Oleh: Nick Kurniawan Rozali, S.A.B., M.M.
Pemerhati Masalah Sosial, Alumni HMI Komsospol Unila
Baca data, baca fakta. Sulit meyakinkan lalat bahwa bunga lebih indah ketimbang sampah. Penulis perlu menggaris bawahi reaksi tersebut hanya ditunjukkan oleh para lalat yakni buzzer/akun anonim yang telah berhasil membakar emosi netizen pada tulisan penulis sebelumnya. Buzzer yang terkoordinir mampu menggugah para netizen untuk tergerak mengomentari dan memberikan kritik.
Sayang seribu sayang, bila diperhatikan lebih, selain buzzer yang memang dominan, reaksi dari para netizen cenderung hanya spontan dan tidak membaca secara utuh apalagi mencerna terlebih dahulu isi dan maksud yang ingin penulis sampaikan.
Banyak jurnal maupun kajian akademis yang telah mengartikan bahwa buzzer kini menjadi komoditas penting dalam proses politik di Indonesia yang mampu menjadi aktor penting dalam membentuk isu, menggoreng yang muaranya bertujuan untuk merubah preferensi politik.
Disampaikan oleh Wasisto Raharjo Jati, buzzer secara sederhana dapat diartikan sebagai personal atau kolektif yang berperan sebagai otak atau kreator wacana/isu untuk dibicarakan oleh netizen dalam dunia maya. Ia dinamakan buzzer karena berkaitan dengan tugasnya dalam mendengungkan (buzzing) suatu isu/wacana untuk diterima dan ditangkap publik sebagai konstruksi berpikir.
Menjawab mengenai komentar apakah ada keberhasilan kepemimpinan Walikota Eva Dwiana menarik apabila menjabarkan data pengentasan kemiskinan di Provinsi Lampung khususnya di Kota Bandarlampung.
Lebih dari satu dekade terakhir Provinsi Lampung selalu mencatatkan angka kemiskinan yang relatif tinggi dan secara persentase cenderung selalu di bawah rata-rata nasional dan secara ranking seringkali muncul pada papan klasemen zona bawah di Pulau Sumatera.
Sebaran penduduk miskin banyak tersebar di daerah pedesaan, namun mengenai wilayah perkotaan-pun sejatinya mendapati tantangan yang tidak mudah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandarlampung, jumlah penduduk miskin pada tahun 2012 sebanyak lebih dari 117 ribu orang atau sebesar 12,65% secara persentase.
Kepemimpinan daerah yang saat itu dijabat oleh Herman HN melalui inisiasi berbagai program pengentasan kemiskinan baik bantuan sembako, stabilitas harga serta layanan pendidikan dan kesehatan gratis berhasil menurunkan angka kemiskinan sehingga besaran persentase penduduk miskin berhasil menyentuh di angka single digit 9,94% yang tertoreh sejak tahun 2017.
Program pengentasan kemiskinan diteruskan sampai dengan peralihan kepemimpinan Walikota Eva Dwiana yang mulai menjabat langsung menemui tantangan krisis Covid-19 yang turut mengancam kesejahteraan masyarakat. Serentak secara nasional guliran program perlindungan sosial harus dilakukan dan seluruh pemerintah daerah harus terpaksa melakukan refocusing anggaran yang disinyalir telah menghambat laju pembangunan daerah.
Masih dari data BPS Kota Bandar Lampung, rezim Walikota Eva Dwiana sejak mulai menjabat di tahun 2021 persentase penduduk miskin sebesar 9,11% berhasil turun menjadi 8,21% pada tahun 2022 dan secara konsisten turun kembali menjadi hanya 7,7%. Sebuah capaian yang harus disyukuri.
Penurunan persentase angka kemiskinan yang berhasil ditekan turun bukan hanya menjadi sebuah angka penurunan semata.
Apabila melihat laju pertumbuhan penduduk di Kota Bandarlampung, BPS Kota Bandarlampung mencatat jumlah penduduk di Kota Bandar Lampung sekitar 923 ribu jiwa pada tahun 2012, dan menurut proyeksi sensus penduduk 2020 peningkatan laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2023 di Kota Bandar Lampung mencapai lebih dari 1,2 juta orang.
Penduduk Kota Bandarlampung yang terus mengalami pertumbuhan baik dari proses urbanisasi maupun lebih tingginya angka kelahiran dari angka kematian, persentase angka kemiskinan yang terus melandai dalam kurun waktu satu dekade terakhir mencerminkan bahwa Kota Bandarlampung adalah kota layak tinggal yang memberikan optimisme untuk kelompok rentan keluar dari jurang kemiskinan dan memberikan peluang kesejahteraan ekonomi bagi para masyarakatnya.
Adapun, program kerakyatan seperti akses pendidikan dan kesehatan gratis selama masih dipimpin Eva Dwiana akan terus dipertahankan karena visi dan political will-nya yang berpihak kepada masyarakat. Evaluasi mengenai program pengentasan kemiskinan seperti pendistribusian bantuan sosial sembako harus disalurkan secara disiplin terutama sejak dilakukannya pendataan, butuh pengorganisasian dari level RT dan kelurahan untuk meminimalisir kecemburuan sosial dari pihak yang tidak menerima bansos.
Dilain hal, penulis juga menyetujui pandangan bahwa kemiskinan adalah musuh bersama, tuntutan akan kreativitas program pengentasan kemiskinan masih perlu banyak inovasi karena spirit perjuangan bagi masyarakat rentan agar keluar dari zona kemiskinan harus ditempa dan tertanam akan kesadaran tidak selamanya kehidupan yang berlangsung harus melulu ditopang oleh bantuan pemerintah.
Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) seperti pendampingan pelatihan kompetensi kerja, pelatihan dan bantuan modal UMKM mungkin membutuhkan formula kerja yang lebih baik agar manfaat yang lebih besar dapat terasa.
Dalam perjuangan menghapus kemiskinan di Kota Bandarlampung, partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan, mengingat program kerakyatan memiliki keterbatasan dan tidak akan mampu menjangkau semua orang. Kandungan dalam (QS. Ar-ra’d :11) Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah nasibnya.
Wallahualam Bis Sawab.