PDAM Way Rilau Cuma “Omdo”, Warga Perum Jayapura Indah Perbaiki Bekas Galian Secara Mandiri

Warga membereskan bekas galian pipa PDAM Way Rilau yang dibiarkan berantakan begitu saja oleh pekerja proyek. Foto: Darwin Ruslinur
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Way Rilau Bandarlampung selaku operator pembangunan instalasi pipa air bersih siap minum, ternyata benar-benar tidak mau bertanggungjawab atas pekerjaannya. Warga yang protes karena bekas galian dibiarkan begitu saja hanya ditanggapi permintaan agar warga bersabar.

Karena berhari-hari tak kunjung ada tindakan dari PDAM atau rekanan yang mengerjakan proyek galian, akhirnya banyak warga Bandarlampung yang secara mandiri membereskan bekas galian tersebut.

Yang dilakukan Darwin Ruslinur, warga Perum Jayapura Indah, Bandarlampung, misalnya. Pada Minggu (28/6/2020) Darwin membereskan bekas galian berupa tanah yang berserakan. Darwin membereskan bekas timbunan yang tidak rata di sekitar rumahnya.

“Perbaikan mandiri yang kami  lakukan semestinya hari ini Minggu (28/06) selesai. Tetapi ada tambahan perbaikan akses masuk ke Perum Jayapura Indah juga secara mandiri. Jadi belum sepenuhnya beres,” kata Darwin Ruslinur, tokoh masyarakat setempat, Minggu (28/6/2020).

Darwin menyesalkan sikap rekanan yang tidak bertangung jawab. Menurutnya, rekanan yang mengerjakan galian instalasi pipa di semua ruas Jalan Sultan Agung, M. Nur I sampai M. Nur VII Sepangjaya terkesan asal-asalan.

Warga Perum Pupua Jaya, Bandarlampung, secara mandiri membereskan bekas galian PDAM Way Rilau, Minggu (26/6/2020). Foto: Darwin Ruslinur

“Usai menggali, tanah bekas galiannya tidak dikembalikan seperti semula. Akibatnya, banyak bekas galian kembali amblas. Parahnya lagi, bekas galian di akses masuk ke Perumahan Jayapura Indah, di Jl. M. Nur II sampai hari ini (28/06) belum juga diperbaiki. Saya sudah minta langsung kepada para pekerja agar jalan tersebut diperbaiki, tetapi mereka menolak,” katanya.

Menurut mantan anggota DPRD Lampung ini, para pekerja itu menolak memperbaiki bekas galian karena mereka akan menutup bekas galian itu dengan aspal.

“Tetapi kami tidak tau kapan akan diaspalnya. PDAM dan para rekanannya memang tidak merasakan bagaimana kami selaku warga ikut menjadi korban dari galian yang tidak profesional itu. Setidaknya, selama penggalian yg dilakukan saat musim penghujan, warga mandi lumpur dan debu. Belum lagi kerja ekstra membersihkan garasi dan memarkirkan kendaraan di luar,” imbuhnya.

Darwin mengatakan, untuk melakukan perbaikan secara mandiri, warga perlu mengeluarkan dana ekstra.

“Bagi yg memiliki dana, masih lumayan hitung-hitung ikut menyumbang dan membantu rekanan yang ‘hebat’ itu,” katanya.

“Semestinya PDAM selaku operator turun langsung ikut mengawasi kerja para rekanan dilapangan. Namun hal ini tampaknya tidak dilakukan. Mereka cuma ‘omdo’ alias omong doang. Demikian juga pengawas dari rekanan tidak pernah turun,” Darwin menandaskan.