Agung Laksono-Aburizal Bakri (dok tempo.co) |
JAKARTA, Teraslampung.com — Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta menganulir vonis tingkat pertama dalam kasus sengketa kepengurusan DPP Partai Golkar antara kubu Agung Laksono dan kub Aburizal Bakri, Jumat (10/7/2015). Dengan putusan itu berarti kepengurusan DPP Partai Golkar yang sah adalah pimpinan Agung Laksono.
“Satu, menerima banding dari Tergugat/Pembanding dan Tergugat II Intervensi/Pembanding; dua, membatalkan putusan PTUN Jakarta No 62/G/2015/PTUN-JKT tanggal 18 Mei 2015 yang dimohonkan banding,” bunyi putusan PTTUN seperti dilansir laman Mahkamah Agung, Jumat (10/7/2015).
Majelis tinggi juga menganulir putusan PTUN Jakarta yang menunda pelaksanaan keputusan objek sengketa tentang SK Menkum HAM tentang Kepengurusan Golkar.
Kasus ini bermula saat muncul dualisme kepemimpinan di tubuh Golkar pasca Munas DPP Partai Golkar di Bali yang memilih Aburizal Bakri sebagai ketua umum. Tidak puas dengan hasil Munas Bali, kelompok Agung Laksono kemudian menggelar Munas di Ancol, Jakarta Utara dan memilih Agung Laksono sebagai ketua umum.
Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM mengesahkan kubu Agung Laksono yang terpilih lewat Munas Ancol sebagai pengurus DPP Partai Golkar yang sah. Hal itu membuat konflik di tubuh partai beringin makin keras.
Kubu Aburizal Bakri kemudian menggugat keputusan itu di PTUN Jakarya dan dikabulkan. Dikabulkannya gugatan Aburizal Bakri membuat konflik makin tajam dan berimbas di semua daerah di Indonesia.
Di hampir semua daerah di Indonesia saling klaim sebagai pengurus Golkar yang sah terjadi. Saling pecat pun terjadi, termasuk di Lampung,
Menjelang pilkada serentak pada Desember 2015 mendatang, sebenarnya dua kubu sudah berusaha untuk kompromi agar Partai Golkar mengusung wakilnya dalam pilkada serentak. Namun, dalam tawar-menawar posisi, kubu Agung berkukuh merasa lebih berhak mengusung calon dalam pilkada.
Konflik di tubuh Golkar juga sempat membuat KPU dan DPR kelimpungam. Terakhir, pada Jumat (10/7/2015) muncul usulan dari DPR agar KPU menerbitkan peraturan yang membolehkan Golkar ikut pilkada serentak dengan beberapa syarat.
Berikut merupakan petikan putusan tersebut:
MENGADILI:
1. Menerima permohonan banding dari Tergugat/Pembanding dan Tergugat II Intervensi/Pembanding;
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 62/G/2015/PTUN-JKT tanggal 18 Mei 2015 yang dimohonkan banding, dan dengan:
MENGADILI SENDIRI:
I. Dalam Penundaan:
– Menyatakan mencabut dan tidak berlaku serta tidak memiliki kekuatan hukum lagi, Penetapan Nomor 62/G/2015/PTUN-JKT tanggal 1 April 2015 tentang penundaan pelaksanaan keputusan objek sengketa;
II. Dalam Eksepsi:
– Menerima eksepsi Tergugat/Pembanding dan Tergugat II Intervensi/Pembanding tentang kewenangan absolut pengadilan;
III. Dalam Pokok Perkara:
1. Menyatakan gugatan Penggugat/Terbanding tidak dapat diterima;
2. Menghukum Penggugat/Terbanding membayar biaya perkara di kedua tingkat peradilan yang dalam pemeriksaan banding ditetapkan sebesar Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah)
Bambang Satriaji