Oleh: Dr (Eng). IB Ilham Malik
Dosen Prodi PWK ITERA dan Peneliti di Malcon Institute. Saat ini beraktivitas penuh sebagai Senior Advisor di Kantor Staf Presiden (KSP) bidang Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah
Pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, dihadapkan pada berbagai tantangan yang semakin kompleks dan dinamis dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan merata. Kerusakan infrastruktur, ketimpangan ekonomi, kemiskinan yang masih tinggi, kerusakan lingkungan, rendahnya pertumbuhan investasi, hingga ketidakmampuan daerah dalam menangkap peluang ekonomi baru, menjadi bukti bahwa perencanaan pembangunan tidak bisa lagi dijalankan dengan pendekatan bisnis seperti biasa (business as usual).
Dalam konteks inilah peran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) menjadi semakin sentral. Bappeda bukan sekadar unit birokrasi yang menjalankan kewajiban administratif penyusunan dokumen perencanaan tahunan, melainkan harus menjadi “dapur strategi” daerah yang memastikan arah pembangunan betul-betul menjawab kebutuhan masyarakat dan tantangan masa depan. Namun, semua ini tidak akan berjalan baik tanpa penguatan sumber daya manusia (SDM) yang ada di dalam Bappeda itu sendiri.
SDM Bappeda di Provinsi Lampung, dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota, diharapkan memiliki kapasitas teknis dan pemahaman makro-mikro yang mumpuni terkait tantangan yang dihadapi oleh daerah mereka masing-masing. Penguatan SDM ini menjadi sebuah keharusan, bukan hanya kebutuhan.
Menguatkan Fungsi Strategis, Bukan Sekadar Administratif
Bappeda pada hakikatnya sudah memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. Namun, terlalu sering peran vital ini terjebak dalam rutinitas administratif: menyusun dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), hingga dokumen Rencana Strategis (Renstra) yang sifatnya formal semata. Padahal, tolok ukur keberhasilan Bappeda bukanlah pada kelengkapan dokumen, melainkan pada sejauh mana dokumen-dokumen tersebut benar-benar mampu menjadi peta jalan penyelesaian masalah di daerah.
Kerusakan infrastruktur yang tidak kunjung teratasi, pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang antar wilayah, serta persoalan lingkungan yang semakin memprihatinkan, semuanya adalah sinyal bahwa proses perencanaan kita perlu dikaji ulang. Bappeda harus hadir sebagai institusi yang menjembatani antara visi kepala daerah, kebutuhan masyarakat, serta dinamika perubahan global dan nasional.
Konsolidasi Perencanaan: Kunci Harmonisasi Pembangunan
Salah satu tantangan besar dalam perencanaan pembangunan daerah adalah lemahnya konsolidasi antarlembaga dan antarwilayah. Program pembangunan antar kabupaten/kota di Provinsi Lampung, misalnya, kerap berjalan sendiri-sendiri, tanpa keterpaduan yang jelas. Padahal, banyak persoalan di tingkat daerah yang justru bersifat lintas batas administrasi.
Dalam kondisi seperti ini, Bappeda seharusnya menjadi penggerak utama konsolidasi perencanaan. Koordinasi antar-Bappeda, baik dalam lingkup provinsi maupun lintas kabupaten/kota, bukanlah sebatas rutinitas seremonial, melainkan sebuah proses strategis untuk memastikan sinergi pembangunan yang efektif.
Lebih jauh lagi, komparasi antar-daerah, baik dalam cakupan Provinsi Lampung maupun dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia, harus menjadi kebiasaan intelektual baru di tubuh Bappeda. Daerah tidak boleh hanya merasa cukup dengan data internal, tetapi harus secara aktif mempelajari praktik-praktik baik (best practices) dari daerah lain yang telah sukses menghadapi tantangan serupa. Dari sini, Bappeda bisa merumuskan strategi yang kontekstual sekaligus adaptif.
Membangun SDM yang Open Mind dan Dialogis
Peningkatan kualitas SDM di Bappeda tidak bisa berhenti pada pelatihan teknis semata. Kemampuan berpikir sistemik, kritis, dan terbuka sangatlah krusial. Dunia terus berubah dengan cepat, dan perencanaan pembangunan daerah tidak mungkin bisa berjalan efektif jika para perencana di Bappeda tidak memiliki mentalitas yang terbuka (open mind).
Bappeda harus menjadi ruang yang hidup bagi dialog lintas pemikiran. Interaksi dengan akademisi, praktisi, pebisnis, komunitas sipil, bahkan intelektual independen di tingkat lokal, harus menjadi bagian dari kultur kerja Bappeda. Perencanaan yang partisipatif dan berbasis data hanya bisa terwujud jika Bappeda tidak bersikap defensif, melainkan membuka ruang diskusi yang sehat dan produktif.
Kemampuan mengelola dialog, mengkonversi masukan menjadi strategi kebijakan, dan membangun kolaborasi dengan berbagai stakeholders, merupakan ciri khas dari SDM Bappeda yang kuat. Daerah yang memiliki Bappeda dengan karakter seperti ini akan jauh lebih tangguh dalam menghadapi tantangan, karena proses pengambilan keputusannya tidak sekadar berdasarkan intuisi, tetapi melalui proses analisis dan pertimbangan yang matang.
Peran Kepala Daerah dalam Penguatan SDM Bappeda
Kepala daerah, baik Gubernur maupun Bupati/Walikota, memegang peran sentral dalam mendorong penguatan SDM di Bappeda. Hal ini bisa dimulai dari rekrutmen, penempatan, hingga pemberian ruang pengembangan diri bagi para ASN di lingkungan Bappeda. Kepala daerah yang memiliki komitmen untuk memperkuat Bappeda sebagai think tank pembangunan daerah akan menghasilkan tata kelola pembangunan yang lebih sistematis dan terukur.
Kebijakan penguatan SDM bisa diwujudkan melalui berbagai skema: program pelatihan dan sertifikasi teknis, pendampingan oleh akademisi dan konsultan, forum-forum diskusi kebijakan yang melibatkan multi-pihak, hingga mendorong Bappeda untuk memiliki divisi riset dan pengembangan yang kuat.
Lebih jauh lagi, kepala daerah sebaiknya juga menempatkan Bappeda dalam posisi yang setara sebagai mitra strategis, bukan sekadar pelaksana teknis. Keputusan-keputusan pembangunan yang diambil oleh kepala daerah akan lebih berkualitas jika didukung oleh kajian mendalam yang disusun oleh Bappeda bersama jejaring pengetahuannya.
Masa Depan Lampung Berada di Meja Perencana
Membangun Provinsi Lampung yang maju, berdaya saing, dan sejahtera, bukan semata-mata bergantung pada seberapa besar anggaran pembangunan yang dikucurkan, melainkan pada seberapa cerdas perencanaannya dilakukan. Dan perencanaan yang cerdas hanya bisa dilahirkan oleh SDM Bappeda yang profesional, open mind, dan berorientasi pada penyelesaian masalah.
Dengan memperkuat SDM Bappeda di seluruh daerah di Lampung, maka kita tidak hanya membangun dokumen perencanaan yang rapi, tetapi juga menyiapkan daerah untuk lebih adaptif dalam menghadapi perubahan, lebih responsif dalam menjawab tantangan, serta lebih cerdas dalam memanfaatkan peluang. Kepala daerah baru di Provinsi Lampung dan kabupaten/kota di dalamnya, sudah semestinya menjadikan penguatan SDM Bappeda sebagai prioritas utama, jika ingin daerahnya berkembang dan masyarakatnya sejahtera.
Lampung memiliki potensi yang besar. Namun potensi ini tidak akan berkembang jika tidak dirancang dengan perencanaan yang matang. Dan di balik perencanaan yang matang, selalu ada SDM yang berkualitas. Mari mulai dari sini: penguatan SDM Bappeda sebagai fondasi suksesnya pembangunan daerah.