“Perahu PDIP untuk Pilgub Lampung positif jadi milik pasangam Ridho Ficardo – Mukhlis Basri!”
Inilah kabar burung yang beredar dalam dua hari terakhir. Namanya saja kabar burung, tidak jelas dari mana kabar burung itu bersumber. Namun, kabar burung itu bisa jadi benar, meskipun resminya konon DPP PDIP baru akan mengumumkan pasangan calon Gubernur- Wakil Gubernur Lampung pada akhir Agustus 2017.
Kenapa bisa jadi benar? Setidaknya karena pengalaman. Ya, PDIP termasuk partai yang penuh kejutan. Maka jamak pula jika pada Pilgub Lampung 2018 partai banteng moncong putih itu akan memilih Ridho-Mukhlis. Kandidat lain yang mengincar perahu partai ini boleh masygul atau bahkan menangis, Namun, jika titah sudah diturunkan DPP PDIP, ada jaminan titah itu akan dijalankan hingga tingkat bawah.
Kejutan pernah dilakukan PDIP ketika pada Pilgub Lampung 2014 mengusung Berlian Tihang – Mukhlis Basri sebagai cagub – cawagub.
Mukhlis Basri sudah banyak yang tahu rekam jejaknya di PDIP. Di luar soal loyalitas dan kerjanya untuk partai, ia saat itu disebut-sebut sebagai “anak kesayangan” Taufik Kiemas (almahum). Dengan logika itu, seharusnya Mukhlis Basri yang maju sebagai cagub dan (bila sangat terpaksa) Berlian Tihang menjadi wakilnya. Namun, yang direkomendasikan DPP PDIP menjadi cagub justru Berlian Tihang.
Mukhlis sendiri kala itu sempat dibuat galau dan menangis saat hendak mendaftar di KPU Lampung menjelang Pilgub 2014.
Publik Lampung tentu masih ingat bagaimana kencangnya rumor. Awalnya sempat santer dikabarkan (atau dirumorkan) bahwa Mukhlis Basri akan dipasangkan dengan Herman HN: Herman cagub dan Mukhlis cawagub. Namun, entah bagaimana persisnya pertarungan argumen di DPP PDIP, tiba-tiba Herman HN “ketendang” dan yang terpilih adalah Berlian Tihang. Atau, jangan-jangan tidak ada perdebatan argumentasi sama sekali dan tiba-tiba muncullah nama pasangan Berlian Tihang – Mukhlis Basri.
Tidak begitu jelas alasan Berlian saat itu dipilih, selain bahwa dia adalah orang dekat Sjachroedin ZP dan PNS dengan karier cemerlang hingga menduduki posisi Sekretaris Daerah Provinsi Lampung. Namun, kala itu publik tahu bahwa Berlian Tihang bukan kader PDIP. Publik juga tidak tahu persis berapa besar tingkat elektabilitas Berlian Tihang menurut hasil survei.
Kini, ketika PDIP jauh lebih seksi dibanding PDIP pada 2014 lalu, partai besutan Megawati Soekarnoputri menjadi partai paling didambakan para bakal cagub-cawagub Lampung. Selain menjadi satu-satunya partai yang tidak perlu berkoalisi dengan parpol lain kalau perolehan kursinya di DPRD Lampung memenuhi syarat untuk memajukan sendiri pasangan cagub-cawagub, PDIP juga dikenal sebagai partai yang memiliki kader dan simpatisan yang loyal. Soal loyalitas dan kegigihan kader dan simpatisan PDIP, barangkali hanya PKS yang bisa bersaing.
Sebagai pemenang pemilu legislatif 2014 di Lampung, suara pendukung PDIP sangat menggiurkan bagi kandidat mana pun. Maka, tak mengherankan jika ketua partai tingkat provinsi lainnya juga berharap didukung PDIP dalam pertarungan Pilgub Lampung. Ketua parpol tingkat ptovinsi di Lampung yang mengincar perahu PDIP antara lain Ridho Ficardo (Ketua Partai Demokrat Lampung) dan Arinal Djunaidi (Ketua Partai Golkar Lampung).
Dengan meraih dukungan dari PDIP, misalnya, secara otomatis kandidat akan bisa “nyagub” pada Pilgub Lampung 2018. Sebaliknya, jika gagal meraih dukungan PDIP maka kandidat yang mau maju pada Pilgub 2018 mesti harus bekerja keras.
Ridho misalnya, jika didukung PDIP maka langkahnya jauh akan lebih ringan karena itu berarti dia setidaknya didukung dua partai. Jika PAN ternyata juga mendukung Ridho berarti Ridho akan makin kuat — meskipun untuk hal ini Ridho kemungkinan besar akan menelan ludahnya sendiri.
Ya, mesti diingat, Ridho pernah menegaskan dirinya akan maju Pilgub bersama Bachtiar Basri yang selain Wagub kini juga menjadi Ketua PAN Lampung. Jika PDIP memberikan perahu kepada Ridho, mungkinkah PDIP juga merelakan wakilnya dipercayakan kepada Bachtiar Basri, seperti yang diangankan Ridho dan banyak dikutip media massa beberapa waktu lalu? Itu hal yang mustahil. Nah, jika pada akhirnya Ridho maju Pilgub tidak berpasangan dengan Bachtiar Basri, artinya Ridho terpaksa harus ‘menelan’ ludahnya sendiri.
Meski begitu, segala kemungkinan bisa saja terjadi. Barangkali saja ada fakta tak tampak yang tidak diketahui publik terkait strategi DPP PDIP dan strategi Ridho. Boleh jadi keyakinan Ridho untuk didukung PDIP sangat besar karena dia memang punya hubungan yang sangat baik dengan Megawati dan pejabat teras DPP PDI. Barangkali pula, jalinan komunikasi Ridho dengan pengurus DPP PDIP selama ini bisa meyakinkan PDIP bahwa bersama dengan Ridho (dan Partai Demokrat), maka PDIP akan aman.
Masalahnya kemudian: akan senekat itukah DPP PDIP menjatuhkan putusan?
(bersambung)
Oyos Saroso H.N.