Opini  

Refleksi yang Belum Membumi

Bangun Pracoto/Ist
Bagikan/Suka/Tweet:

Oleh: Bangun Pracoyo

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 7607/B.B1/HK.03/2023 tentang Petunjuk Teknik Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah disebutkan bahwa tujuan pengelolaan kinerja adalah untuk: a. mengembangkan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik; b. mewujudkan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan inklusif; c. membangun budaya refleksi dalam pengembangan warga satuan pendidikan dan pengelolaan program satuan pendidikan;d. meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar peserta didik.

Dari keempat tujuan tersebut, tujuan yang d. yaitu membangun budaya refleksi yang masih lemah. Hasil akreditasi sekolah, penilaian kinerja kepala sekolah dan pendampingan pada sekolah binaan menunjukkan warga sekolah belum membangun budaya refleksi secara sistematis.

Selain memang kewajiban guru dan kepala sekolah, sangat perlu disadari dan dipahami manfaat membudayakan refleksi. Membudayakan refleksi bagi guru dan kepala sekolah dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan kepemimpinan di sekolah. Ada beberapa alasan mengapa guru dan kepala sekolah harus membudayakan refleksi. Antara lain: pertama, Peningkatan Kualitas Pengajaran: Melalui refleksi, guru dapat mengevaluasi metode pengajaran mereka, mengidentifikasi apa yang telah berhasil dan apa yang perlu ditingkatkan. Hal ini dapat meningkatkan efektivitas pengajaran dan pembelajaran di kelas.

Kedua, Pengembangan Profesionalisme: Refleksi membantu guru untuk terus belajar dan berkembang sebagai profesional. Dengan merenungkan pengalaman mereka, guru dapat mengidentifikasi area-area yang perlu ditingkatkan dan mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Ketiga,  Pemecahan Masalah: Refleksi membantu guru dan kepala sekolah dalam mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul di sekolah dan mencari solusi yang tepat. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam mengelola sekolah.

Keempat,  Peningkatan Hubungan Interpersonal: Melalui refleksi, guru dan kepala sekolah dapat lebih memahami cara mereka berinteraksi dengan orang lain, termasuk siswa, rekan kerja, dan orang tua. Hal ini dapat memperkuat hubungan interpersonal dan kolaborasi di sekolah.

Kelima, Pembelajaran Organisasi: Refleksi tidak hanya bermanfaat bagi individu, tetapi juga bagi organisasi secara keseluruhan.

Dengan membudayakan refleksi, sekolah dapat terus belajar dari pengalaman mereka dan meningkatkan kualitas layanan pendidikan yang mereka berikan. Dengan demikian, membudayakan refleksi bagi guru dan kepala sekolah merupakan langkah penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan kepemimpinan di sekolah.

Refleksi bukan pilihan tetapi kewajiban yang harus dilakukan guru dan kepala sekolah seperti tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 16 Tahun 2022 tentang Standar Proses. Pada Bab IV disebutkan bahwa Penilaian proses pembelajaran merupakan asesmen terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Penilaian proses pembelajaran dilakukan oleh Pendidik yang bersangkutan. Asesmen terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) semester.

Asesmen terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan cara: a. refleksi diri terhadap pelaksanaan perencanaan dan proses pembelajaran; dan b. refleksi diri terhadap hasil asesmen yang dilakukan oleh sesama Pendidik, kepala Satuan Pendidikan, dan/atau Peserta Didik.

Dalam Panduan Pembelajaran dan Asesmen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah Asesmen (2022) dijelaskan bahwa asesmen tanpa umpan balik hanyalah data administratif yang kurang bermanfaat untuk peningkatan kualitas pembelajaran dan asesmen. Hasil asesmen peserta didik pada periode waktu tertentu dapat dijadikan sebagai umpan balik bagi pendidik untuk melakukan refleksi dan evaluasi.

Pendidik perlu melakukan refleksi diri terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dan asesmen yang telah dilakukan. Pendidik yang bersangkutan perlu melakukan refleksi paling sedikit satu kali dalam satu semester. Guru melakukan evaluasi diri, refleksi dan pengembangan kompetensi untuk perbaikan kinerja secara berkala. Guru melakukan evaluasi dan refleksi diri melalui berbagai kegiatan seperti observasi kelas dan pemberian kuesioner tentang pelaksanaan pembelajaran, rekaman audio atau video, dan hasilnya didiskusikan serta diseminasikan ke teman sejawat yang difasilitasi sekolah/madrasah untuk perbaikan kinerja secara berkelanjutan yang terlihat pada perbaikan mutu pembelajaran dan capaian hasil belajar siswa.

Penilaian oleh sesama pendidik merupakan asesmen oleh sesama pendidik atas perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik yang bersangkutan. Hal ini ditujukan untuk membangun budaya saling belajar, kerja sama dan saling mendukung. Sebagaimana refleksi diri, refleksi sesama pendidik dilakukan paling sedikit satu kali dalam satu semester.

Kepala sekolah dapat memfasilitasi pendidik dalam proses refleksi. Dengan mengadakan diskusi tentang apa yang perlu dilakukan sekolah untuk membantu proses pembelajaran. Kepala Sekolah dapat pula memberikan pertanyaan-pertanyaan pemantik untuk peningkatan kualitas pembelajaran dan asesmen. Kepala sekolah dapat juga secara acak masuk untuk observasi untuk melihat langsung proses pembelajaran di dalam kelas.

Pengawas juga berperan dalam kegiatan refleksi. Pada saat Pengawas melakukan kunjungan, diharapkan dapat mendampingi Pendidik dalam melakukan refleksi. Refleksi ini bisa dalam bentuk refleksi dialogis dan bersifat nonjudgmental. Dengan kata lain, guru diajak berdialog dan berpikir terbuka namun tanpa harus menghakimi atau menyalahkan. Dalam proses refleksi, pengawas tidak dianjurkan meminta laporan administrasi yang membebani Pendidik.

Ada 9 (sembilan) model refleksi yang bisa dipilih yaitu: Model 1: 4F (Facts, Feelings, Findings, Future); Model 2: Description, Examination and Articulation of Learning (DEAL);Model 3: Six Thinking Hats (Teknik 6 Topi); Model 4: (Papan cerita reflektif – Reflective Storyboard); Model 5: Connection, challenge, concept, change (4C) ; Model 6: Reporting, responding, relating, reasoning, reconstructing (5R) ;Model 7: Segitiga Refleksi ;Model 8: Model Driscoll/Model “What?”; Model 9: Gaya Round Robin .

Salah satu model yang bisa dipilih adalah 4F yang merupakan model refleksi yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Facts (Peristiwa): Ceritakan pengalaman Anda selama mengajar di kelas-kelas Anda! Apa hal baik yang saya alami dalam kegiatan belajar mengajar tersebut? Ceritakan juga hambatan atau kesulitan Anda selama proses kegiatan belajar mengajar pada minggu ini? Apa yang saya lakukan dalam mengatasi kendala tersebut?
2. Feelings (Perasaan): Bagaimana perasaan Anda selama kegiatan belajar mengajar berlangsung? Apa yang saya rasakan ketika menerapkan model-model pembelajaran dalam kelas? Ceritakan hal yang membuat Anda memiliki perasaan tersebut.
3. Findings (Pembelajaran): Pelajaran apa yang saya dapatkan dari proses kegiatan belajar mengajar minggu ini atau bulan ini? Apa hal baru yang saya ketahui mengenai diri saya setelah proses kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan model yang inovatif ini?
4. Future (Penerapan): Apa yang bisa saya lakukan dengan lebih baik jika saya melakukan hal serupa di masa depan? Apa aksi/tindakan yang akan saya lakukan setelah melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan model yang inovatif?

Bisa juga dengan memilih Model 2: Description, Examination and Articulation of Learning (DEAL). Model DEAL merupakan model refleksi yang mengutamakan pada pemahaman, pemeriksaan, dan penjelasan terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Berikut adalah langkah-langkah dalam Model DEAL:
1. Description (Deskripsi):
• Menjelaskan secara detail kegiatan atau pengalaman belajar yang telah dilakukan.
• Mengidentifikasi tujuan dari kegiatan tersebut.
2. Examination (Pemeriksaan):
• Menganalisis kegiatan belajar secara kritis.
• Menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam pembelajaran.
• Menilai sejauh mana tujuan dari kegiatan tersebut tercapai.
3. Articulation (Penjelasan):
• Menjelaskan pembelajaran yang telah diperoleh dari kegiatan tersebut.
• Mengidentifikasi pembelajaran yang paling berharga atau signifikan.
• Merencanakan langkah-langkah untuk meningkatkan pembelajaran di masa mendatang.
4. Learning (Pembelajaran):
• Merefleksikan pengalaman belajar secara mendalam.
• Menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang proses pembelajaran.
• Menghubungkan pembelajaran dengan pengetahuan sebelumnya atau pengalaman lainnya.
• Merumuskan rencana untuk mengaplikasikan pembelajaran ke dalam kehidupan sehari-hari atau situasi yang relevan.

Melalui langkah-langkah ini, Model DEAL membantu dalam menggali pengalaman belajar secara mendalam, memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang pembelajaran, dan merumuskan rencana untuk pengembangan selanjutnya.

Pendidik diberi kemerdekaan memilih model refleksinya, yang penting refleksi membudaya sehingga membumi. Refleksi yang membumi salah satu cara peningkatan kualitas pendidikan. Refleksi yang terbaik adalah refleksi yang jujur.

*Penulis adalah Pengawas Sekolah di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah