Bahasa  

Pemakaian Bahasa di Media Massa Kita

Bagikan/Suka/Tweet:

Willy Pramudya*

Ketika mendengar kabar bahwa KPK menangkap seorang pejabat tinggi di bidang penegakan hukum, saya langsung berusaha mencari beritanya di media daring agar segera memperoleh informasi yang membuat saya tahu. Tetapi setelah mendapatkan beritanya, niat untuk mencari informasi tentang penangkapan hilang karena terhenti oleh penggunaan bahasa dalam teks berita. Saya kutipkan alinea yang membuat niat mencari informasi itu hilang.

“Hal yang sama disampaikan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menurutnya KPK belum bisa konfirmasi nama tertentu. Namun, informasi sudah pihaknya terima terkait adanya OTT yg dilakukan KPK di Jakarta.” (Pxxxxxx Rxxxxx.com, 26 Januari, 2017 – 11:59)

Saya tak bermaksud menjadi polisi bahasa. Tetapi kesalahan berbahasa seperti di atas kerap melanda media massa pers dan dapat mengganggu pikiran saat membacanya. Jangan pula dilupakan bahwa masyarakat luas, terutama anak-anak muda yang tengah menempuh pendidikan bersama para guru dan dosen, kerap memandang bahasa media sebagai contoh berbahasa yang baik dan benar. Kalau media melakukan banyak kesalahan bahkan pelanggaran berbahasa secara sengaja, maka ke depan kita akan memetik buah busuk dari “pohon” cara berbahasa hari ini.

Media daring yang kerap dituding melakukan banyak kesalahan berbahasa biasanya menyodorkan alasan yang selalu dipertahankan, yakni kecepatan. Mereka dituntut oleh “rezim” kecepatan untuk menurunkjan berita dengan cepat.

Saya memahami pengajuan alasan seperti itu. Persoalannya ialah bagaimana masyarakat media daring mampu mencari jalan keluar agar mereka tetap mampu menjaga kecepatan dalam pemberitaan tetapi juga mampu menggunakan bahasa secara terjaga dari semua sisi kebahasaan yang diperlukan.

* Jurnalis, pemulia Bahasa Indonesia