Opini  

Potensi Kopi sebagai Komoditas Unggulan Perkebunan

Biji kopi siap petik merah.
Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh: Rita Fidella
PNS Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus

Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak ekonomi Indonesia dengan kontribusinya terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) sebesar 13,70% dan merupakan penyerap tenaga kerja mencapai 29,76% (BPS, 2020). Salah satu subssektor pertanian yang utama, yakni perkebunan, andilnya terhadap PDB sebesar 3,63% pada tahun 2020, komoditas unggulan perkebunan selain kelapa sawit yaitu kopi.

Perkebunan kopi di Indonesia seluas 1.227,19 ribu hektar atau 98,14% pada tahun 2020 diusahakan oleh perkebunan rakyat (PR), sedangkan sisanya diusahakan oleh perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta. Hal ini menunjukkan bahwa perkebunan kopi merupakan usaha rakyat dan merupakan mata pencaharian utama bagi petani yang mengusahakannya. Dilihat dari wilayah produsen kopi, sektor ini di usahakan pada wilayah perdesaan sehingga merupakan sektor vital pembangunan ekonomi perdesaan.

Saat ini minum kopi menjadi tren dan gaya hidup pada penduduk domestik maupun internasional, di buktikan dengan menjamurnya kafe atau kedai kopi dari skala usaha kecil sampai dengan skala besar. Artinya kopi memiliki potensi tinggi di pasar lokal maupun tingkat dunia. Implikasinya memberikan peluang bagi negara produsen kopi untuk melakukan ekspor dan berdampak pada sumber penghasil devisa bagi negara eksportir.

Berdasarkan data Susenas yang dihasilkan oleh BPS konsumsi kopi instan sejak tahun 2015 mempunyai tren selalu meningkat, pada tahun 2019 sebesar 1,171 kg/kapita meningkat dari tahun sebelumnya 0,905 kg/kapita.

Konsumsi kopi dunia didominasi jenis arabika sekitar 70% dari total konsumsi dunia sedangkan 30% sisanya adalah konsumsi robusta (International coffee organization). Namun, jenis kopi yang di tanam di Indonesia di dominasi oleh kopi robusta dengan rata-rata produksi dari tahun 2011-2020 mencapai 489.257 ton dengan luas areal lahan 873.204 ha atau share 80,31% dari total rata-rata kopi PR Indonesia. Produksi kopi arabika hanya mencapai 173.953 ton dengan luas lahan 312.525 ha atau share 19,63% dari total luas areal kopi PR (Pusdatin, 2020). Tingginya produksi kopi robusta dikarenakan adanya kemudahan dalam perawatan dan tahan terhadap serangan hama, sebaliknya kopi arabika rentan terhadap penyakit jika ditanam pada areal dataran rendah.

Indonesia merupakan produsen kopi terbesar ke-4 setelah Brasil, Vietnam dan Kolumbia. Produk yang di ekspor Indonesia sebagian besar dalam bentuk komoditas (biji kopi/green bean) dengan negara tujuan ekspor mayoritas merupakan negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman dan Jepang (BPS, 2020).
Keterbukaan ekonomi membuat adanya kebebasan setiap negara produsen kopi untuk menawarkan produknya di pasar internasional, sehingga harga komoditas kopi berfluktuasi yang ditentukan oleh penawaran (supply) dan permintaan (demand).

Untuk dapat bersaing tentunya harus dapat menghasilkan biji kopi yang berkualitas sesuai dengan selera konsumen. Kualitas kopi yang tinggi dapat diperoleh dari pengelolaan kebun, menanam, memetik dengan waktu panen yang tepat serta penanganan pasca panen. Namun, minimnya pengetahuan petani Indonesia terkait budidaya kopi mengakibatkan rendahnya produktivitas dan kualitas kopi yang dihasilkan. Seperti biji kopi yang dipanen sebelum waktunya yakni dalam bentuk biji mentah (bukan biji merah), pohon kopi yang ditanam sudah berumur tua dan bibit kopi yang ditanam turun temurun yang mengakibatkan hasil panen tidak optimal.

Kendala yang dihadapi untuk ekspor kopi ke negara maju yakni adanya kebijakan nontarif berupa aturan mengenai keamanan pangan, kesehatan dan batas residu maksimal dari penggunaan bahan kimia atau pestisida. Keingintahuan konsumen mengenai informasi asal, kualitas dan karakteristik kopi yang dijelaskan melalui surat keterangan asal (certificate of origin) dan labelling.

Saran dari penulis, untuk meningkatkan ekspor kopi ke negara maju yakni mengikuti selera konsumen dengan memperbanyak produksi untuk jenis kopi arabika, areal lahan dataran tinggi yang luas masih memungkinkan untuk menambah tanaman kopi jenis ini. Di samping itu, Indonesia mempunyai banyak wilayah penghasil kopi (single origin) yang cita rasanya beragam dengan ciri khas masing-masing wilayah penghasilnya, ini merupakan peluang yang besar untuk mengembangkan jenis kopi spesial seperti : kopi gayo, kopi toraja, kopi mandeling.

Untuk dapat bersaing di pasar dunia, biji kopi yang ditawarkan harus memenuhi standar kualitas yang di tetapkan. Mengurangi produk kopi dari kontaminasi pestisida dapat dilakukan dengan budidaya berkelanjutan seperti pemupukan dengan bahan organik, pengendalian organisme penganggu tumbuhan (OPT) secara mekanis atau biologis, pengendalian hama penggerek batang secara alami.

Pemerintah melakukan pendampingan dan pembinaan untuk meningkatkan pengetahuan kepada petani mengenai cara berbudidaya kopi yang tepat yang di mulai dari penanaman sampai dengan perlakuan pasca panen. Memberikan regulasi yang sederhana untuk kemudahan ekspor dengan surat keterangan asal kopi untuk dapat menyediakan informasi yang lengkap kepada konsumen.

Perlu mencari pasar baru untuk diversifikasi negara tujuan ekspor dan memanfaatkan digital marketing untuk memperluas pasar, sehingga tidak terjadi kebergantungan terhadap beberapa negara saja. Mengembangkan pasar ke negara berkembang yang biasanya lebih memberikan kelonggaran terhadap aturan produk yang diekspor, dapat menjadi alternatif solusi yang lain.

Kopi merupakan komoditas yang waktu panennya berdasarkan musiman, untuk dapat menambah pendapatan petani kopi dapat dilakukan penanaman tumpang sari dengan tanaman lain yang bernilai tinggi. Sehingga ketika kopi belum panen, petani masih mempunyai sumber penghasilan dari tanaman yang lain. ****