Presiden Jokowi Tanda Tangani PP Besaran dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi Panas Bumi

PLTP Ulubelu, Tanggamus. (Foto: Teraslampung/Mas Alina Arifin)
Bagikan/Suka/Tweet:

TERASLAMPUNG.COM — Dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 53 ayat (2) dan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 14 Juli 2016 telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2016 tentang Besaran dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi Panas Bumi.

Dalam PP itu disebutkan, Bonus Produksi Panas Bumi yang selanjutnya disebut Bonus Produksi adalah kewajiban keuangan yang dikenakan kepada pemegang izin panas bumi, pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas burni, pemegang kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya panas bumi, dan pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi atas pendapatan kotor dari penjualan uap panas bumi dan/atau listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi.

“Pemegang Izin Panas Bumi wajib memberikan Bonus Produksi sejak unit pertama berproduksi secara komersial,” bunyi Pasal 2 ayat (1) PP ini.

Adapun pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi, pemegang kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya panas bumi, dan pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi, menurut PP ini, wajib memberikan Bonus Produksi dengan ketentuan: a. yang telah berproduksi sebelum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi mulai berlaku, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2015; dan b. yang belum berproduksi pada saat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi mulai berlaku, terhitung sejak unit pertama berproduksi secara komersial.

“Bonus Produksi sebagaimana dimaksud diberikan kepada pemerintah Daerah Penghasil,” bunyi Pasal 2 ayat (3) PP ini.

Bonus Produksi itu, lanjut PP ini, dikenakan sebesar: a. 1% (satu persen) atas pendapatan kotor dari penjualan uap panas bumi; atau b. 0,5% (nol koma lima persen) atas pendapatan kotor dari penjualan listrik.

Perhitungan Bonus Produksi dari pemegang lzin Panas Bumi, menurut PP ini, dilakukan secara tahunan dengan periode pencatatan mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Sementara Perhitungan Bonus Produksi dari pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi, pemegang kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya panas bumi, dan pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi dilakukan secara triwulanan menyesuaikan dengan periode Setoran Bagian Pemerintah Pusat.

Guna penetapan bonus produksi itu, Menteri (ESDM) melakukan rekonsiliasi terhadap penjualan uap panas bumi dan/atau listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi dan besaran Bonus Produksi yang akan dibayarkan kepada pemerintah Daerah Penghasil, dengan melibatkan instansi terkait, Pemerintah Daerah Penghasil, pemegang Izin Panas Bumi, pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi, pemegang kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya panas bumi, dan pemegang izir. pengusahaan sumber daya panas bumi, dan badan usaha pembeli uap panas bumi dan/ atau listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi.

“Penetapan besaran Bonus Produksi sebagaimana dimaksud dalam bentuk mata uang rupiah. Dalam hal pendapatan kotor menggunakan mata uang asing, konversi Bonus Produksi didasarkan pada kurs beli Bank Indonesia pada saat penerimaan hasil penjualan uap panas bumi dan/ atau listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi,” bunyi Pasal 6 ayat (2,3) PP Nomor 28 Tahun 2016 itu.

Ditegaskan dalam PP ini, pemegang lzin Panas Bumi, pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi, pemegang kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya panas bumi, dan pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi menyetorkan Bonus Produksi ke rekening kas umum Daerah Penghasil berdasarkan penetapan Menteri, dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah penetapan Menteri sebagaimana dimaksud.

Pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi, pemegang kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya panas bumi, dan pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi, menurut PP ini, wajib membayar terlebih dahulu Bonus Produksi kepada pemerintah Daerah Penghasil. Selanjutnya, Bonus Produksi yang telah dibayarkan sebagaimana dimaksud diberikan penggantian dari Setoran Bagian Pemerintah Pusat.

PP ini juga menegaskan, pemegang lzin Panas Bumi, pemegang kuasa perigusahaan sumber daya panas bumi, pemegang kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya panas bumi, dan pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi wajib menyampaikan rencana tahunan, laporan penjualan uap panas bumi dan/atau listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi, dan laporan penyetoran Bonus Produksi kepada Menteri.

Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana tahunan, laporan penjualan uap panas bumi dan/atau listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi, dan laporan penyetoran Bonus Produksi itu diatur dalam Peraturan Menteri.

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2016 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 14 Juli 2016 itu.