aliran dominan hingga ke pusat pemerintahan.
Pengamat politik Made Supriatma mengatakan aksi unjuk rasa para mahasiswa Iran itu mengingatkan peristiwa pada tahun 1979, yakni ketika pendemo Iran menyerbu Kedubes AS dan menyandera staf dan warga AS selama 444 hari.
“Tentu, sekarang AS yang adalah juga sekutu paling dekat Saudi akan bereaksi dengan penyerbuan ini,” kata kandidat doktor yangb kini bermukim di Amerika Serikat itu.
Menurut Supriatma, ketegangan Sunni-Syiah pun akan meningkat, termasuk di Indonesia. (Baca esai AE Priyono: Sunni-Syiah di Indonesia: Politik Penyesatan dan Politik Kewargaan).
“Saya kira, Saudi lumayan pintar menyulut api. Di dalam negeri, mereka menghadapi kesulitan yang tidak sedikit. Ekonomi sangat buruk. Mereka harus menekan defisit. Rakyat Saudi harus berkorban karena subsidi-subsidi yang selama ini mereka nikmati dicabut,” katanya.
Sumber: New York Times/AP/AFP/IRNA