Pro-Kontra Pendirian Pabrik Tapioka di Lampung Utara, Ini Kata WALHI Lampung

Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri
Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri
Bagikan/Suka/Tweet:

Feaby|Teraslampung.com

Kotabumi–Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Provinsi Lampung meminta Pemkab Lampung Utara segera menghentikan proses pembersihan lahan yang akan dijadikan lokasi pembangunan pabrik tapioka di Desa Talangjembatan, Abungkunang. Sebab, perusahaan itu belum mengantongi izin lingkungan sebagaimana yang diwajibkan.

“Karena belum berizin, Pemkab Lampung Utara atau Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung harus adu cepat untuk menghentikan proses di sana,” kata Direktur WALHI Lampung, Irfan Tri Musri, Selasa (30/7/2024).

Langkah itu harus segera dilakukan karena proses pembersihan lahan merupakan bagian dari perizinan, sedangkan perusahaan itu sendiri belum memiliki izin lingkungan. Sebagai bagian dari Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan di Dinas Lingkungan Hidup Lampung, ia belum pernah membahas hal tersebut.

“Dengan luas lahan sekitar 42 hektare maka perusahaan itu harus mengantongi dokumen AMDAL,” tegasnya.

Di samping itu, Irfan mengatakan, izin Kesesuaian Pemanfaatan Ruang atau IKPR yang dikeluarkan oleh Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, Cipta Karya, dan Penataan Ruang Lampung Utara harus dicabut karena melanggar Peraturan Daerah (Perda) Lampung Utara Nomor 4 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Lampung Utara. Pelanggarannya menyangkut lokasi pabrik yang tidak termasuk kawasan industri.

“Selain sanksi pada perusahaan, sanksi kepada pejabat yang menerbitkan IKPR harus segera diberikan,” tutur dia.

Menurut Irfan, industri penunjang perkebunan yang menjadi landasan pemkab dalam menerbitkan IKPR merupakan bukti nyata bahwa Pemkab Lampung Utara mengalami sesat dalam berpikir. Yang termasuk industri penunjang itu adalah perusahaan yang telah lama berdiri dan memiliki perkebunan di lokasi yang dimaksud. Di luar itu, jelas tidak dapat dikategorikan industri penunjang.

“Itu kan perusahaan baru di Lampung Utara. Jadi, tidak bisa disebut industri penunjang,” tegasnya.

Irfan juga mengingatkan kepada pihak terkait untuk tetap mengedepankan kepentingan publik ketimbang kepentingan perusahaan. Jangan pernah merubah Perda hanya untuk mengakomodir berdirinya perusahaan tersebut. Jika itu dilakukan maka itu sama saja mengajarkan kepada publik bahwa Perda itu dibuat karena sarat kepentingan.

“Sah-sah saja mereka melakukan itu, tapi jangan salahkan publik jika mereka beranggapan negatif kepada mereka,” kata dia.

Sebelumnya, meskipun telah direkomendasikan untuk dihentikan, namun proses pembangunan pabrik tapioka di Desa Talangjembatan, Abungkunang, Lampung Utara ternyata masih berjalan. Hal ini diketahui dalam inspeksi mendadak yang dilakukan oleh rombongan DPRD Lampung Utara, Senin (29/7/2024).

Rombongan DPRD Lampung Utara yang dipimpin oleh Ketua DPRD Lampung Utara, Wansori ini terdiri dari pentolan Komisi I dam Komisi III. Adapun dari pemkab, kehadiran mereka diwakilkan oleh pihak Satian Polisi Pamong Praja.

Anggota Komisi I DPRD Lampung Utara, Tabrani Rajab mengatakan, kondisi ini tidak dapat dibiarkan. Pihaknya akan menggunakan hak-haknya untuk menyikapi kebandelan dari pihak pabrik dalam mematuhi rekomendasi yang mereka buat. Hak-hak itu adalah hak angket dan hak interplasi.

“Kami tidak antiinvestor. Kami hanya menegakkan aturan,” tuturnya.

Tabrani mengatakan, penghentian aktivitas pabrik merupakan hal yang tidak bisa ditolak oleh pihak perusahaan. Di samping masih belum berizin, pendirian pabrik itu juga tidak sesuai dengan zona industri yang telah diatur dalam Perda RTRW.

Di sisi lain, Pemkab Lampung Utara bersikeras bahwa lokasi pendirian pabrik tapioka di Desa Talangjembatan, Abung Kunang telah sesuai dengan RTRW yang ada.

“(Pendirian pabrik di sana) tidak melanggar Peraturan Daerah tentang RTRW,” tegas Sekretaris Daerah Kabupaten Lampung Utara, Lekok pada akhir Juni lalu.

Apa yang disampaikannya ini berdasarkan hasil rapat pembahasan Forum Penataan Ruang/FPR. Tim ini terdiri dari lintas instansi terkait, dan melibatkan tenaga ahli dari Unila. Kesimpulan tim ini jugalah yang disampaikan padanya selaku Ketua FPR.

“Di sana bisa dibangun jika berhubungan untuk mendukung perkebunan,” terangnya.