Permenristek Dikti 44/2015: Sinkronisasi-Harmonisasi SPMI dan SPME (1)

Bagikan/Suka/Tweet:
Nusa Putra*
Permenristekdikti 44/2015 merupakan acuan bagi
pendidikan tinggi untuk beroperasi, mengembangkan diri, dan meningkatkan mutu.
Di dalamnya diatur dan dijelaskan berbagai standar yang harus dipenuhi agar
pendidikan tinggi dapat bertahan, berkembang berkelanjutan dalam upaya
mewujudkan amanah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Permenristekdikti 44/2015 dengan demikian adalah
standar untuk menilai pendidikan tinggi. Apakah dalam rangka Sistem Penjaminan
Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME). Kehadiran
Permenristekdikti 44/2015 merupakan momentum untuk melakukan singkronisasi dan
harmonisasi  SPMI dan SPME, sebab telah dirumuskan kepastian standar bagi
pendidikan tinggi.
Kehadiran Permenristekdikti 44/2015 mengharuskan
perguruan tinggi yang menjadi pelaksana pendidikan tinggi bekerja keras secara
konsisten mengikuti semua ketentuan yang termaktub di dalamnya secara bertahap
sesuai dengan kondisi perguruan tinggi. Tentu saja perguruan tinggi yang telah
memenuhi standar yang ditetapkan dalam peraturan ini diperkenankan dan didorong
untuk melampauinya dan mengikuti standar yang lebih tinggi, terutama pada
tingkat internasional. Sebab peraturan ini memang memberi kesempatan untuk itu.
Permenristekdikti 44/2015 dalam Ketentuan Umum Pasal 1
menguraikan, Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Standar Nasional Pendidikan Tinggi adalah satuan
standar yang meliputi Standar Nasional Pendidikan, ditambah dengan Standar
Nasional Penelitian, dan Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat.
2. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal
tentang pembelajaran pada jenjang pendidikan tinggi di perguruan tinggi di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Standar Nasional Penelitian adalah kriteria minimal
tentang sistem penelitian pada perguruan tinggi yang berlaku di seluruh wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat
adalah kriteria minimal tentang sistem pengabdian kepada masyarakat pada
perguruan tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Ketentuan Umum ini setidaknya menegaskan,
1) Perguruan tinggi sebagai pelaksana pendidikan
tinggi harus mengacu dan mengikuti dengan konsisten Standar Nasional Pendidikan
Tinggi yang berlaku secara nasional
2) Standar Nasional Pendidikan Tinggi mengharuskan
perguruan tinggi sebagai pelaksana pendidikan tinggi secara konsisten
melaksanakan tridharma
3) Perguruan tinggi sebagai pelaksana pendidikan
tinggi, boleh dan didorong melampaui Standar Nasional Pendidikan Tinggi, karena
standar ini merupakan standar minimal. Artinya wajib dipenuhi dan bisa
dilampaui.
4) Semua penilaian terhadap pendidikan tinggi, apakah
yang dilakukan oleh perguruan tinggi sendiri(SPMI), dan badan atau lembaga yang
diberi kewenangan untuk menilai pada tingkat nasional (SPME) wajib mengacu pada
Permenristekdikti 44/2015.
Dalam kaitan itu respons cepat yang ditunjukkan
sejumlah perguruan tinggi patut diapresiasi.Respons cepat dan tepat dari
perguruan tinggi memang sangat diharapkan karena pendidikan tinggi kita berada
dalam kondisi yang memang membutuhkan perhatian dan penanganan yang serius
karena masih dihadang sejumlah masalah. 
Beberapa masalah itu adalah:
1) Rendahnya Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan
tinggi. Data dari BPS menyebutkan APK PT 2014 adalah 25,76%. Mendikbud M. Nuh
pada situs Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri (30.05.2012), menegaskan,
Yang lebih penting ditekankan oleh menteri adalah
pencapaian target Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi yang masih
sangat rendah, di mana pada tahun 2015 ditargetkan mencapai 33%. Hal ini
tentunya memerlukan kerja yang lebih keras lagi, baik kementerian maupun para
rektor PTN..
2) Masih sangat banyaknya perguruan tinggi dan program
studi yang terakreditasi C. Berdasarkan data BAN PT tanggal 8.01.2016 program
studi terakreditasi C sebanyak 8633 Program Studi: PTN 846, PTS 6329, Kedinasan
95, PTAN 38, PTAS 1045. Terakreditasi A sejumlah 1994 dan B sebanyak 8099,
jumlah keseluruhan 18.726. Pada PD DIKTI tercatat jumlah program studi
berdasarkan jenjang pendidikan adalah 24.057.
Kampus UI
Sementara yang tidak lolos dan tidak terakreditasi 648
Program Studi: 2012, 223  (PTN 4, PTS 219), 2013, 184 (PTN 4, PTS 180),
2014, 135 (PTN 9, PTS 126), 2015, 106 (PTN 13, PTS 93).
Perguruan tinggi yang terakreditasi C adalah 621( dari
segi bentuk: 249 universitas,48 institut, 445 sekolah tinggi, 107 akademi, 49
politeknik; dari segi kepemilikan: 8 PTN, 463 PTS, 2 Kedinasan, 19 PTAN, 129
PTAS. Terakreditasi A sejumlah 26 ( dari segi bentuk: 22 universitas, 3
institut, 1 politeknik; daru segu kepemilikan: 17 PTN, 6 PTS, 3 PTAN).
Terakreditasi B ada 248 (dari segi bentuk: 129 universitas, 23 institut, 67
sekolah tinggi, 8 akademi, 21 politeknik; dari segi kepemilikan: 50 PTN, 153
PTS, 12 Kedinasan, 26 PTAN, 7 PTAS), jumlah seluruhnya 895. Menurut BPS (2013-2014)
perguruan tinggi berjumlah: di bawah Kemdikbud 3280 (99 PTN, 3181 PTS), di
bawah Kemenag 678 (53 PTN, 625 PTS), seluruhnya berjumlah 3958.
Dari data di atas, masih sangat banyak perguruan
tinggi dan program studi yang belum jelas status akreditasinya. Apakah sudah
tutup, belum terakreditasi sama sekali atau belum reakreditasi? Perguruan
tinggi diberi waktu sampai 2019 untuk mengajukan akreditasi.
Persoalan di atas masih ditambah lagi dengan fakta
perkembangan perguruan tinggi dari segi jumlah. Terkait dengan perkembangan
perguruan tinggi ini, Ketua APTISI dalam laman APTISI (01.07.2015)  mengatakan pada tahun 2005 jumlah perguruan tinggi di
Indonesia masih 2.428 buah. Namun data dari Pangkalan Data Pendidikan Tinggi 7
Juni yang lalu menunjukkan jumlah PT di Indonesia sudah mencapai 4.273 buah. 
Pertumbuhan ini sangat fantastis, yang berarti dalam sepuluh tahun terakhir
setiap dua hari bertambah satu perguruan tinggi. Dengan banyaknya masalah yang
terjadi di perguruan tinggi saat ini, termasuk soal perguruan tinggi yang
mengeluarkan ijazah tanpa proses akademik yang benar yang menghebohkan
baru-baru ini, maka Pemerintah perlu melakukan moratorium untuk melakukan
penataan sampai beberapa tahun ke depan. Izin-izin ini memang sudah cukup
terkendali dalam beberapa bulan terakhir, sejak pergantian menteri yang
menangani pendidikan tinggi ini.
Banyaknya persoalan terkait dengan perguruan tinggi,
membutuhkan penanganan yang serius dan fokus.
3) Luasnya sebaran perguruan tinggi dan program studi
yang mendapat akreditasi C. Ada pada semua wilayah Indonesia atau di 14
Kopertis.
Berdasarkan data BAN PT 28.01.2016 inilah keadaannya.

Keadaan program studi pada tingkat:

A. Nasional, terakreditasi 18.848 (A:1946, B: 8049, C:
8853), kadaluarsa 1518.
B. Jawa, terakreditasi 10.206 (A: 1678, B: 4627, C: 3901), kadaluarsa 821.
C. Luar Jawa, terakreditasi 8642 (A: 268, B: 3422, C: 4952), kadaluarsa 697.
D. Per Kopertis:
1. Kopertis Wilayah I, terakreditasi 1193 (A: 22, B:434, C: 737), kadaluarsa
132
2. Kopertis Wilayah II, terakreditasi 1099 (A:52, B: 471, C: 576), kadaluarsa
94
3. Kopertis Wilayah III, terakreditasi 1955 (A: 352, B: 976, C: 627),
kadaluarsa 169
4. Kopertis Wilayah IV, terakreditasi 2939 (A: 457, B: 1137, C: 1345),
kadaluarsa 241
5. Kopertis Wilayah V, terakreditasi 974 (A: 310, B: 475, C: 189), kadaluarsa
75
6. Kopertis Wilayah VI, terakreditasi 1729 (A: 213, B: 868, C: 649), kadaluarsa
141
7. Kopertis Wilayah VII, terakreditasi 2610 (A: 346, B: 1173, C: 1091),
kadaluarsa 193
8. Kopertis Wilayah VIII, terakreditasi 957 (A: 35, B: 432, C: 490), kadaluarsa
53
9. Kopertis Wilayah IX, terakreditasi 1922 (A: 77, B: 738, C: 1107), kadaluarsa
191
10. Kopertis Wilayah X, terakreditasi 1369 (A: 57, B: 586, C:726), kadaluarsa
93
11. Kopertis Wilayah XI, terakreditasi 906 (A: 7, B: 350, C: 549), kadaluarsa
53
12. Kopertis Wilayah XII, terakreditasi 302 (A: 2, B: 107, C: 193), kadaluarsa
18
13. Kopertis Wilayah XIII, terakreditasi 526 (A: 16, B: 194, C: 316),
kadaluarsa 40
14. Kopertis Wilayah XIV, terakreditasi 367 (A: 0, B: 108, C: 259), kadaluarsa
25.

* Dr. Nusa Putra, staf pengajar UNJ