Feaby|Teraslampung.com
Kotabumi — Polres dan Kejaksaan Negeri Lampung Utara menganggap tuntutan ganti rugi yang dialamatkan pada mereka sangat tidak masuk akal. Alasannya, tuntutan itu tidak sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku.
Pernyataan masing – masing perwakilan dari dua institusi itu disampaikan dalam sidang lanjutan Pra Peradilan ganti kerugian di Pengadilan Negeri Kotabumi, (12/6/2019).
BACA: Korban Salah Tangkap Gugat Polres dan Kejari Lampura Rp322 Juta
Gugatan ini diajukan oleh Oman Abdurohman (51) usai divonis tidak bersalah oleh Mahkamah Agung dalam kasus perampokan pada tahun 2017 silam. Sidang yang beragenda jawaban termohon I dan termohon II atas permohonan yang disampaikan pemohon ini diketuai hakim tunggal Imam Munandar.
“Pemohonan penetapan ganti kerugian dan rehabilitasi telah lampau atau dengan kata lain telah kedaluwarsa,” ujar Ipda Edwin, mewakili termohon I (Pihak Kepolisian) dalam persidangan.
Batas waktu pengajuan tuntutan ganti kerugian diatur secara limitatif dalam peraturan dan undang-undang, yakni tiga bulan sejak dikeluarkannya putusan pengeadilan yang sudah memilki kekuatan hukum tetap.
Menurutnya, pengajuan permohonan pemohon tanggal 20 Mei 2019 di Pengadilan Negeri Kotabumi yang bersandarkan pada putusan pidana Pengadilan Negeri terhitung mulai tanggal 7 juni 2018, dan putusan kasasi Mahkamah Agung tanggal 25 September 2018.
“Maka didapati angka yang fantastis yaitu jarak waktu permohonan adalh kurang lebih 9 bulan,” paparnya.
Dengan demikian, ia berkeyakinan bahwa tuntutan ganti kerugian yang diajukan oleh Oman sangat mengada-ada dan tidak berlandaskan hukum. Sebab, secara yuridis tuntutan ganti rugi tertuang dalam pasal 95 ayat 2 KUHP.
Keyakinan serupa juga disampaikan oleh perwakilan Kejaksaan Negeri Lampung Utara melalui perwakilannya, Dian. Menurut Dian, pihaknya telah secara sah melakukan penahanan.
Proses penyerahan tersangka dan barang bukti oleh penyidik kepada penuntut umum telah dilakukan sesuai aturan yang berlaku dengan penyampaikan surat perintah penahanan terhadap pemohon dan keluarga pemohon disertai dengan berita acara pelaksanaan penahanan terhadap pemohon.
Adapun perihal ganti kerugian oleh pemohon, menurutnya, mengada-ada karena dalam Pasal 95 ayat 2 KUHAP bahwa tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang – undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus disidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77..
“Secara perkara a quo telah disidangkan sebelumnya di Pengadilan Negeri Kotabumi ini bertentangan dengan pasal 95 ayat 2 KUHAP. Oleh karenanya, harus ditolak dan permohonan dinyatakan tidak diterima,” tegas dia.
Menyikapi jawaban termohon I dan termohon II, pemohon melalui kuasa hukumnya, M. Idran Fran menjelaskan bahwa permohonan Pra Peradilan yang disampaikan oleh mereka belum masuk kategori kedaluwarsa.
Ini dikarenakan permohonan yang disampaikan mereka dilakukan pada 20 Mei 2019, sedangkan putusan Kasasi Mahkamah Agung tanggal 18 Maret 2019 lalu.
“Dan mengenai permohonan ganti kerugian, semuanya berdasarkan KUHP. Untuk itu, kami tetap pada permohonan kami,” tandasnya.
Sidang akan digelar kembali besok dengan agenda penyampaian bukti dari termohom I dan termohon II, sedangkan pemohon telah lebih dulu menyampaikan bukti berupa sejumlah berkas.
Sebelumnya, Oman Abdurohman (51), korban salah tangkap akhirnya menggugat kerugian materil dan non materil sebesar Rp322 juta kepada pihak kepolisian dan kejaksaan Lampung Utara.
Gugatan yang dilakukan oleh warga Kampung Sangereng, Dusun Telaga, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten diajukannya di Pengadilan Negeri Kotabumi.
Sebelumnya, mulai dari PN Kotabumi hingga Mahkamah Agung menyatakan Oman tidak bersalah dan dibebaskan dari tuntutan yang disangkakan padanya.
Oman ditangkap karena diduga terlibat dalam kasus perampokan di rumah Budi Yuswo Santoso alias Haji Nanang di Dusun V dorowati, Desa Penagan Ratu, Abung Timur, Lampung Utara, pada 22 Agustus 2017.
Pengurus masjid yang sempat mengalami luka tembak di kakinya itu terpaksa harus menghabiskan 10 bulan waktunya di dalam bui sebelum dinyatakan bebas dan tidak bersalah.