Demo menolak LGBT di Unila, Kamis, 3 Dsember 2015. (Foto: BEM Unila) |
BANDARLAMPUNG, Teraslampung.com — Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Wilayah Lampung menyayangkan penyataan Rektor Universitas Lampung (Unila) , Prof. Dr. Hasriadi Mat Akin terkait ancamaman terhadap civitas akademika Unila yang terlibat dalam kegiatan LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender). Ancaman itu disampaikan Hasriadi ketika menanggapi unjuk rasa mahasiswa yang menuntut penolakan dan pembubaran gerakan LGBT di Unila, Kamis lalu (3/12/2015).
Kepala Divisi Penanganan Perkara dan Bantuan Hukum PBHI Lampung, Heri Hidayat, mengatakan semestinya seorang pejabat lembaga negara tidak perlu reaksioner dalam menyikapi sesuatu persoalan, terlebih isu tersebut diketahui muncul dari media sosial Facebook yang belum tentu bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Lihat:
Sumber: BEM FKIP Unila
“Ini terkesan tidak elok dan bertentangan dengan semangat menjunjung nilai-nilai Hak Asasi Manusia. Stigma dan justifikasi “penyimpangan” maupun “kesesatan” terhadap aktivitas LGBT tanpa melihat secara cermat dan komprehensif tentunya tidak sejalan dengan ciri khas Institusi Pendidikan yang bersandar pada koridor ilmu pengetahuan yang diteliti dan disusun secara Ilmiah. Itu pun mesti dihasilkan dari pemikiran radikal atau mendasar dengan jaminan ‘kebebasan berpikir’,” kata Heri dalam rilisnya yang dikirim ke Teraslampung.com, Sabtu (5/12/2015).
BACA: Temui Rektor, Ratusan Mahasiswa Unila Demo Tolak Kegiatan LGBT
Heri menilai, bila pernyataan tersebut dilakukan oleh seorang Rektor dalam kapasitasnya sebagai pejabat lembaga negra, maka hal itu merupakan bentuk ketidakmampuan negara untuk melakukan pengormatan “to respect” dan perlindungan “to protect” terhadap Hak-hak Sipil Warga Negara sebagaimana diamanatkan dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1958, yang kemudian turunannya yaitu “International Covenant on Civil and Politic Right” (ICCPR) diratifikasi oleh Negara Republik Indonesia dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik.
“Pernyataan tersebut merupakan sebuah intimidasi atas hak sipil . Di antaranya “Hak Kebebasan Berekspresi” dan “”Kebebasan Akademik” yang dilakukan Institusi Negara terhadap Warga Negara khususnya civitas akademika Universitas Lampung dan secara umum merupakan bentuk diskriminasi terhadap kelompok rentan/kelompok minoritas dalam hal ini Komunitas LGBT,” kata Heri.
Mengenai kekhawatiran penyelenggaraan seminar tentang LGBT di area kampus Unila, kata Herim seharusnya dapat diklarifikasi pada pihak-pihak terkait yang ‘diisukan’ akan menggelar acara tersebut. Diadakan seminar pun bukan berarti suatu “Pemaksaan Paham”, bukankah Mahasiswa akan lebih kritis dan cerdas ketika dapat mengeksplorasi ilmu pengetahuannya secara dialogis tanpa pemaksaan doktrin tertentu.
Heri mengatakan, banyak perspektif yang dapat digunakan dalam memandang persoalan LGBT, dapat dilihat dari aspek sosiologi, psikologi, hukum, agama, kesehatan serta banyak lagi lainnya.
“LGBT bagian dari realitas yang tumbuh ditengah-tengah masyarakat dan kita tidak dapat menutup mata terhadap eksistensi tersebut. Sekali lagi kami sampaikan bahwa Kampus harus cermat, ilmiah dan komprehensif untuk menilai bahwa sesuatu hal tersebut dapat dikategorikan penyimpangan sehingga disebut mencoreng institusi,” katanya.