Puisi-Puisi Iswadi Pratama

Bagikan/Suka/Tweet:







AMADEUS: LACRIMOSSA

bukit-bukit es, jalanan berangin
empat lelaki menguburmu tanpa requiem

sebuah skop berkarat di tepi
salju diseduh sedih di pangkal pagi

di lembar-lembar partitur itu
mengering luka; bekas perihmu

di dinding-dinding kota Wina
nyaring tawamu tak lagi menggema

toksin menggerusmu hari demi hari
seperti sebuah nada terhapus dari komposisi

Salieri, Salieri…
“bila Tuhan tak memberkati, kupilih berkatkusendiri”

2010

SEBUAH FANTASI DARI MODIGLIANI
                                       Aletta

engkau malim yang kujumpa di Milan
dalam trem lembab di akhir November

kau lunglai di bahuku, memandangi akanan
sebuah kastil menggigil disepuh winter

matamu teja, mata yang ingin percaya
bahwa di awal musim nanti, akan ada yang kembali

lalu kita seperti dingin dihembus angin
aku pergi, dan kau menghilang dalam iring-iringan gypsy

“aku angankan kau seperti Modigliani
merebut Jeanne dari gereja yang sinis, tanpa tuberkulosis”

tapi bagiku Aletta, matamu tak sompong belaka
meski selalu kau rindukan rumah dan sebuah keluarga

dan kini, di bawah hangat musim semi
aku mengenangmu di tepi estuari

di kaki Sforzesco, di taman Sempione
sepi gemetar, seperti kau yang selalu dihalau

kudengar suara batuk dan sesak nafas
seseorang telah menyekapmu dalam kanvas

tubuh Romani-mu lebih elok dalam warna dan garis
dan aku terus kehilanganmu dalam seluruh sintaksis

2010

SEORANG YANG TERGESA
                        —biografi
   
ia selalu tergesa merasa mencintai
dan terlalu cepat membenci

dengan gampang menganggap menemukan
lalu kecewa karena kehilangan

terlampu pasti menyebut hutan sebagai pohonan
maka keliru dan menganggapnya jebakan

ia terlampau gegabah menduga kedalaman
dengan bangga berenang di permukaan

ia tak pernah sedikit bersabar menafsir itibar
mendaki terjal gunung seolah padang datar

ia hanya gemar menyigi tubir
dengan tergesa menyebut diri penyair

Bandar Lampung, 2000

Iswadi Pratama lahir di Tanjungkarang, Bandarlampung, 8 April 1971 . Pada 2005 terpilih sebagai salah seorang penyair untuk diundang mengikuti Festival Sastra Internasional, Wintemachten. Sehari-hari Iswadi menekuni teater sebagai sutradara dan direktur artististik Teater Satu.

Beberapa naskah teaternya: Ruang Sekarat, Rampok, Ikhau, Nak, Menunggu Saat Makan, Dongeng tentang Air, dan Aruk Gugat. Bersama Teater Satu, Iswadi dua kali mendapatkan Hibah Senia dari Yayasan Kelola (2002 dan 2004) untuk pentas keliling di sejumlah kota di Indonesia. Dia juga mementaskan naskah-naskah puisinya dalam bentuk teater seperti Nostalgia Sebuah Kota, yang meraih peringkat ketiga GKJ Award 2003. Naskah ini dalam even yang sama, menjadi naskah terbaik I.

Puisi dan cerpennya terpulikasi di berbagai media massa. Selain itu terhimpun dalam antologi bersama: Gelang Semesta (1987), Belajar Mencintai Tuhan (1992), Daun-Daun Jatuh Tunas-Tunas Tumbuh (1995), Refleksi Setengah Abad Indonesia (1995), Antologi Cerpen dari Lampung (1996), Cetik (1996), Mimbar Abad 21 (1996), Hijau Kelon dan Puisi 2002 (2002), Pertemuan Dua Arus (2004), Gerimis (dalam Lain Versi) (2005, Asia Literary Review (2006), dan Terra (Australia-Indonesia, 2007).

Antologi puisi tunggalnya: Gema Secuil Batu (2011).