Putusan MK soal Sengketa Pilgub Lampung: Pembagian Gula Secara Masif Bukan ‘Money Politic’

Bagikan/Suka/Tweet:

Syailendra Arif, Bambang Satriaji/Teraslampung.com

JAKARTA – Dalam gugatannya, tim kuasa hukum pasangan calon gubernur dan wakil gubernur H Herman-Zainudin menilai pemenang pilkada Lampung pasangan Muhammad Ridho Ficardo-Bakhtiar tersebut penuh sarat dengan politik uang dan kecurangan.Namun, MK menyatakan tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa telah terjadi pelanggaran dalam proses Pilkada Provinsi Lampung Tahun 2014 yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Dukungan dana dari Sugar Group Companies dalam upaya pemenangan pasangan Muhammad Ridho Ficardo-Bakhtiar pada Pilgub Lampung, dianggap sah. Pembagian gula secara masih di hampir semua daerah di Lampung pun bukan persoalan karena susah dibuktikan. Demikian salah satu dalil  Mahkamah Konstitusi menolak permohonan tim kuasa hukum pasangan cagub-cawabub Lampung Herman HN-Zaenudin Hasan di Mahkamah Konstitusi, Rabu (14/5).

“Pemohon tidak dapat membuktikan. eandainyapun benar pelanggaran berupa dukungan dana dari suatu perusahaan kepada Pihak Terkait, pembagian gula maupun praktik politik uang tersebut terjadi, menurut Mahkamah, hal tersebut seharusnya dapat diproses melalui instansi Penegak Hukum Terpadu sesuai peraturan perundang-undangan,” kata Anggota Majelis Hakim Arief Hidayat, dalam sidang sengketa Pilgub Lampung di Mahkamah Konstitusi, Kamis (14/5).

MK menilai pemohon juga tidak bisa membuktikan secara meyakinkan keterlibatan Wakil Bupati Tulang Bawang Barat, Umar Ahmad yang diduga mengumpulkan kepala desa se-Kabupaten Tanggamus di Taman Wisata Way Lalaan dan mengarahkan untuk memenangkan pihak terkait, serta membagikan uang.

“Pemohon tidak dapat membuktikan secara meyakinkan bahwa kegiatan pengumpulan para kepala desa oleh Wakil Bupati Tulang Bawang Barat secara terstruktur, sistematis dan masif atas perintah dari Pihak Terkait kepada Wakil Bupati Tulang Bawang Barat maupun sebagai pelaksanaan program yang terencana dan meliputi seluruh kepala desa di Provinsi Lampung,” kata dia.

MK juga menemukan fakta bahwa berdasarkan keterangan saksi, baik yang diajukan oleh pemohon maupun pihak terkait, pertemuan tersebut dibubarkan oleh Panwas dan tidak terbukti adanya tindak lanjut maupun hasil dari pertemuan tersebut yang memengaruhi kebebasan pemilih untuk menggunakan hak atau tidak menggunakan hak pilihnya yang pada akhirnya memengaruhi perolehan suara masing-masing pasangan calon khususnya Pemohon.

“Oleh karena itu, dalil pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum,” kata majelis hakim.

Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Arief Hidayat,  terkait adanyan pelanggaran dalam penetapan jadwal dan data, Mahkamah tidak menemukan bukti untuk dalil tersebut.

Menurut Mahkamah, masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT), sebagaimana dalam putusan-putusan Mahkamah sebelumnya dalam pelaksanaan tahapan Pemilu, penyusunan daftar pemilih sebenarnya bukan saja merupakan kewajiban termohon semata, melainkan juga menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk menyediakan data kependudukan, peran Panwaslukada dalam mengawasi tahapan penyelenggaraan penyusunan daftar pemilih agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta tanggung jawab, dengan keikutsertaan peserta Pemilu untuk mengoreksi penyusunan DPT.
Dalam permasalahan DPT ini, Mahkamah menilai tidak terdapat bukti yang meyakinkan mengenai jumlah riil penambahan ataupun pengurangan suara secara tidak sah yang terjadi di lapangan.

“Lagipula, seandainya pun Pemohon dapat membuktikan jumlah riil adanya penambahan ataupun pengurangan jumlah suara dalam Pemilukada Provinsi Lampung tersebut, tidak dapat dipastikan kepada pasangan calon mana pergeseran jumlah suara. “Oleh karena itu, dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum,” ujar Arief.

Sedangkan terkait pelanggaran yang dilakukan oleh M. Ricardo Ficardo-Bachtiar Basri, Mahkamah menilai tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa telah terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh Pihak Terkait. ”Oleh karena itu,  dalil  Pemohon  a quo tidak beralasan menurut hukum,” imbuhnya.

Mengenai pelanggaran-pelanggaran lainnya, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tersebut tidak dibuktikan dengan bukti yang meyakinkan bahwa pelanggaran tersebut terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif yang secara signifikan memengaruhi perolehan suara Pemohon, sehingga melampaui perolehan suara Pihak Terkait. Oleh karena itu, dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Namun demikian sekiranya terdapat pelanggaran yang bersifat administratif maupun pidana, hal tersebut masih dapat diproses secara hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan di atas, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” paparnya.

Dalam kesimpulannua, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan gugatan sengketa Pilkada Lampung yang diajukan oleh pasangan calon gubernur dan wakil gubernur H-Herman-Zainudin.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva, saat membacakan amar putusan No. 8/PHPU.D-XIII/2014, di Mahkamah Konstitusi, Rabu (14/5).