Pemerintah Tetapkan Awal Puasa Ramadhan 1436 H pada Kamis Lusa

Bagikan/Suka/Tweet:
Sidang Isbat untuk menentukan awal puasa Ramadhan 1436 H di Kantor Kemenag, di Jakarta, Selasa petang (16/6/2015). Foto: Ist

JAKARTA, Teraslampung.com– Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan awal Ramadhan pada Kamis lusa (18/6/2015). Penetapan tanggal 1 Ramadhan 1436 H itu melalui Sidang Isbat yang dihadiri segabian besar ormas Islam di Indonesia dan dipimpin oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, di Kantor Kemenag, di Jakarta, Selasa petang (16/6/2015).

“Berdasarkan laporan dari para penganat hilal yang ditugaskan oleh Kantor Kementerian Agama di seluruh Indonesia, hingga petang ini disimpulkan tidak terlihat hilal.Sebab itu, bulan Syakban disempurnakan menjadi tiga puluh hari sampai besok. Dengan begitu, kami menetapkan awal puasa Ramadhan jatuh pada Kamis lusa tanggal 18 Juni 2015. Semoga penetapan ini bisa diterima semua umat Islam sehingga tahun ini kita bisa menjalankan ibadah puasa Ramadhan lebih kyusuk dan lancar,” kata Menteri Agama.

Pada Sidang Isbat tersebut pakar astronomi dari Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama Cecep Nurwendaya menegaskan tidak ada referensi hilal awal Ramadlan 1436H bisa teramati di seluruh wilayah Indonesia pada Selasa (16/06).

Menurut Cecep, penetapan awal bulan hijriyah didasarkan pada hisab dan rukyat. Proses hisab sudah ada dan dilakukan oleh hampir semua ormas Islam. 

“Saat ini, kita sedang melakukan proses rukyat, dan sedang menunggu hasilnya,” terang Cecep.

Menurut Cecep, rukyat adalah observasi astronomis. Karena itu, kata dia,  harus ada referensinya. Cecep mengatakan bahwa kalau ada referensinya diterima, sedang kalau tidak berarti tidak bisa dipakai.

Tentang  posisi hilal awal Ramadlan 1436H,  Cecep menjelaskan bahwa ijtimak terjadi hari ini, pukul 21.05 WIB 22.05 WITA, 23.05 WIT. Seluruh wilayah Indonesia mengalami ijtimak setelah terbenamnya matahari. Ketinggian hilal di seluruh Indonesia, negatif sangat signifikan; kira-kira antara minus 4,3 sampai minus 2,2 derajat.

Cecep menambahkan dengan merujuk pada posisi hilal di Pelabuhan Ratu karena posisi hilal awal Ramadlan 1436H di sana, menurut Cecep, mempunyai ketinggian yang maksimum. Namun demikian, Cecep menegaskan bahwa posisi hilal di pelabuhan ratu yang dijadikan sebagai markaz takwim Indonesia juga minus, yaitu minus 1,80 derajat.

“Posisi hilal awal Ramadlan 1435H/2014M di Pelabuhan Ratu secara astronomis: tinggi hilal: minus 1,80 derajat; jarak busur bulan dari matahari: 5,41 derajat; umur minus 3 jam 20 menit 34 detik,” terang Cecep.

“Hilal tidak mungkin dapat terlihat sebelum terbenamnya matahari. Hilal juga tidak mungkin dapat terlihat setelah terbenam. Hilal terbenam 8 menit 40 detik sebelum matahari terbenam. Hilal terbenam terlebih dahulu dibanding matahari,” tambahnya.

Sementara itu, lanjut Cecep, dasar kriteria imkanurrukyat yang disepakati MABIMS adalah minimal 2 derajat atau umur bulan minimal 8 jam. Ini sudah menjadi kesepakatan MABIMS. Sehubungan itu, kata Cecep, karena ketinggian hilal di bawah 2 derajat bahkan minus, maka tidak ada referensi pelaporan hilal jika hilal awal Ramadlan teramati di wilayah Indonesia.

Selain itu, lanjut Cecep, juga tidak ada referensi empirik visibilitas hilal jika hilal awal Ramadlan teramati di wilayah Indonesia. Menurut Cecep: Limit Danjon menyebutkan bahwa hilal akan tampak jika jarak sudut bulan – matahari lebih besar dari 7 derajat. Konferensi penyatuan awal bulan Hijriyah International di Istambul tahun 1978 mengatakan bahwa awal bulan dimulai jika jarak busur antara bulan dan matahari lebih besar dari 8 derajat dan tinggi bulan dari ufuk pada saat matahari tenggelam lebih besar dari 5 derajat.

Sementara rekor pengamatan bulan sabit dalam catatan astronomi modern adalah hilal awal Ramadlan 1427H di mana umur hilal 13 jam 15 menit dan berhasil dipotret dengan teleskop dan kamera CCD di Jerman.

Bahkan, dalam catatan astronomi modern, jarak hilal terdekat yang pernah terlihat adalah sekitar 8 derajat dengan umur hilal 13 jam 28 menit. Hilal ini berhasil diamati oleh Robert Victor di Amerika Serikat pada 5 Mei 1989 dengan menggunakan alat bantu binokulair atau keker.

Bambang Satriaji