PBHI Lampung menghimbau Rektor Rektor UNILA untuk mencabut pernyataan berkonotasi intimdatif beberapa waktu lalu terkait “ancaman” pemecatan terhadap civitas akademika yang terlibat dalam LGBT, PBHI Lampung juga menyarankan Rektor sebagai pejabat Institusi meminta maaf atas apa yang telah diucapkan tersebut.
Semestinya seorang pejabat institusi Negara dapat lebih moderat dan tidak hanya terpaku pada prinsip konservatif, nilai-nilai Humaniora dan prinsip ke-bhineka-an perlu dikedepankan karena hal ini tercantum dalam Undang-undang 12 tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, dalam Undang-undang tersebut banyak Pasal yang mengingatkan bahwa kaidah Humaniora juga harus diterapkan dalam Institusi Pendidikan Tinggi.
Sebutan “penyimpangan” dan “Sesat” serta “Penyakit” yang dialamatkan terhadap aktivitas LGBT tanpa melihat secara cermat dan komprehensif sangat tidak mencerminkan ciri khas Institusi Pendidikan yang bersandar pada koridor Ilmu Pengetahuan yang diteliti dan disusun secara Ilmiah”. Ini tidak mencerminkan kaidah Humanis. Padahal PBHI Lampung meyakini bahwa tidak sedikit civitas akademika disana yang merasa kecewa dan terganggu dengan “pengketatan” pengawasan terhadap isu LGBT, namun mereka takut untuk ikut berkomentar.
Pasal 8 ayat (3) UU No.12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi menyebutkan bahwa “Pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan di Perguruan Tinggi merupakan tanggung jawab pribadi Sivitas Akademika, yang wajib dilindungi dan difasilitasi oleh pimpinan Perguruan Tinggi”.
Nah, bagaimana Ilmu Pengetahuan akan terjamin Ilmiah jika masih ada depedensi yang membatasi kemerdekaan berfikir kaum intelektual.
Dengan diratifikasinya Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Politic Right) atau ICCPR kedalam Undang-Undang No.12 Tahun 2005, maka secara hukum ini berlaku bagi seluruh warga Indonesia. Rektor sebagai Pejabat Institusi Negara, semestinya melakukan pengormatan dan perlindungan “respect & protect” terhadap Hak-hak Sipil Warga Negara. Bukan sebaliknya.
Kita dapat mengutip contoh ringan tentang sisi Humanis Rektor UIN Sunan Kalijaga Drs. H. Akh. Minhaji, MA.,Ph.D. yang menyatakan bahwa kaum Gay pun adalah makhluk tuhan, harus dihormati, UIN tetap menerima Gay untuk berkuliah di UIN dan mengakui tidak ada larangan Gay untuk berkuliah di UIN selagi tidak menyuruh laki-laki kawin dengan laki-laki. Lesbi, Gay biseksual dan transgender adalah sebuah realita, dan sebuah realita mereka adalah mahluk Allah. Jangankan manusia, barang
mati harus dihormati, Gay bukan penyakit sosial, itu realita. (sumber: http://www.infokampus.net/2015/07/rektor-uin-kalijaga-mahasiswa-gay-tidak.html)
Kami saat ini sedang merumuskan dan mempertimbangkan untuk menyurati Kementrian Riset dan Perguruan Tinggi (Kemenristek) serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) terkait dugaan pelanggaran atas Hak Kebebasan Akademik serta Pelanggaran Hak Sipil yang dilakukan oleh pihak Universitas Lampung.
Karena menurut hemat PBHI Lampung, jika LGBT memita lingkungannya untuk tidak mencemooh, tidak anti, tidak takut serta tidak berpandangan buruk terhadap LGBT maka hal tersebut wajar dan manusiawi. Selama tidak ada paksaan dari LGBT atau pihak-pihak lain untuk beraktifitas seperti apa yang mereka kerjakan, maka itu sesuatu yang sah-sah saja.
Selalu PBHI Lampung mengigatkan, mendorong dan meminta kepada media massa yang ada di Lampung untuk menuangkan pemberitaan yang konstruktif dan inklusif terhadap isu LGBT ini.
Bandar Lampung, 8 Desember 2015
Kepala Div. Penanganan Perkara &
Bantuan Hukum
HERI HIDAYAT, S.H.
TL-Rilis
Baca Juga: Temui Rektor, Ratusan Mahasiswa Unila Demo Tolak Kegiatan LGBT
Berita Terkait: PBHI Lampung Sayangkan Pernyataan Rektor Unila Terkait LGBT