Feaby Handana
Selepas tanggal 31 Desember 2023 mendatang, Lampung Utara akan dipimpin oleh pemimpin baru. Sebab, tepat di tanggal itu, mau tidak mau, suka atau tidak suka, Bupati Budi Utomo wajib lengser dari posisinya. Penggantinya ada Penjabat Bupat Lampung Utara.
Kewajiban itu tertuang dalam surat Kementerian Dalam Negeri/Kemendagri dengan nomor 100.2.1.3/6047/SJ. Surat itu ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kemendagri dengan mengatasnamakan Menteri Dalam Negeri pada 9 November 2023
Budi Utomo sendiri dilantik sebagai Bupati Lampung Utara pada 3 November 2020. Boleh dikatakan saat itu ia ketiban rezeki nomplok. Rezeki yang mungkin tak pernah dibayangkannya dalam mimpi sekalipun. Statusnya naik karena menggantikan posisi yang ditinggalkan oleh Agung Ilmu Mangkunegara akibat ditangkap oleh KPK di 6 Oktober 2019 silam.
Selama tiga tahun memimpin Lampung Utara sebagai bupati ditambah satu tahun sebagai sebagai pelaksana tugas bupati, rapor kepemimpinan Budi Utomo biasa-biasa saja. Sama sekali tak ada yang istimewa. Kegaduhan demi kegaduhan selalu saja terjadi.
Pengalaman puluhan sebagai birokrat ternyata tidak begitu ampuh membawa Lampung Utara ke arah yang lebih baik. Bahkan, kalau mau sedikit jujur, di bawah kepemimpinannya, Lampung Utara semakin terjun bebas. Segala lini terasa tidak baik.
Mulai dari urusan pemerintahan, hukum, keuangan, kesehatan, tata pemerintahan, dan pembangunan. Untuk urusan pemerintahan, lihat saja kedisiplinan PNS Lampung Utara saat ini. Pemandangan PNS atau tenaga honorer yang menggunakan sepatu warna-warni termasuk rambut berwarna, gondrong menjadi hal yang biasa. Parahnya lagi, kelakuan ini sempat menular pada staf Bagian Protokol. Padahal, sebagai ujung tombak, mestinya mereka dapat menjadi teladan baik.
Tak hanya pegawai biasa atau tenaga honorer, sejumlah pejabat pun latah melakukan yang sama. Bahkan, ada beberapa kepala bagian yang kerap menggunakan topi yang kerap digunakan oleh masyarakat biasa.
Ketidakdisplinan itu juga ternyata menular ke para pedagang kaki lima. Trotoar-trotoar banyak yang beralih fungsi menjadi lapak dagangan. Kondisi ini terjadi di samping kantor pemkab, Jalan Kesatria, Jalan Soekarno-Hatta. Akibatnya, para pejalan kaki harus berjalan di atas aspal yang jelas membahayakan jiwa mereka.
Depan pintu gerbang kompleks Islamic Center Kotabumi juga tak luput disasar oleh mereka. Keberadaan mereka di sana jelas mengganggu kenyamanan para pengunjung yang ingin ke luar-masuk.
Untuk urusan hukum, pemkab acapkali melakukan kesalahan. Kalau tidak percaya, cobalah kaji secara mendalam pencopotan jabatan sejumlah pejabat pada bulan Agustus 2022. Tak kurang dari 65 orang yang dicopot jabatannya tanpa dasar yang jelas.
Jauh ke belakang, tepatnya tahun 2020, di saat publik menjerit karena pandemi Covid-19, pemkab malah sibuk menaikan tambahan penghasilan pegawai atau yang lebih dikenal dengan sebutan TPP. Tak tanggung-tanggung, kenaikannya mencapai sekitar 100 persen. Konyolnya, nafsu menaikan TPP ternyata tidak diimbangi dengan pengetahuan mengenai aturan yang mengatur tentang penggodokan TPP. Alhasil, kenaikan TPP terpaksa dibatalkan karena melanggar aturan meskipun di kemudian hari kenaikan itu tetap dilakukan. Itu dikarenakan mereka telah memperbaiki dasar aturan mengenai kenaikan TPP.
Yang lebih konyol adalah penyelesaian persoalan Desa Subik pada tahun 2023. Kekonyolan ini semakin membuka mata publik jika pemerintahan Lampung Utara saat ini diisi oleh orang yang kurang mengerti urusan hukum. Sebab, mereka nekat mengangkat Kepala Desa Subik yang baru tanpa mengindahkan aturan. Terbukti, Kementerian Dalam Negeri menegur keras kebijakan pemkab tersebut.
Se-Indonesia, mungkin hanya di Lampung Utara saja yang peraih suara terbanyak kedua dalam pemilihan kepala desa secara otomatis diangkat menjadi kepala desa. Padahal, mekanisme yang ada tidak demikian adanya.
Kemudian, dalam hal keuangan. Persoalan pembayaran Alokasi Dana Desa dan uang proyek tak pernah beres. Tiap tahunnya selalu saja menunggak. Tahun ini pun diprediksi akan ada ADD yang tidak terbayar. Perkiraan tunggakannya akan mencapai tiga bulan. Bahkan, bisa saja lebih dari itu seandainya janji pembayaran dua bulan ADD di bulan Desember diingkari oleh pemkab.
Kucuran ADD itu sangat diperlukan oleh pemerintah desa. Dana itu digunakan untuk menggaji para perangkat desa. Kalau pembayarannya macet, ya macet pula gaji mereka. Tiap bulannya, ADD itu mencapai sekitar Rp8 miliar. Untuk urusan uang proyek, para kontraktor harus nglurug dulu ke rumah pribadi bupati agar uang mereka dibayarkan. Meskipun sampai saat ini pembayaran uang proyek tahun 2022 masih belum rampung seluruhnya.
Selain ADD, Pemerintahan Budi Utomo juga mewariskan utang berikut bunga sebesar Rp100-an miliar. Utang itu timbul akibat pinjaman pada PT SMI pada tahun 2021 silam. Utang itu baru akan lunas pada tahun 2027 mendatang.
Lalu, ada persoalan Rumah Sakit H.M.Ryacudu. Di era Bupati Budi Utomo, RS pelat merah malah mengalami mati suri. Krisis obat berkepanjangan akibat tidak mampu membayar utang obat membuat RS itu bak kuburan. Sebab, RS itu mulai ditinggal pasiennya.
Sementara untuk urusan tata pemerintahan, kondisinya juga terlihat amburadul. Ini dibuktikan dengan munculnya kabar Pejabat Pembuat Komitmen dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang mundur dari posisinya pada akhir 2021 lalu. Dalam perjalanannya, kabar ini dibantah.
Adapun untuk urusan pembangunan, kondisinya pun kurang lebih sama. Sejumlah proyek pembangunan banyak yang tidak tepat sasaran. Banyak jalan yang rusak bertahun-tahun justru luput dari sentuhan. Pun demikian dengan pembangunan atau perbaikan gedung sekolah. Sekolah-sekolah berdinding geribik ternyata masih ada di Lamping Utara.
Kesemrawutan ini juga terjadi dalam urusan pembangunan menara telekomunikasi. Saat ini banyak menara telekomunikasi yang berdiri di luar zona yang ditetapkan. Padahal, zona itu dibuat untuk mencegah terjadinya hutan menara. Sayangnya, para pejabat di sana kurang memahami itu sehingga dengan mudahnya mengeluarkan perizinan.
Meski banyak memiliki catatan negatif, namun kita juga harus mengakui bahwa Pemerintahan Bupati Budi Utomo pernah memiliki sederet prestasi positif. Penghargaan-penghargaan itu menjadi bukti bahwa pemerintahan saat ini bisa juga meraih prestasi di bidangnya. Prestasi itu antaranya penghargaan terbaik pertama kinerja pengelolaan dana desa tahun 2021, urutan ke-4 terbaik di Provinsi Lampung dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk tahun anggaran 2021, mendapat penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya (APE) Kategori Pratama.