Oleh: Ali Farkhan Tsani*
Sebuah perisai atau tameng berfungsi sebagai alat untuk melindungi diri dari serangan senjata musuh. Alat ini biasanya dipegang di salah satu tangan, sementara tangan lainnya memegang senjata untuk perlawanan.
Dalam skala lebih modern perisai bisa berupa senjata anti rudal, yang dilengkapi radar canggih, untuk mencegat senjata musuh.
Manusia pun demikian, jiwanya mudah diserang berbagai godaan, bujukan dan tantangan kehidupan. Umumnya berupa harta, tahta dan wanita.
Mereka yang tang memiliki perisai jiwa yang cukup tanggung akan mudah takluk dalam serangan rayuan. Maka, perisai itu harus terus diperkuat, direvisi dan ditingkatkan kualitasnya. Salah satu cara paling efektif adalah dengan melaksanakan puasa Ramadhan sepanjang sebulan penuh.
Ini seperti disebutkan sendiri oleh Nabi Muhammad SAW, dalam sabdanya, “Puasa itu adalah perisai, maka apabila seorang dari kalian sedang melaksanakan puasa, janganlah dia berkata rafats (kotor) dan jangan pula bertingkah laku jahil (sepert mengejek, atau bertengkar sambil berteriak). Jika ada orang lain yang mengajaknya berkelahi atau menghinanya maka hendaklah dia mengatakan “Aku orang yang sedang puasa, Aku orang yang sedang puasa”. (HR Bukhari dari Abu Hurairah).
Begitulah, dalam suatu pertempuran di medan peperangan, di samping diperlukan tentara yang terlatih, perbekalan senjata yang memadai, dan suplai bahan makanan yang mencukupi. Juga sangat diperlukan adanya perisai yang kokoh dan anti senjata lawan, sehingga tidak mudah ditembus musuh.
Begitupun dalam medan kehidupan, kita adalah para tentara yang sudah, sedang, dan akan terus berjuang melawan berbagai tantangan dan godaan kehidupan.
Adapun godaan demi godaan yang kita hadapi, pada hakikatnya adalah sarana pendewasaan kepribadian kita. Apabila kita mampu mengambil ibrah dari setiap kejadian. Tentu hal itu akan memunculkan pengalaman-pengalaman yang sangat berharga.
Sehingga apabila kita pernah terjerembab dalam suatu kasus yang menjatuhkan. Kita tidak akan terjerumus dua kali ke dalam lubang yang sama.
Perbekalan senjata, bagaikan harta dan segala yag kita miliki sebagai sarana penguat perjuangan. Untuk dapat bersedekah, menunaikan zakat, membangun masjid, pergi umrah dan haji, serta perjuangan di bidang lainnya memerlukan dana yang tidak sedikit.
Tapi senjata yang canggih sekalipun tentu tidak ada gunanya, kalau tentara yang akan menggunakannya sendiri tidak bisa mengoperasikannya dengan baik dan benar.
Demikian halnya, harta yang banyak di tangan seseorang tidaklah berfaidah di sisi Allah, kalau digunakan untuk kemungkaran, kemaksiatan, dan kemudharatan.
Allah mengingatkan di dalam firman-Nya, ”Sesungguhnya orang-orang yang kafir baik harta mereka maupun anak-anak mereka, sekali-kali tidak dapat menolak azab Allah dari mereka sedikitpun. Dan mereka adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (QS Ali Imran: 116).
Pada ayat lain dikatakan,”Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. (QS Al-Anfal: 28).
Sedangkan garda paling depan dalam peperangan adalah perisai atau benteng yang kokoh tidak mudah ditembus musuh. Tentara yang terlatih, disertai persenjataan canggih, tentu akan mudah dilumpuhkan jika musuh mudah masuk menyelusup ke dalam akibat perisai benteng yang berlubang.
Begitulah kita dalam mengarungi lekuk liku kehidupan yang penuh dengan godaan dan rayuan kemaksiatan. Tentu akan begitu saja kita mudah dilumpuhkan, akibat benteng iman yang berlubang tidak kokoh.
Puasa adalah media memperkuat perisai dan memperkokoh benteng iman dari ajakan kemaksiatan dari luar maupun serangan nasfsu dalam diri kita. Puasa melatih kita untuk meredam gejolak hawa nafsu dan mendidik kita menjaga batas-batas syariat-Nya, sehingga kita menjadi hamba-hamba muttaqin, tentara-tentara Allah yang dicintai-Nya, yang mampu mempergunakan senjata harta kita untuk jalan yang direstui Allah.
Dalam kaitan ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memberikan garansi, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan, dengan mengetahui batas-batasnya dan menjaga hal-hal yang mesti dijaga, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR Ahmad).
Sehingga diharapkan dengan puasa yang penuh keimanan dan pengharapan itu, akan mampu meredam mulut dari berkata culas dan ujaran kebencian, menjaga tangan dari berbuat korupsi dan menzalimi, memelihara pikiran dari hayalan-hayalan kotor dan keji, serta mengendalikan seluruh anggota badan dari berbuat merusak, menindas, memeras, dan menipu masyarakat.
Semoga kita mampu mendapatkan Ramadhan sebagai perisai dalam menggapai ampunan Allah.***
* Direktur Ma’had Tahfidz Daarut Tarbiyah Indonesia (DTI Foundation)