News  

Penutupan Jalan di Metro Dikritik Netizen, Ini Aturan Hukum Penutupan Jalan Umum

Jalan Hasanudin, Metro, ditutup karena sedang diperbaiki. (Foto: Rivaldi Mardiansyah)
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Seorang warga Kota Metro, Rivaldi Mardiansyah, melalaui jejaring sosial Facebook mengeluhkan penutupan Jalan Hasanudin, Metro, Jumat (2/9/2016).

Menurut Rivaldi, penutupan sebagian jalan masih bisa ditoleransi.Namun, penutupan jalan secara total membuat warga susah.

“Banyak proyek di penjuru Kota metro, sebagian hampir semua menutup jalan, sehingga warga tidak bisa lewat sama sekali.Salah satunya di jl Hasanudin, dan banyak warga tidak tahu kalau jalan tidak bisa dilalui, ada juga mobil kejebak sampai keperosok dan motor yang celaka akibat tidak tahu kalau jalan yang mereka lalui ditutup total,” tulis Rivaldi di akun Facebook miliknya.

Postingan disertai dua foto itu pun mendapatkan berbagai tanggapan. Umumnya menyesalkan penutupan jalan tanpa memberikan jalan alternatif dilakukan.

Memang,  penutupan jalan di Metro itu terkait dengan rehabilitasi atau perbaikan. Namun, praktik menutup jalan umum sebenarnya ada etika dan aturannya. Sementara dalam praktik sehari-hari, warga kota banyak yang menutup jalan umum seenaknya sendiri. Alasan klasiknya: jalan itu tepat di depan rumahnya atau berada di dalam lingkungan Rukun Tetangga (RT).

Dengan alasan seperti itu, dalam kehidupan sehari-hari kita acap menjumpai ruas jalan tertentu ditutup total karena di tengahnya dipasangi tarub atau panggung hiburan untuk hajatan.

Akibatnya, pengguna jalan umum harus repot karena terpaksa balik arah. Masih mending kalau jalan alternatif menuju tempat yang akan dituju dekat. Kalau jalan alternatif jauh dan rawan, maka akan makin repotlah mereka. Bahkan, tak jarang, penutupan jalan menyebabkan kemacetan lalu lintas yang begitu panjang.

Memang, penutupan jalan diizinkan, asal  memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Dibolehkan oleh UU LLAJ bukan berarti warga bisa menutup jalan semaunya sendiri.

Menurutt UU LLAJ, syarat utama penutupan jalur pertama adalah harus ada jalan alternatif. Artinya, pihak yang menutup jalan harus memberikan alternatif jalan lain dengan memberi rambu-rambu lalu lintas. Itu kalau jalan umum di level kabupaten/kota/kecamatan.

Kedua, untuk penutupan jalan nasional dan jalan provinsi dapat diizinkan hanya untuk kepentingan umum yang bersifat nasional. Artinya, warga Bandarlampung tidak boleh sesukanya sendiri ketika hendak menutup jalan yang statusnya jalan milik Provinsi Lampung yang ada di Kota Bandarlampung. Konsekuensi hukum dari pihak yang menutup jalan bertanggung jawab baik secara pidana maupun perdata.

Jika melanggar, secara pidana akan dijerat dengan Pasal 274 ayat (1) dan Pasal 279 UU LLAJ dengan ancaman satu tahun penjara. Secara perdata dapat digugat dengan dasar hukum perbuatan melawan hukum, vide Pasal 1365 KUH Perdata.

Jika penutupan jalan yang melawan hukum tersebut menimbulkan kecelakaan yang mengakibatkan kematian orang lain, maka dapat dikenakan pasal pidana kelalaian mengakibatkan orang lain meninggal dunia (Pasal 359 KUHP) dengan ancaman pidana lima tahun penjara.

Ketiga,  penutupan jalan kota/kabupaten dan jalan desa dapat diizinkan untuk kepentingan umum yang bersifat nasional, daerah, dan/atau kepentingan pribadi. Di sini jelaslah bahwa penutupan jalan untuk kepentingan pribadi seperti resepsi pernikahan hanya mungkin diizinkan pada jalan kota/kabupaten dan jalan desa.

Keempat, pelaksanaan pengalihan lalu lintas akibat penutupan jalan tersebut harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas sementara.

Kelima, mengajukan permohonan izin penggunaan jalan diluar peruntukannya. Pemberian izin tersebut setelah pihak yang berkepentingan mengajukan permohonan terlebih dahulu ke Kepolisian setempat. “Setelah mendapatkan izin selanjutnya pihak Kepolisian akan menempatkan personilnya di jalan yang dialihkan sementara tersebut.