Feaby/Teraslampung.com
Kotabumi–Setelah melalui drama politik yang cukup panjang akhirnya Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Lampung Utara tahun anggaran 2015 resmi ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) APBD No 3/2015, Senin (18/5)/.
Dengan demikian, laju pembangunan di wilayah Lampung Utara yang selama ini tersendat akibat APBD senilai Rp1,417 Triliun yang belum jelas status hukumnya kini mulai dapat dilaksanakan terhitung sejak ditetapkan.
“RAPBD Lampung Utara tahun anggaran 2015 sudah ditetapkan pada tanggal 13 Mei lalu,” kata Kepala Bidang Anggaran Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA) Lampung Utara, Desyadi saat ditemui di pelataran parkir kantor Pemkab, Senin (18/5).
Masih menurut pria yang kerap mengenakan kacamata ini, hasil evaluasi RAPBD Lampung Utara dari Pemerintah Provinsi Lampung turun pada tanggal 11 Mei 2015. Sesuai aturan yang ada, pihaknya (Pemkab) memiliki waktu paling lama 7 hari untuk menetapkan RAPBD dimaksud menjadi Perda. “Penetapan Raperda APBD ini dilakukan oleh Bupati Agung Ilmu Mangkunegara dan pimpinan DPRD,” papar Desyadi.
Ia menambahkan, dengan telah ditetapkannya RAPBD menjadi Perda maka seluruh anggaran yang selama ini sedikit terhambat telah dapat dicairkan. Kendati begitu, untuk sementara ini, pihaknya akan terlebih dahulu mencairkan anggaran yang dianggap lebih prioritas atau mendesak sembari menunggu selesainya pencetakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) untuk pencairan anggaran.
“Sebenarnya semuanya sudah bisa dicairkan. Tapi untuk saat ini, kami memprioritaskan pencairan anggaran yang khusus atau mendesak dulu seperti tagihan telepon, listrik dan sejenisnya,” paparnya mengakhiri percakapan.
Diketahui, proses pengesahan RAPBD Lampura tahun anggaran 2015 hingga menjadi Perda APBD bak kisah sinetron yang kerap diwarnai berbagai drama politik. Bahkan, tak jarang kalangan eksekutif dan legislatif saling ‘serang’ dan adu opini terkait kisruh politik yang bermuara pada mandegnya RAPBD.
Drama politik Lampung Utara sempat mencapai puncaknya pada pengesahan RAPBD yang dianggap cacat hukum. Sebab, pengesahan itu dilakukan dalam keadaan tidak kuorum (tak mencukupi batas angggota DPRD yang diharuskan). Akibatnya meski disahkan, RAPBD dimaksud akhirnya ditolak oleh Gubernur Lampung lantaran cacat hukum. Alhasil, Kabupaten Lampura terpaksa menerbitkan Peraturan Bupati pengganti Perda APBD sesuai dengan arahan Gubernur.
Kandasnya RAPBD yang cacat hukum tersebut kembali menaikan suhu politik di Lampura yang ditandai dengan penahanan gaji anggota DPRD oleh pihak eksekutif. Tak ayal, penahanan gaji ini membuat kalangan legislatif meradang dan memanggil pihak eksekutif terkait penahanan gaji tersebut.
Penahanan gaji inilah yang menjadi titik balik kekisruhan politik di Lampura. Sebab, melalui pemanggilan ini DPRD dan Pemkab sepakat untuk berkonsultasi dengan pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang dalam perjalanannya Kemendagri memberikan toleransi waktu tambahan bagi Kabupaten Lampura untuk kembali mengesahkan RAPBD.
Akhirnya, dengan kebesaran hati masing – masing elit politik Lampura yang tak berniat memelihara konflik, RAPBD Lampura disahkan pada tanggal 15 Maret 2015. Sayangnya, proses evaluasi RAPBD Lampura sempat terhambat di Pemprov Lampung lantaran pihak Pemprov khawatir pengevaluasian RAPBD ini akan berbenturan dengan hukum. Sebab, Lampura sebelumnya telah menerbitkan Perbup tentang APBD.
Singkat cerita, Pemprov akhirnya mau mengevaluasi RAPBD Lampura usai berkonsultasi dengan pihak Kemendagri dan menyelesaikan evaluasi yang diakhiri dengan ditandatanganinya hasil evaluasi oleh Gubernur Lampung pada tanggal 11 Mei 2015. Tanpa membuang waktu lama, Pemkab langsung menetapkan RAPBD dimaksud menjadi Perda dua hari kemudian.