Pelukis Sumatera Barat dan Puteranya Jadi Korban Penembakan di Masjid Selandia Baru

Zulfirmansyah bersama istri. (Foto: Istimewa via detik.com)
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Sebanyak 49 orang meninggal dunia dalam serangan brutal dengan senjata api di dua masjid di kota Christchurch, Selandia Baru, Jumat siang, 15 Maret 2019.

BACA: Penembakan di Masjid Selandia Baru: 3 WNI Selamat, 3 Lain Masih Dicari

Dua warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban penembakan diketahui bernama Zulfirman Syah (41) dan putranya yang baru berusia 2,5 tahun. Zul dan anaknya kini masih dirawat di rumah sakit di Selandia Baru.

Zul adalah pelukis yang tergabung dalam Komunitas Seni Sakato Yogya. Ia baru dua bulan ikut istrinya menetap di Christchurch. Istri Zul berkewarganegaran Selandia Baru.

“Baru 2 bulan pindah domisili (ke Selandia Baru). Istri Zul itu orang Amerika Serikat, keduanya menikah 2-3 tahun lalu, punya anak satu,” kata Ketua Sakato Art Community, Erizal As, seperti dilansir detik.com,  Jumat (15/3/2019).

BACA: Warga Australia Tersangka Penembakan Brutal di Dalam Masjid di Selandia Baru

“Pindah ke Selandia Baru karena istrinya Zul dapat rekomendasi atau peluang besar kerja di Selandia Baru dari negara Amerika Serikat. Karena istrinya kerja di sana sesuai rekomendasi, jadi Zul ikut menemani (di Selandia Baru),” kata Erizal.

Salah seorang pelaku penembakan brutal di sebuah masjid di Christchurch, Selandia Baru sempat menayangkan aksi brutalnya via layanan live streaming di internet. Video live streaming berdurasi 17 menit itu telah dihapus dari internet oleh otoritas terkait.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memastikan ada 6 WNI yang sedang mengikuti sholat Jumat di masjid tersebut, Jumat (15/3/2019), pukul 13.40 waktu setempat, ketika terjadi penembakan.

BACA: Cerita Mahasiswa Indonesia Meloloskan Diri dari Penembakan di Masjid Selandia Baru

“Tiga diantaranya sudah confirmed berhasil menyelamatkan diri. Kita sedang mencoba mencari informasi keberadaan dari 3 WNI lainnya,” jelasnya kepada wartawan di Gedung Kemenlu, Jakarta.

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Wellington terus memantau perkembangan situasi dan telah mengirimkan tim ke Christchurch untuk berkoordinasi dengan otoritas keamanan, rumah sakit, dan Perhimpunan Pelajar Indonesia setempat.

Sementara itu Retno akan terus memantau perkembangan lewat Duta Besar Indonesia di Selandia Baru, Tantowi Yahya.

“Jadi hari ini saya akan terus melakukan komunikasi dengan dubes kita di Wellington, termasuk untuk memastikan keberadaan 3 WNI lainnya yang sampai saat ini belum dapat kita temui,” katanya.

Hijrah ke Selandia Baru

Zulfirman Syah merupakan seorang seniman, alumni Insitut Seni Indonesia (ISI) di Yogyakarta.

Hendra Yaspita mengatakan adiknya bermukim di Yogyakarta dari 1997 sampai 2018. Namun, kemudian memutuskan untuk hijrah ke Selandia Baru.

“November 2018 dia pulang ke Padang, minta restu ke Selandia Baru. Januari lalu dia ke sana. Alasan dia ke Selandia Barukarena di sana suasananya damai dan tertib,” paparnya.

Selama bertahun-tahun, Zulfirman Syah berkiprah di Sakato Art Community, sebuah kelompok seniman seni rupa Indonesia yang beranggotakan seniman asal Sumatera Barat.

Salah seorang teman Zulfirman Syah di Sakato Art Community, Anton Rais Makoginta, mengetahui sosok Zul sebagai seorang pelukis.

Zul, menurut Anton, pernah mengikuti pameran di Beijing, Cina.

“Karya lukisnya abstrak dengan kesadaran realis. Dia membuat wujud-wujud abstrak menjadi model yang kemudian dipindahkannya ke kanvas. Terakhir, dia baru saja ikut dalam pameran ‘Plus’ di Nadi Gallery, Jakarta. Saat itu ada pameran 15 seniman Sakato Art Community,” kata Anton kepada wartawan di Padang, Agus, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

TL|BBC|DBS