Perusahaan Tapioka Abungkunang-Lampung Utara Diultimatum Selesaikan Kerusakan Sungai Dalam Sepekan

Bagikan/Suka/Tweet:

Teraslampung.com, Kotabumi–DPRD Lampung Utara mengultimatum pihak perusahaan tapioka di Desa Talangjembatan, Abungkunang untuk segera menormalisasi sungai yang terkena dampak aktivitas pembangunan pabrik. Normalisasi itu wajib diselesaikan dalam waktu sepekan ke depan.

“Kami beri mereka waktu sepekan untuk melakukan normalisasi sungai di sana,” kata Wakil Ketua II DPRD Lampung Utara, Dedy Andrianto usai rapat bersama dengan pihak perusahaan tersebut dan perwakilan pemkab, Rabu (20/5/2025).

Normalisasi ini sangat diperlukan. Jika tidak segera dilakukan, sungai di sana akan terus mengalami pendangkalan. Pendangkalan ini termasuk pengrusakan lingkungan. Semua itu akibat kesembronoan pihak perusahaan yang seenaknya saja membuang tanah hasil pembersihan lahan di bibir sungai. Tumpukan tanah menggunung dengan panjang sekitar 200-an meter itu telah banyak hanyut ke dalam sungai karena terbawa air hujan.

“Jangan hanya fokus di lokasi itu, normalisasinya harus lebih jauh karena tanah-tanah itu pasti telah jauh terbawa aliran sungai,” jelasnya.

Politisi asal PKB ini mengaku tidak habis pikir mengapa perusahaan sebesar itu masih melakukan aktivitas yang tidak ramah lingkungan. Padahal, perusahaan itu telah mengantongi Analasis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Padahal, Amdal adalah sebagai dasar pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan suatu proyek pembangunan, memberikan pedoman dalam pencegahan dan pengendalian dampak lingkungan, serta menjadi bahan untuk perencanaan pembangunan wilayah.

“Yang terjadi kan tidak demikian,” kata dia.

Selain menyoal pengrusakan lingkungan, pihaknya juga menyoroti alasan kengototan pemkab dalam menerbitkan rekomendasi Izin Kesesuaian Pemanfaatan Ruang (IKPR) kepada pihak perusahaan. IKPR itu diterbitkan tanpa mengacu pada penetapan kawasan industri. Kawasan industri ini diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) Lampung Utara 2014-2034. Padahal, IKPR merupakan kunci utama dalam penerbitan izin Amdal bagi perusahaan baru.

Melihat kedua persoalan di atas, besar kemungkinan pihaknya akan menindaklanjuti persoalan ini ke arah yang lebih serius. Bisa saja mereka akan segera membentuk panitia kerja, atau bahkan panitia khusus terkait persoalan tersebut.

“Kalau memang dipandang perlu, kemungkinan ke arah sana bisa saja dilakukan,” jelasnya.

Sebelumnya, pada Agustus 2024, Pemkab Lampung dan DPRD Lampung Utara sepakat merevisi aturan yang mengganjal pendirian pabrik tapioka di Desa Abungkunang. Kesepakatan ini mengakhiri konflik antarkeduanya yang sama-sama mengklaim sama-sama benar.

Polemik pabrik itu terjadi karena pihak legislatif menganggap bahwa Kecamatan Abungkunang bukanlah kawasan industri sesuai perda yang ada. Dari pihak legislatif menyatakan sebaliknya. Silang pendapat antarkeduanya terjadi sejak Juni 2024.

Feaby Handana