Penting, Pertanian Rakyat Berkelanjutan di Tengah Pertumbuhan Industri Kopi

Dharnesh Gordhon, Presiden Direktur PT Nestlé Indonesia (ke-2 dari kiri), dan R. Wisman Djaja, Sustainability Agriculture Development and Procurement Director PT Nestlé Indonesia (ke-2 dari kanan), memberikan penghargaan pada mitra petani kopi Nestlé yang berprestasi, dalam acara ‘Apresiasi Petani 150 Tahun Nestlé’. Foto: Ist
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM —  Pertanian berkelanjutan dinilai penting dilakukan di tengah pertumbuhan industri kopi nasional. Hal itu terungkap dalam sesi diskusi yang digelar PT Nestlé Indonesia, di Bandarlampung, Sabtu (3/12/2016).

Diskusi bertajuk “Mendorong Pertanian Kopi Rakyat yang Berkelanjutan” merupakan rangkaiajn acara  Apresiasi Petani 150 Tahun Nestlé  dan dikuti para pemangku kepentingan di industri kopi dalam diskusi ..

Menurut Dharnesh Gordhon, Presiden Direktur PT Nestlé Indonesia, pasokan bahan baku berkualitas yang dihasilkan oleh para peternak dan petani, termasuk para petani kopi di Lampung, sangat penting bagi keberlanjutan dan kesuksesan bisnis Nestlé.

Keberlanjutan usaha para petani kopi, kata Gordhon, juga menjadi salah satu kunci kesuksesan jangka panjang perusahaan.

“Oleh karena itu, Nestlé berkomitmen mendukung para petani untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil produksi mereka, yang pada gilirannya akan membantu meningkatkan kesejahteraan mereka. Lebih jauh lagi, produktivitas dan kualitas yang tinggi akan semakin membuka kesempatan bagi para petani kopi untuk ikut bersaing di pasar kopi nasional dan global,” katanya.

R. Wisman Djaja, Sustainability Agriculture Development & Procurement Director PT Nestlé Indonesia, mengatakan pihaknya  telah membangun kemitraan strategis dengan para petani kopi, yang melingkupi hampir seluruh aspek pertanian berkelanjutan.

“Penanganan yang komprehensif telah memberikan hasil nyata, dengan langkah-langkah yang mencakup pengadaan bahan tanam untuk program peremajaan kebun rakyat, pemberdayaan petani akan teknis budi daya yang berkelanjutan, penyediaan akses ke pasar dan pembukaan akses perbankan,” ujarnya.

Ia menegaskan,  selain aspek teknis, akses finansial dan perbankan juga penting agar para petani memiliki keunggulan kompetitif di tengah berkembangnya industri kopi di Indonesia.

“Kami telah mengembangkan model financial ecosystem yang nantinya diharapkan dapat dikembangkan dalam skala yang lebih besar melalui kerja sama dengan program pemerintah untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) di bidang pertanian,” lanjut Wisman.

Nestlé telah membangun kemitraan dengan para petani kopi di Kabupaten Tanggamus dan Lampung Barat, Lampung sejak 1994. Kemitraan ini telah menjangkau sekitar 20.000 petani, dan 18.777 di antaranya telah memperoleh validasi 4C (Common Code for the Coffee Community), sebuah standar yang disusun oleh 4C Association yang mencakup berbagai aspek dalam pertanian kopi berkelanjutan.

Model kerja sama ini telah berhasil memastikan Nestlé mendapat pasokan bahan baku berkualitas dan para petani kopi mendapatkan kemudahan akses ke pasar serta dukungan yang diperlukan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal ini merupakan perwujudan dari strategi bisnis yang disebut dengan Menciptakan Manfaat Bersama atau Creating Shared Value, di mana Nestlé percaya bahwa untuk memastikan kesuksesan jangka panjang, perusahaan harus menciptakan manfaat tidak hanya bagi para pemegang saham, namun juga bagi masyarakat di mana perusahaan beroperasi.

Senada dengan Wisman, Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung dan Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, M.Sc.

Menurut Bustanul, sebagian petani kopi di Indonesia sudah mengenal prinsip-prinsip keberlanjutan kopi, namun sebagian besar lainnya belum. Masih banyak dari mereka yang tidak paham tentang sertifikasi keberlanjutan, apalagi yang diinisiasi oleh pelaku global.

Studi yang dilakukan di tingkat akademik, kata Bustanul, masih belum secara tegas menunjukkan manfaat perbaikan ekonomi dan kesejahteraan dari fenomena berkembangnya sertifikasi kopi berkelanjutan.

“Oleh karena itu, sinergi program yang lebih baik serta kemitraan antara petani, dunia usaha, pemerintah dan akademisi masih amat dibutuhkan untuk meningkatkan keberlanjutan agribisnis kopi, dan komoditas pertanian lainnya, untuk masa depan yang lebih baik,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Lampung Ir. Edi Yanto, M.Si. menambahkan, perkembangan industri kopi memberi dampak positif terhadap perekonomian dan pembangunan daerah Lampung, apalagi Kabupaten Tanggamus telah dijadikan sebagai salah satu pusat pengembangan dan pelestarian kopi di Lampung.

“Peningkatan kualitas dan produktivitas kopi di Lampung sangat penting untuk membuka peluang pasar yang lebih besar lagi bagi para petani kopi, termasuk untuk ekspor. Kerja sama antara petani dengan pemerintah dan perusahaan merupakan salah satu elemen penting untuk mendukung hal tersebut,” ujar Edi.

Edi melanjutkan, Indonesia kini menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil kopi robusta terbesar di dunia, di bawah Brasil dan Vietnam. Produksi biji kopi Lampung sendiri mencapai 100.000-131.000 ton per tahun, dengan luas perkebunan kopi yang mencapai 173.670 hektar, atau sama dengan 800-900 kilogram per hektar. Ini berarti produktivitas pertanian kopi di Indonesia masih bisa ditingkatkan lagi.

Ferry Elfison, salah satu petani kopi yang juga merupakan mitra Nestlé mengatakan bahwa ia mendapatkan banyak pengetahuan tentang praktik pertanian yang baik melalui kemitraan tersebut.

“Tidak hanya itu, sekarang saya sudah tahu lebih banyak mengenai manfaat fasilitas perbankan. Saat ini saya sudah memiliki sebuah rekening bank yang saya gunakan untuk mengelola pendapatan dari hasil pertanian. Saya juga bisa mendapatkan pinjaman modal untuk membeli peralatan bertani. Sekarang, saya mengelola lima hektar kebun kopi yang bisa memproduksi tujuh ton biji kopi setiap tahunnya. Dari hasil bertani tersebut, saya sudah berhasil menyekolahkan anak saya hingga jenjang SMA,” ujarnya.