Hukum  

Polda Lampung Bidik Jaksa Pemeras Sebagai Tersangka

Bagikan/Suka/Tweet:

Zainal Asikin/Teraslampung.com

Ilustrasi

BANDARLAMPUNG – Penyidik Subdit I Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Lampung AKBP Teguh Nugroho mengaku salah satu staf Kejati Lampung yang diduga memeras seorang narapidana kasus Kredit Usaha Rakyat (KUR) fiktif BTN tahun 2009 saat ini sedang dibidik menjadi tersangka.

“Sudah ada satu nama yang mengarah untuk dijadikan tersangka, tapi kami belum bisa sebutkan siapa nama calon tersangka itu. Karena masih dilakukan penyelidikan dan kita juga masih harus lakukan gelar perkara dulu. Untuk menetapkan tersangka tersebut, kami  masih harus melakukan gelar perkara terlebih dahulu,”  kata Kepala Subdit I Ditreskrimum Polda Lampung, AKBP Teguh Nugroho, Jumat (10/7).

Hingga saat ini, pemeriksaan terhadap para saksi belum tuntas. Sebab, kata dia, masih ada dua orang saksi lagi yang masih harus diperiksa. Yakni dua Jaksa penyidik yang menangani pelapor, yakni Pendi.

“Ada dua orang lagi yang harus kami periksa lagi. Karena yang akan kami periksa ini adalah jaksa, jadi kita harus mengirimkan surat resmi dahulu ke ke Kejaksaan Agung terkait untuk memeriksa dua jaksa itu. Salah satu jaksanya yang akan kami periksa ini, informasinya sudah pindah dari Kejati Lampung,” terangnya.

Sebelumnya, Teguh mengatakan sudah memegang sejumlah alat bukti seperti rekaman percakapan dalam handphone yang menyebutkan adanya permintaan uang sebesar Rp 35 hingga 75 juta.

Diketahui sebelumnya, keluarga Pendi Hasanudin melapor ke Polda Lampung atas laporan tindak pidana pemerasan yang dilakukan oleh oknum jaksa di Kejati Lampung. Dugaan pemerasan itu, terungkap saat Pendi membacakan surat pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, pada Selasa (12/5) lalu, yang mengatakan bahwa dirinya dimintai sejumlah uang oleh jaksa agar tuntutannya ringan.

Pendi tidak mau, akhirnya dituntut 4,5 tahun penjara dan pada akhirnya divonis 3,5 tahun. Dimana, tuntutan itu lebih berat dari tiga terdakwa lainnya yakni Nanang Murtanto, Casebintoro dan Harsani Merawi (masing-masing dituntut 1,5 tahun).