Pilgub Lampung dan Skenario Dua Pasangan Calon Gubernur – Wakil Gubernur

Bagikan/Suka/Tweet:

Memborong partai untuk dijadikan perahu dalam pemilihan kepala daerah menjadi jamak terjadi di Indonesia. Setelah partai diborong, maka sang calon kepala daerah yang memborong partai akan berhadapan dengan kotak (suara) kosong.

Di Indonesia, jejak calon kepala daerah melawan kotak kosong sudah terjadi jauh sebelum era reformasi. Utamanya dalam pemilihan kepala desa. Di kampung-kampung di Jawa, istilahnya bukan kotak kosong tetapi bumbunbg kosong. Bumbung adalah bambu besar. Pemilih biasanya akan memasukkan surat suara ke dalam bumbung.

Fenomena memborong partai baru-baru ini terjadi di Provinsi Papua. Lukas Enembe, petahana Gubernur Papua yang akan maju lagi pada Pilgub Papua 2018, memborong 10 partai atau 90 persen lebih perwakilan rakyat di Dewan Rakyat Papua. Gubernur muda yang juga Ketua Partai Demokrat Papua itu diyakini akan memenangi Pilgub Papua 2018.

Istilah memborong partai mungkin tidak tepat atau terlalu sarkas. Yang agak pas, barangkali, “calon didukung banyak partai”. Apalagi untuk mendapatkan dukungan partai-partai sang kandidat memang harus “berjuang”. Yang paling kasat mata adalah perjuangan untuk mengikuti semua proses penjaringan. Sedangkan “deal-deal” lain yang mungkin berbau material hanya yang bersangkutan dan Tuhan saja yang tahu.

Bukan tanpa perjuangan bagi Lukas Enembe untuk meraih dukungan 10 partai. Ia mendaftar di partai-partai tersebut: mengikuti proses penjaringan dan akhirnya ditetapkan sebagai caloin yang akan diusung partai.

Hal serupa juga dilajukan petahana Gubernur Lampung Ridho Ficarrdo. Ia juga mendaftar di penjaringan sejumlah parpol agar namanya bisa direkomendasikan menjadi calon gubernur partai yang bersangkutan. Hasil dari kegigihan Ridho mendaftar di banyak partai, kabarnya cukup bagus. Kabarnya Ridho mendapatkan rekomendasi Partai Demokrat, DIP, dan PKB.

Bahkan, dikabarkan rekomendasi PKS yang semula ditujukan untuk Mustafa bergeser ke Ridho. PPP pun kabarnya akan merapat. “Ngerinya” lagi, Partai Gerindra yang semula mengusung Arinal Djunaidi (usulan DPD Gerindra Lampung), kini juga berubah haluan. DPP Gerindra lebih memilih Ridho Ficardo, meskipun arus bawah menjagokan Arinal.

Jika semua kabar itu benar dan dukungan untuk Ridho bertambah dari Hanura, maka Ridho mengantongi dukungan dari tujuh partai. Yakni Partai Demokrat (11 kursi di DPRD Lampung), PDIP (17 kursi), Gerindra (10 kursi), PKS (8 kursi), PKB (7 kursi), PPP (4 kursi), dan Hanura (2 kursi).

Total jenderal kursi keenam partai itu adalah 59 kursi. Sementara partai yang kemungkinan tidak mendukung Ridho adalah Golkar (10 kursi), PAN  (8 kursi), dan Nasdem (8 kursi).

Prediksi ini bisa saja berubah atau bahkan keliru. Jika prediksi ini benar, maka Pilgub Lampung hanya akan diikuti oleh dua pasangan calon. Yakni Ridho  Ficardo dan calon wakilnya dan satu pasangan calon gubernur-wakil gubernur. Itu artinya, Ridho Ficardo sama dengan Lukas Enembe di Papua. Keduanya sama-sama ketua Partai Demokrat tingkat provinsi.

Kalaupun PKS tetap mendukung Mustafa dan Hanura menetapkan pilihan pada Mustafa, calon gubernur-wakil gubernur pada Pilgub Lampung 2018 tetap hanya dua pasangan calon. Kecuali, ada kandidat yang kemudian maju lewat jalur nonpartai atau perseorangan (independen).

Prediksi yang didasarkan pada informasi belum resmi dari masing-masing partai itu menggambarkan bahwa Ridho Ficardo mendominasi hasil “perebutan” perahu partai untuk bisa maju pada Pilgub Lampung.

Hingga minggu keempat bulan Agustus 2017, belum ada satu pun kandidat yang selama ini meramaikan bursa bakal calon Gubernur Lampung (resmi) benar-benar aman. PDIP baru akan mengumumkan calon yang akan diusung pada akhir Agustus 2017. Putusan resmi calon yang akan diusung DPP PDIP dalam Pilgub Lampung hingga 27 Agustus 2017 belum ada. Namun, kabar santer menyebutkan bahwa DPP PDIP menjatuhkan pilihan kepada Ridho untuk calon gubernur dan Herman HN untuk calon wakil gubernur.

Tentu saja, kalau kabar ini benar, kompromi politik Ridho dan Herman HN harus dilakukan: maukah Ridho dipasangkan dengan Herman HN? Maukan Herman HN cukup hanya sebagai calon wakil gubernur?

Oyos Saroso H.N.