Oleh Syarief Makhya
Kunjungan Presiden Jokowi ke Lampung pada Jumat yang lalu (6/5/2023) setidaknya ada tiga kejadian yang memberi kesan bahwa Gubernur Lampung masih kental menyenangkan atasan dan tidak akrab dengan daerahnya. Pertama, beberapa hari jelang Presiden Jokowi datang ke Lampung jalan yang rusak disulap sehingga citra jalan rusak parah sedikit berkurang, sementara Jokowi saat meninjau jalan rusak mengalihkan rute ke jalan rusak yang lain.
Kedua, di media sosial terungkap Gubernur Lampung Arinal Djunaidi diduga tidak tahu dengan daerahnya sendiri ketika ditanya oleh Presiden RI Joko Widodo. “Ini apa, daerah apa namanya,” tanya Gubernur Lampung Arinal Djunaidi kepada warga sembari menunjuk jalan. Ketiga, Jokowi menolak menggunakan helikopter untuk melihat jalan rusak; Jokowi memilih menggunakan mobil karena ingin tahu dan merasakan jalan rusak.
Tiga kejadian itu menunjukkan masih kentalnya budaya pemerintahan lama yaitu menutupi informasi yang senyatanya terjadi, sehingga diasumsikan atasan akan terkecoh dan menutupi kelemahan yang ada. Di sini budaya carmuk dan tidak mau kepemimpinannya dinilai gagal masih sangat kuat.
Selain itu, kepala daerah terkesan kurang ke turun ke lapangan sehingga tidak tahu persis batas wilayah antar kabupaten, lokasi jalan rusak dan tidak memiliki informasi yang cukup tentang wilayah di seputar daerah jalan yang rusak. Juga, sikap berlebihan dalam menyambut tamu sekelas Presiden masih menonjol, semisal memfasilitasi helikopter padahal Presiden tidak menginginkan hal demikian.
Dari masalah jalan rusak dan fenomena penyambutan Jokowi ke Lampung terkesan Pemrov Lampung masih kuat memelihara tradisi dan budaya pemerintahan lama yaitu menyenangkan atasan, menyelimuti masalah dengan berbagai cara, dan kekhawatiran kalau kinerjanya dinilai gagal dalam menyelesaikan masalah publik.
Pemerintahan Gaya Lama?
Jika ditelusuri sejak jatuhnya rezim orde baru, sebenarnya sudah terjadi perubahan mendasar dalam tatakelola pemerintahan. Saat itu, gerakan reformasi dalam segala aspek, termasuk dalam tatakelola pemerintahan mulai diberlakukan, dari mulai perubahan regulasi, perubahan struktur, tatakelola keuangan, tata kelola sumder daya manusia pemerintahan, disipilin pegawai sampai pada penerapan sanksi kepada pegawai bahkan di era Jokowi juga diterapkan revolusi mental.
Selain itu, perubahan juga sudah diterapkan pemerintahan yang berbasis teknologi informasi, sekarang semua dinas menerapkan pelayanannya berbasis aplikasi. Penerapan e-government dan teknologi informasi sangat membantu bagi praktik pemerintahan dalam mengkases data, menyampaikan informasi, pelayanan publik online, dan hubungan komunikasi antar pemerintahan bisa dilakukan dalam hitungan menit.
Dengan reformasi pemerintahan dan penerapan teknologi informasi, akses masyarakat untuk mengontrol berbagai kebijakan pemerintah juga semakin mudah dilakukan melalui berbagai media sosial, antara lain, twwiter, WhatsApp, email, podcast, Instagram, facebooks, TikToks dsb. Kekuatan media sosial ini jauh lebih dahsyat pengaruhnya dibandingkan lembaga resmi pemerintahan seperti DPRD dalam mengontrol kebijakan publik.
Konsekuensi perubahan pemerintahan tersebut, seharusnya karakter gaya pemerintahan juga berubah, termasuk peran kepala daerah dalam mengelola pemerintahan harus beradaptasi dengan perubahan pemerintahan tersebut. Dari mulai mengelola informasi dalam pengambilan keputusan, relasi kuasa antara pemerintah daerah dengan rakyat, orientasi pemerintahan, dan tentu saja dalam membangun kepercayaan dari masyarakat.
Namun, di balik pemerintahan yang sudah berubah tersebut, masih ada pejabat atau kepala daerah yang bergaya lama, seperti tidak melek data dan tidak update, tidak sensitif denngan kritik publik, kegiatan serimonial masih kuat, orientasi pemerintahan masih jalan ditempat, keberpihakan masih cenderung politis, pemerintahan berbasis aplikasi tidak tidak dioptimalkan dan masih kuat upaya mencari untung dibalik proyek-proyek pemerintah.
Model pemerintahan gaya lama tersebut tidak dimaksudkan untuk menggeneralisasi untuk semua pemerintahan di Indonesia, masih banyak pemerintah daerah yang mengikuti perubahan dinamika pemerintah dan cenderung efektif dalam mengeloa pemerintahah, antara lain misalnya di beberapa daerah ditemukan good practices, inovasi pemerintahan, dan kepemimpinan pemerintahan yang visisoner.
Fenomena Gubernur Lampung yang cenderung masih bergaya lama dalam mengelola pemerintahan harus ditafsirkan bahwa kendati struktur pemerintahan dan pengelolaan pemerintahan sudah berubah untuk menghasilkan pemerintahan yang efektif, tetapi jika tidak didukung oleh gaya kepemimpinan yang adaptif dengan perubahan struktur tersebut, maka pengelolaan pemerintahan akan cenderung didominasi kekuasaan kepala daerah yang bias terhadap kepentingan publik
Hikmah terpenting dibalik kunjungan Presiden Jokowi ke Lampung, persoalan jalan rusak akan diambil oleh pemerintah pusat dengan anggaran sebesar Rp800 miliar. Namun, tidak berarti ke depan jalan di Lampung akan selalu mulus, potensi jalan rusak akan kerap terjadi saat musim hujan dan karena muatan melebihi batas maksmial (tonase) pada kendaraan besar.
Oleh sebab itu, dibutuhkan pemerintahan yang antisipatif dan sosok kepala daerah yang memiliki komitmen yang bisa mengatasi Lampung yang bebas dari segala bentuk masalah pelayanan dasar (infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial).
*) Dosen Studi Pemerintahan FISIP Unila